Oleh:
Fatah Yasin
Wakil Ketua DP MUI Kabupaten Situbondo
Puasa secara bahasa bermakna ‘menahan’ kebiasaan yang lazim seperti menahan kebutuhan biologis manusia. Juga kebutuhan batiniahnya. Tema tulisan ini ‘Puasa dan Efisiensi Anggaran’. Jika puasa artinya menahan, maka sangat paralel dengan ‘efisiensi’, yakni menahan bagaimana managemen anggaran ini tidak sampai mengalami pemborosan.
Penganggaran secara normatif dilakukan setiap tahun sekali sebagai alat penyelenggaraan pemrintahan. Semisal APBN, APBD, dan APBDes. Dari mana sumber anggaran negara, tentu dari kekayaan negara, dan penerimaan seperti pajak rakyat, seeta pendapatan negara lainnya. Tujuannya adalah untuk kemakmuran rakyat.
Demikian juga puasa Ramadan dilaksanakan selama sebulan dalam setahun. Ada pendapat Ulama yang mengatakan bahwa Ramdlan adalah jantungnya bulan dalam setahun. Manakala sukses Ramadan dilaksanakan dengan baik dan berkualitas, maka kesuksesan Ramadan ini akan menjadi motivasi dan ukuran keberhasilan perjalanan hidup sebelas bulan ke depan.
Nah dalam puasa juga ada tolok ukur penilaian, bahwa puasa itu sebagai kawah candradimuka yang memberikan kesempatan emas pendidikan dan pelatihan mengendalikan hawa nafsu agar mencapai derajat takwa.
Program efiaiensi adalah bagian cara yang fundamental dalam sistem penganggaran, sekaligua sebagai evaluasi penggunaan anggaran yang tepat guna dan sasaran. Serta menghindari akan adanya potensi anggaran yang disalahgunakan, yang mengakibatkan kerugian uang negara.
Klimaks tujuan puasa, adalah ketakwaan dalam pengertian yang lebih luas. Yakni bukan hanya dalam.soal ibadah vertikal yakni hubungan hamba dengan Tuhan, tapi hubungan manusia dengan manusia dan alam semesta.
Maka, ketaatan yang bersifat muamalah, yang didalamnya ketaatan kepada pemerintah (ulil amri), merupakan cermin penguatan standar keimanan dan kesalehan sebagai warga untuk mentaaati kebijakan periorotas pemerintah saat ini yang sangat getol menerapkan efiaiensi anggaran. Program EFISIENSI ANGGARAN dari pusat hingga daerah. Baik APBN, APBD sampai dengan APBDES, yang tujuannya adalah pengetatan penganggaran yang kurang tepat sasaran baik output dan outcomenya.
Hal ini didorong oleh adanya potensi penyalahgunaan anggaran, yang berakibat terjadinya defisit anggaran, yang bermuara pada peningkatan hutang negara. Dampak adanya defisit, yang paling menanggung dampaknya adalah rakyat, yang otomatis menanggung beban hutang tersebut.
Pertanyaan, adalah apakah efisiensi anggaran ini sesuatu yang baru dalam konteks sistem anggaran? Dan, apakah ini satu_satunya cara yang efektif untuk menekan kebocoran dan penyalahgunaan hingga kerap dijadikan sasaran korupsi? Fakta bicara, bahwa kebijkan ini dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto , tentu didasari oleh meningkatnya indek korupsi, yang nota bene obyelk korupsi itu adalah uang negara, dan pelakunya adalah aparatur negara.
Bulan Ramadan sebagai bulan pelatihan sabar, dapat meningkatkan klarifikasi/tabayuun kebijakan, serta meredam adanya syahwat politik balas dendam. Jika hal ini dibiarkan, maka esensi puasa untuk peningkatan kualitas iman, simpati dan empati terhadap berbagai problematika bangsa dan negara, belum dapat berjalan seauai harapan.
Optimisme kita, momentum ramadan diharapkan dapat menahan hal_hal yang bukan hanya membatalkan puasa, tapi menahan hal_hal yang mengurangi pahalanya puasa. [*]