30 C
Sidoarjo
Thursday, March 6, 2025
spot_img

Berpuasa, tetapi Tidak Puasa

Oleh :
Khusrur Rony Djufri
Adalah Pengasuh di Yayasan Babul Ulum Gumulan Jombang, Alumni PP Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang, Alumnus FT. IAIN Sunan Ampel Malang dan PPS Undar Jombang. Guru Agama di lingkungan Kemenag Jombang Jatim

Perintah berpuasa tujuannya sudah jelas agar orang menjadi bertakwa (Al Baqarah:183). Orang yang bertakwa (muttaqiin) adalah orang yang mempunyai kesadaran tinggi merasakan kehadiran Allah SWT, dan dalam hidupnya merasa selalu diawasiNya. Sehingga senantiasa memelihara diri dengan melakukan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya
Orang yang berpuasa berarti berupaya membentengi dirinya dari melakukan perbuatan keji, munkar maupun bermaksiat. Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW ; ‘Sesungguhnya puasa adalah perisai. Maka pada hati seseorang di antara kalian berpuasa, janganlah ia berkata kotor dan janganlah ia bertengkar. Jika seseorang mencacinya atau mengajaknya berkelahi, hendaklah ia berkata: ‘Aku sedang berpuasa’ (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda: ‘Puasa bukan hanya menahan makan dan minum, tetapi juga menahan diri dari ucapan sia-sia dan perbuatan keji’ (HR Ibnu Hibban).
Berdasarkan Hadits tersebut menegaskan bahwa hakikat puasa bukan hanya menahan diri dari makan, minum, dan berhubungan badan sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari, tetapi juga menjaga lisan, perbuatan, dan hati dari segala keburukan. Menjaga anggota tubuh dari dorongan memenuhi kebutuhan “hawa nafsu”, yang dalam literatur kesufian jawa disebut dengan “babakan howo songo” (Sembilan pintu hawa nafsu) ; satu pintu pada mulut, dua pada hidung, dua pada telinga, dua pada mata, satu pada kemaluan, dan satu pada dubur. menjaga hati agar tidak sampai dihinggapi penyakit hati
Sedang manifestasi menahan diri dari “babakan howo songo”, mulut tidak mudah berkata kotor dan berbohong, telinga tidak mendengarkan hal-hal yang tidak baik,,. Mata pun tidak akan melihat sesuatu yang dilarang oleh Allah. Sedang kemaluan selalu dijaga hanya untuk yang haq dan bernilai ibadah.
Selain itu tangan tidak akan menjamah sesuatu yang dibenci oleh Allah, kaki pun tidak melangkah kecuali yang diridhoi Allah, dan hatinya tak dihinggapi penyakit hati, semisal sifat iri, dengki, hasud dan dendam, serta sifat sombong. Hatinya bersih dan tenang, senaniasa berpikir positif. Sehingga orang ada di sekitarnya merasa aman dan tenang.

Berita Terkait :  Wujudkan Asta Cita, Jasa Tirta I Komitmen Perkuat Komunikasi Publik

Tidak berpuasa
Sedang orang yang berpuasa tetapi tidak bisa menjaga lisan, perbuatan, dan hati dari segala keburukan, maka secara hakekat puasanya batal Sebagaimana sabda Nabi SAW: ” Ada lima perkara yang membatalkan pahala puasa, yaitu berkata bohong, mengumpat, memfitnah, melihat lain jenis dengan syahwat dan sumpah palsu.” (H.R. Dailami).
Nah, permasalahanya sekarang jika kita perhaikan dalam kehidupan sosial kemasrakaan realitasnya, sepertinya masih banyak umat Islam yang berpuasa ramadan, tetapi belum bisa menahan diri dari berbuat maksiat, keji dan munkar. Misalnya prakek korupsi yang kian marak, pencurian, perampokan, pembunuhan, perkosaan, minum- minuman keras, nyabu, dan kejahatan lainnya. Ironisnya kasus-kasus tersebut akhir -alkhir ini frekuensinya baik secara kualitas maupun kuantitas justru semakin meningkat.
Jadi meskipun mereka merasa berpuasa, hakekatnya tidak berpuasa. yang didapat hanyalah lapar dan dahaga. Rasulullah SAW sudah mengingatkan dalam sabdanya : “Betapa banyak orang yang berpuasa yang tidak memperoleh pahala puasa, mereka merasakan lapar dan dahaga saja.”., maka Allah tidak butuh puasanya, dan puasanya hanya sia sia belaka.

Tingkatan puasa
Barangkali jenis puasa seperti itulah yang tergolong jenis ‘shoum al-‘umum’, puasanya kaum awam. Dalam kitab ‘Ihya Ulumuddin’, Imam Ghazali membagi tingkatan puasa menjadi 3 golongan. Pertama. ‘shoum al-‘umum’ adalah golongan orang awam.. Mereka menjaga puasanya hanya supaya tidak batal dari makan dan minum dan juga tidak berhubungan suami istri, yaitu berpuasa dengan menahan perut dan kemaluan dari menunaikan syahwatnya semata.
Kedua. ‘shoum al-khusus’, yaitu golongan orang khusus. yakni mereka yang setelah menjaga mulutnya, perutnya dari makanan dan minuman yang membatalkan puasa, juga menjaga syahwatnya, mereka pun menjaga matanya, telinganya dan lisannya beserta anggota tubuh yang lainnya dari berbuat dosa dan maksiat. Jenis puasa yang kedua ini merupakan level puasanya orang-orang saleh yang mendefinisikan puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus
Ketiga. puasa jenis ‘shoum khusus al-khusus’ , golongan orang yang sangat khusus. Hanya sedikit orang yang mampu mencapai derajat ini. Mereka adalah golongan yang telah melewati golongan jenis puasa yang pertama dan kedua. di bulan Ramadan hatinya betul-betul dijaga agar selalu mengingat Allah SWT dan bersalawat pada Rasulullah SAW, yang terlintas di dalam hatinya hanya bagaimana menambah kecintaannya dan semakin dekat kepada Allah dan RasulNya.
Dengan mengetahui jenis tingkatan puasa tersebut, semoga di puasa bulan Ramadan kali ini, kita dapat meningkatkan level puasa kita, jika tidak bisa pada tingkatan jenis puasa yang ketiga, setidaknya pada jenis level puasa yang kedua. Karena tingkatan jenis puasa yang ketiga hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu saja seperti para nabi, para wali, as-shiddiqin dan al-muqorrobin, dan jarang orang yang sampai pada level ini.
Akhirnya, jika orang yang mengerjakan puasa sesuai dengan ketentuan yang telah diajarkan Rasulullah SAW, ia akan memperoleh derajat ‘muttaqiin’, akan mendapatkan pahala yang besar, dosa-dosanya diampuni, laksana bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya. Sehingga jiwanya bersih suci tanpa noda dan dosa, maka wajar jika balasannya adalah surga. Wallahu ‘alam bishawab.

Berita Terkait :  Polrestabes Surabaya Bekuk Pengedar Sabu Jalan Wonokusumo Jaya

———– *** ————–

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru