Oleh :
Gandhung Fajar Panjalu
Pengajar Hukum Keluarga Islam UMSurabaya
Dalam konteks ketenagakerjaan, terdapat dua kategori pekerja berdasarkan mobilitasnya, yakni pekerja Stayers dan pekerja movers. Pekerja stayers memiliki makna bekerja di kota yang sama dengan lokasi tempat tinggalnya, atau butuh waktu kurang dari satu jam untuk menuju lokasi kerjanya. Sementara itu, pekerja Movers memiliki makna bekerja di kota yang berbeda dengan lokasi tempat tinggalnya, atau butuh waktu lebih dari satu jam untuk menuju lokasi kerjanya, namun ia tetap pulang ke rumah dalam waktu tertentu.
Pekerja Movers dibagi dua tipe, yakni pekerja Sirkuler, pekerja yang pergi-pulang secara periodik, misal ia berangkat hari senin ke lokasi kerjanya, kemudian pulang hari jumat dan bersama keluarganya pada hari sabtu-minggu. Tipe kedua adalah pekerja Komuter, yakni pekerja yang setiap hari bisa pulang meskipun ia harus menempuh perjalanan panjang dari rumah ke lokasi kerjanya. Bisa jadi, ia berangkat bersamaan atau bahkan lebih awal dari jam berangkat sekolah anaknya, lalu pulang pada jam yang lebih larut dari waktu anaknya pulang sekolah.
.
Berdasarkan laporan Analisis Mobilitas Tenaga Kerja hasil dari Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2023, Jawa Timur menempati posisi ketiga sebagai propinsi dengan banyaknya warga yang bekerja secara komuter, setelah Jateng dan Jabar. Dalam data tersebut, sebanyak 12,6% dari total penduduk usia kerja di Jawa Timur melakukan aktifitas bekerja secara komuter. Angka ini tentu tersentralisir di lokasi urban maupun sub-urban.
Aktifitas bekerja secara komuter tentu tidak hanya terjadi di Indonesia. Erika Sandow, salah seorang peneliti dari Umea University Swedia mengemukakan bahwa 11 persen respondennya menghabiskan waktu 90 menit perjalanan setiap harinya untuk pulang-pergi ke lokasi pekerjaan, atau sekitar 45 menit dalam sekali tempuh. Dalam penelitiannya pula, sebagian besar pelaku keluarga komuter ini adalah keluarga muda dan memiliki anak yang masih kecil.
Intensitas komunikasi di antara mereka-pun cenderung minim, khususnya pada hari kerja. Mereka memiliki waktu untuk berkomunikasi secara intens sekitar dua jam setelah masuk waktu malam hingga menjelang jam tidur, sebelum esok paginya harus kembali bertarung dengan kesibukan masing-masing. Akhir pekan-pun tak jarang masih diisi dengan berbagai kegiatan misal kegiatan lembur, maupun aktifitas sosial kemasyarakatan. Hari libur menjadi kesempatan istimewa bagi keluarga komuter ini karena dapat beraktifitas lebih banyak bersama keluarganya.
Walaupun pasangan dapat menyesuaikan diri dengan pola hidup ini, potensi terjadinya masalah dalam keharmonisan hubungan tetap ada. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh minimnya waktu berkualitas yang dihabiskan bersama keluarga, yang kemudian memunculkan keluhan dari pasangan maupun anak-anak.
Studi lain juga mengungkapkan bahwa pekerja wanita yang melakukan bekerja secara komuter lebih rentan mengalami stres, merasa selalu terburu-buru, dan kerap merasa bersalah karena meninggalkan anak-anak di rumah, sehingga hal tersebut menyulitkan mereka untuk mencapai keberhasilan di tempat kerja.
Upaya Menuju Sakinah
Bagi keluarga komuter, yang menghadapi tantangan jarak dan waktu bersama yang terbatas, mewujudkan keluarga sakinah memerlukan upaya khusus yang melibatkan aspek emosional, dan komunikasi dan spiritual.
