30 C
Sidoarjo
Wednesday, March 12, 2025
spot_img

Mendidik Keluarga, Sebagaimana Allah Mendidik Kita Berpuasa

Oleh :
Gandhung Fajar Panjalu
Pengajar Prodi Hukum Keluarga Islam Universitas Muhammadiyah Surabaya

Bulan puasa disebut pula sebagai bulan pendidikan (syahr al-tarbiyyah). Pada bulan puasa, seorang manusia dididik untuk menjadi manusia yang berkualitas dengan target ketika ia mampu menjalankan puasanya dengan baik maka ia akan lulus dengan predikat taqwa.

Salah satu hal yang dapat dipelajari dari bulan Ramadhan adalah tentang bagaimana Allah mendidik kita untuk berpuasa.Ayat yang menjadi landasan berpuasa adalah al-Quran surat al-Baqarah:183. Dalam ayat tersebut terdapat beberapa pelajaran yang dapat diperoleh dan diimplementasikan dalam proses pendidikan keluarga.

Awali dengan seruan kasih sayang
Ayat al-Quran surat al-Baqarah;183tersebut diawali dengan seruan (???????????? ?????????? ????????? / yaa ayyuhalladzina amanu) yang artinya “wahai orang-orang yang beriman”. Dalam ilmu tata bahasa arab, kalimat tersebut tergolong kalimat nida’ yang bermakna seruan.Dalam al-Quran, kata yaa ayyuha muncul sebanyak 141 kali, dan menjadi seruan terhadap orang beriman sebanyak 89 kali.

Kata yaa bermakna seruan, dan kata ayyuha juga bermakna seruan. Ketika kedua kata tersebut digabung, tentu menunjukkan tentang pentingnya informasi yang akan diberikan. Kata yaa ayyuha menunjukkan seruan yang terukur dan menunjukkan pre-kondisi dari obyek yang diseru.Kata yang berada setalah yaa ayyuha menunjukkan secara jelas kepada siapa seruan tersebut diberikan.Apakah kepada orang beriman, apakah kepada orang kafir, ataukan kepada manusia secara umum.

Dalam konteks pendidikan keluarga, awalilah pendidikan dengan melakukan pre-kondisi terhadap anggota keluarga dengan jelas.Misal dengan seruan “wahai suamiku, wahai istriku, wahai anakku” dan sebagainya.Tentu saja hal tersebut mendudukan sosok yang diseru pada posisi yang tepat dimana ia mendapatkan seruan. Berbeda dengan jika seruan tersebut tidak diikuti dengan posisi anggota keluarga tersebut akan tetapi langsung menyebut nama, misal “hai fulan”. Hal tersebut menunjukkan tidak adanya pre-kondisi yang mendudukkan obyek seruan secara semestinya.

Berita Terkait :  PMII Jember Cium Aroma Ketidaknetralan Penyelenggara Pilkada

Contoh pendidikan keluarga yang bersifat ketersalingan terlihat dari kisah Nabiyullah Ibrahim yang mengingatkan anaknya dengan seruan (?????????/yaa bunayya) yang berarti wahai anakku.Seruan tersebut dijawab oleh Ismail dengan seruan (?????????/yaa abati) yang berarti wahai ayahku.Baik seruan yang diberikan oleh Nabi Ibrahim maupun Ismail sama-sama menunjukkan pre-kondisi dan menempatkan kedua pihak pada posisinya masing-masing, sebagai anak dan ayah.

Hal sebaliknya terlihat dari kisah Nabiyullah Ibrahim ketika mengingatkan ayahnya pada QS Maryam:43 dengan seruan (??????????/ yaa abati) yang berarti “wahai ayahku”, ternyata mendapat jawaban berbeda dari ayahnyapada QS Maryam:46 sembari mengatakan (?????????????????/yaa ibrahim) yang berarti “wahai Ibrahim”, tanpa pre-kondisi.Maknanya, Nabi Ibrahim menyeru ayahnya dengan kelembutan untuk berbuat baik, sedangkan ayahnya menyeru Nabi Ibrahim dengan pertentangan dan menolak dakwah ajaran Nabi Ibrahim.

Pre-Kondisi ini penting dalam sebuah proses pendidikan. Fungsinya adalah agar obyek seruan tersebut benar-benar menyadari posisinya, sehingga dapat menerima ajakan dan pendidikan dengan baik. Ketika seseorang sadar akan posisinya, maka ia akan lebih mudah untuk menunjukkan tanggungjawab kepadanya.

