Oleh :
Riska Lailaturrohmah Thoyyibah
Penulis adalah Mahasiswi Program Studi Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Bea cukai berperan dalam pengelolaan perdagangan internasional Indonesia, terutama dalam menetapkan tarif pajak impor dan bea masuk, serta dirancang untuk mengatur arus barang yang masuk ke Indonesia, melindungi industri dalam negeri, dan meningkatkan penerimaan negara. Namun, kebijakan ini juga tidak lepas dari tantangan dan dilema yaitu bagaimana menjaga keseimbangan antara meningkatkan penerimaan negara dan tidak memberatkan konsumen yang bergantung pada barang impor. Bea cukai memberikan kontribusi signifikan bagi kas negara, yang digunakan untuk mendanai berbagai program pembangunan dan kebijakan pemerintah, mulai dari infrastruktur hingga sektor kesehatan dan pendidikan.
Tarif pajak impor dan bea masuk yang tinggi berfungsi untuk menjaga kestabilan anggaran negara, terutama dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Tarif pajak impor dan bea masuk yang dikenakan pada barang-barang impor memang membantu mengurangi ketergantungan pada produk luar negeri, sehingga menciptakan peluang bagi produk lokal untuk berkembang dan bersaing di pasar domestik. Selain itu, pengenaan tarif juga memungkinkan pemerintah untuk memproteksi industri dalam negeri yang masih membutuhkan ruang untuk tumbuh dan berkembang.
Kebijakan ini berdampak bagi konsumen, apalagi ketika tarif pajak dan bea masuk naik, harga barang impor yang umumnya lebih murah dibandingkan dengan barang lokal akan turut mengalami kenaikan dan menurunkan daya beli masyarakat. Sehingga menjadi beban bagi mereka yang bergantung pada barang-barang impor khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah dan terjadi ketimpangan dalam akses barang-barang yang dibutuhkan untuk kesejahteraan hidup. Kebijakan ini memang memberikan sumber daya yang diperlukan untuk membiayai pembangunan negara dan melindungi industri lokal, namun juga bisa menambah beban masyarakat.
Solusi yang dapat dilakukan pemerintah yaitu meninjau tarif secara berkala dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan daya beli masyarakat dengan memperhatikan berbagai aspek, seperti inflasi dan harga barang-barang kebutuhan pokok yang dapat terdampak, sehingga dapat meminimalkan dampak negatif terhadap konsumen. Misalnya barang-barang yang memiliki dampak langsung terhadap kebutuhan dasar masyarakat, seperti bahan pangan dan obat-obatan, sebaiknya dikenakan tarif yang lebih rendah atau bahkan dibebaskan dari bea masuk. Kebijakan ini dapat membantu menjaga kestabilan harga barang di pasaran dan tetap memberikan ruang bagi industri lokal untuk berkembang.
Untuk meringankan beban konsumen, pemerintah dapat memberikan insentif bagi industri lokal yang dapat menggantikan produk impor untuk mengurangi ketergantungan pada barang impor. Selain itu, pemberian subsidi atau kemudahan akses permodalan bagi industri lokal akan membantu mempercepat proses tersebut, sehingga barang lokal dapat lebih bersaing dengan produk impor.
Pemberian insentif ini diharapkan dapat mempercepat peralihan ketergantungan pada barang impor, serta menciptakan ekonomi yang lebih mandiri dan berkelanjutan. Jika langkah ini diambil secara efektif, maka Indonesia tidak hanya akan mengurangi ketergantungan pada barang luar negeri, tetapi juga menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan, yang pada akhirnya akan mengurangi ketimpangan sosial-ekonomi.
Pemerintah perlu melakukan evaluasi secara berkala pada kebijakan ini dengan mendengarkan aspirasi dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri, konsumen, dan masyarakat umum. Dengan demikian, kebijakan yang diambil dapat lebih fleksibel dan adaptif terhadap perubahan kondisi perekonomian serta meningkatkan transparansi dalam penentuan tarif dan penggunaan dana yang diperoleh dari bea masuk dan pajak impor. Dengan adanya transparansi, masyarakat akan lebih memahami tujuan dan manfaat dari kebijakan tersebut, dan kepercayaan terhadap pemerintah akan semakin meningkat.
——————— *** ———————-