Peran suami dan istri yang harmonis sangat dibutuhkan. Suami tetap menjalankan perannya sebagai pemimpin keluarga dengan memberikan dukungan dan bimbingan, meskipun secara fisik berjauhan. Istri juga berperan aktif dengan sikap sabar dan mendukung suami, serta menjaga keharmonisan rumah tangga.
Pemanfaatan waktu sekecil apapun untuk berkomunikasi bersama keluarga juga tak kalah penting. Mendiskusikan tentang pengalaman baru yang dialami dalma sehari terakhir, kisah tentang perkembangan dalam pembelajaran anak, maupun hal-hal sederhana lain yang dapat mempererat emosional antar anggota keluarga. Jangan lupa dengan memanfaatkan waktu libur sebagai family-time dengan beraktifitas bersama seperti olahraga, berbelanja, maupun pergi bersama ke taman bermain.
Komunikasi yang terbuka dan saling pengertian juga menjadi kunci keberhasilan keluarga komuter. Pasangan perlu membangun dialog yang jujur untuk saling memahami kondisi masing-masing, mengelola harapan, dan menyelesaikan masalah dengan bijak. Komunikasi yang baik dapat mencegah munculnya konflik yang berkepanjangan dan menjaga keharmonisan.
Komunikasi yang baik bagi keluarga komuter ditunjukkan dengan intensitas komunikasi optimal. Artinya, komunikasi yang dilakukan tidak terlalu jarang karena menyebabkan pasangan merasa terpisah jauh dan mengurangi rasa keintiman, namun di sisi lain juga tidak terlampau sering karena menyebabkan kejenuhan dan stress. Artinya ketika pasangan berada di luar untuk bekerja, maka ia seprti dibebaskan dari persoalan-persoalan domestik rumahtangga, karena hal tersebut mungkin dapat mengganggu konsentrasi pekerjaannya.
Aspek spiritual tentu menjadi kunci stabilitas keluarga. Rasa syukur dan doa menjadi landasan utama. Meskipun terpisah secara fisik, pasangan suami istri perlu senantiasa bersyukur atas nikmat yang diberikan dan memohon keberkahan dari Allah SWT agar hubungan mereka tetap harmonis dan keluarga tetap utuh. Sikap ini menumbuhkan ketenangan batin dan memperkuat ikatan keluarga dari sisi spiritual.
Bagi pimpinan pekerjaan maupun pengambil kebijakan, seyogyanya fakta tentang semakin banyaknya keluarga komuter menjadi dasar adanya kebijakan yang ramah terhadap para pekerja komuter tersebut. Misal terkait dengan konsep bekerja dari mana saja (Work from anywhere/WFA), penyesuaian jam kerja, dan sebagainya. Kebijakan yang ramah terhadap keharmonisan rumah tangga ini pernah dilakukan pada masa kekhalifahan Umar bin Khatttab RA.
Suatu ketika, Umar ra. pernah menanyakan kepada Hafshah, istri Nabi Muhammad SAW, tentang berapa lama seorang wanita sanggup bersabar berjauhan dari suaminya. Hal ini berkaitan dengan para mujahid yang bertempur di medan peperangan, para istri mereka harus bersabar menahan rindu dalam waktu yang cukup lama, bahkan berbulan-bulan. Hafshah menjawab sekitar tiga sampai empat bulan, sehingga Umar menetapkan batas waktu tersebut sebagai pedoman bagi pasukan yang bertugas jauh dari keluarga agar tidak terlalu lama berada di medan pertempuran.
Dengan menerapkan upaya-upaya tersebut, keluarga komuter dapat menciptakan keluarga sakinah yang harmonis, penuh cinta, dan diberkahi, meskipun harus menghadapi keterbatasan fisik dan waktu bersama. Keluarga sakinah ini akan menjadi sumber ketenangan dan kekuatan bagi setiap anggotanya dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
————— *** —————–