Tunjukkan idealitas dengan jelas
Kalimat berikutnya dari QS al-Baqarah 183 adalah kalimat yang menunjukkan idealitas.(?????? ?????????? ??????????/ kutiba ‘alaykumus shiyam) artinya “Diwajibkan atasmu berpuasa” menunjukkan adanya perintah berpuasa, meski tidak dibungkus dengan kalimat perintah/fi’il amr.Kata kutiba menggunakan susunan mabni majhul, yakni kata kerja pasif dengan menyembunyikan pelaku.Salah satu makna tersirat dari susunan kalimat mabni majhul ini adalah menunjukkan idealitas dan konsekuensi.Dalam ayat ini misalnya, menunjukkan adanya konsekuensi bagi orang yang menyatakan dirinya beriman untuk melakukan puasa.

Berita Terkait :  Kejaksaan Geledah SMK PGRI 2 Ponorogo, Diduga Menyalahgunakan Dana BOS

Dalam konteks pendidikan keluarga, semua anggota keluarga tentu sudah mengetahui perannya masing-masing. Namun demikian, terkadang ada suatu hal yang menjadikan anggota keluarga lupa akan peran tersebut. Dalam hal ini, upaya untuk mengingatkan peran tersebut cukuplah dengan menunjukkan idealitas dengan memberitahu bagaimana suatu keluarga yang ideal itu seharusnya.

Sebagai contoh, seorang siswa tentu sangat mengerti bahwa ia memiliki tugas untuk belajar. Namun demikian, keasyikan untuk bermain dengan teman maupun hal-hal lain terkadang membuatnya lupa akan tugas tersebut. Maka tugas orang tua adalah untuk mengingatkan anaknya bahwa sang anak merupakan seorang siswa yang salah satu tugasnya adalah belajar. Dengan demikian, seorang anak akan belajar bukan karena paksaan maupun tekanan orang tua, namun ia belajar secara sadar sebagai konsekuensi tanggungjawabnya sebagai seorang siswa.

Lakukan penokohanterhadap kesuksesan terdahulu
Dalam hal berpuasa, Allah menunjukkan kepada kita tentang kewajiban yang juga diberikan kepada kaum terdahulu.Hal tersebut sebagaimana dalam kalimat (????? ?????? ????? ?????????? ???? ??????????/kamaa kutiba ‘alal ladzina min qoblikum).Hal ini menunjukkan bahwa perintah puasa bukan hanya pada orang yang beriman kepada Allah dari golongan ummat Nabi Muhammad SAW saja.Kewajiban berpuasa juga terdapat pada ummat terdahulu.

Inti dari kalimat ini adalah adanya penokohan atau profiling terhadap sosok terdahulu yang sukses melakukan suatu hal, yakni puasa.Dalam konteks pendidikan keluarga, profiling dapat diberikan misalnya dengan memberikan penggambaran tentang keluarga yang ideal.Dalam pembelajaran misalnya, seorang anak dapat ditunjukkan kisah para pelajar yang sukses dan berprestasi sehingga mampu membanggakan keluarganya.

Berita Terkait :  Pemkab Ponorogo Terima Bantuan Mobil Layanan Pajak Daerah dari Bank Jatim

Namu demikian, yang patut diperhatikan adalah bahwa profiling bukan bermaksud untuk membandingkan antara satu keluarga dengan keluarga yang lain. Tentu dapat dipahami bahwa masing-masing keluarga memiliki perbedaan baik dalam hal pendidikan, kebiasaan, pola hidup, dan sebagainya. Upaya penokohan ini untuk mengambil contoh yang baik (best practice) yang sukses diterapkan oleh satu keluarga, untuk dapat diadopsi dengan prinsip ATM (Amati, Tiru, Modifikasi) oleh keluarga yang lain berdasarkan kemampuannya.

Munculkan harapan
Setiap tantangan (challenge) haruslah diberikan harapan akan adanya apresiasi (reward). Penutup dari QS al-Baqarah 183 menunjukkan harapan dengan kalimat (??????????? ?????????????) yang artinya “agar engkau jadi orang yang bertaqwa”.katala’alla bermakna pengharapan (rajaa’). Namun demikian, apabila kata la’alla tersebut berasal dari Allah maka ia adalah jaminan kepastian (tahqiq).

Dalam pendidikan keluarga, penting untuk memberikan sebuah harapan yang akan terjadi apabila anggota keluarga telah melaksanakan idealitas dan meniru tokoh sebagaimana diajarkan di atas. Kesuksesan dalam hidup, keberhasilan belajar, kedamaian dalam kehidupan, dan berbagai kebaikan lain muncul sebagai bentuk konsekuensi logis bagi orang yang mau mengikuti apa yang diberikan dalam pendidikan keluarga secara baik dan benar.

Semoga kita dapat mengambil ibrahdari bagaimana Allah mendidik kita untuk berpuasa, kemudian dapat mengimplementasikannya dalam bentuk pendidikan terhadap keluarga.Semoga Allah menerima puasa kita serta segenap amal kebaikan yang kita lakukan di bulan Ramadhan ini.

———— *** —————

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru