28 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Perppu Revisi UU MD3

Disparitas gaji dan tunjangan total (take home pay) DPR, dan DPRD, dengan penghasilan rakyat, sangat lebar. Sampai nyata-nyata telah menyebabkan aksi demo besar. Disertai anarkhisme, dan penjarahan rumah pejabat negara. Bahkan bisa mengarah pada makar. Sampai Presiden Prabowo Subianto, perlu bertukar pikiran dengan kalangan organisasi Islam. Segenap tokoh agama menyerukan setiap pejabat tidak mempertontonkan gaya hidup mewah, hedonis. Terutama anggota DPR-RI (dan DPRD).

Lebih baik manakala mempertimbangkan kembali nominal gaji total (take home pay) dengan merevisi undang-undang (UU) MD3. Serta menyesuaikan revisi Peraturan Pemerintah turunan UU MD3 yang mengatur gaji dan tunjangan anggota DPR. UU Nomor17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, telah mengatur hak keuangan Pimpinan dan anggota legoslatif. Tercantum dalam pasal 226 ayat (2), dinyatakan, “Hak keuangan dan administratif pimpinan DPR dan anggota DPR … disusun oleh pimpinan DPR dan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Ironisnya, gaji dan tunjangan pejabat legislatif diatur dalam Peraturan Pemerintah yang surut ke belakang (tahun 2000). Yakni, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2000 Tentang Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara Dan Anggota Lembaga Tinggi Negara Serta Uang Kehormatan Anggota Lembaga Tertinggi Negara. Pada pasal 1 dirinci, gaji pokok Ketua MPR, Ketua DPR, sama dengan Ketua BPK, dan Ketua MA. “Hanya” sebesar Rp 5,4 juta per-bulan. Wakil Pimpinan sebesar Rp 4,620 juta. Sedangkan anggota DPR sebesar Rp 4,2 juta.

Berita Terkait :  OJK Komitmen Jaga Stabilitas dan Dorong Ekonomi Berkelanjutan di Jawa Timur

Namun setiap anggota DPR setiap bulan bisa menerima take home pay sampai Rp 800 juta. Berdasar video viral podcast dua mantan anggota DPR-RI (Krisdayanti, dan Akbar Faisal. Rinciannya, setiap tanggal 1 (awal bulan) terima Rp 16 juta, tanggal 5 menerima Rp 59 juta (uang tunjangan). Selain itu masih ada Dana Aspirasi setiap reses Rp 450 juta, lima kali setahun. Lalu terdapat uang Kundapil Rp 140 juta, 8 kali setahun. Realita penerimaan uang kegiatan, dibenarkan oleh Profesor Mahfud MD.

Selain dana dari kegiatan DPR (dan DPRD) yang diatur UU MD3, terdapat pula dana hibah jasmas (jaring aspirasi masyarakat). Sekarang diubah menjadi hibah Pokir. Anggaran seharusnya diberikan kepada masyarakat. Bisa berupa program dan fasilitasi. Serta bisa pula berupa hewan ternak. Biasanya, anggota DPR (dan DPRD), mengutip “biaya pengusulan” antara 15% hingga 30%. “biaya pengusulan” telah menjerat seluruh anggota DPRD Jawa Timur periode 2019-2024.

Dalam persidangan Tipikor, terpidana mantan Wakil Ketua DPRD Jatim, menyatakan seluruh anggota DPRD Jawa Timur harus diperiksa. Sangat banyak celah yang bisa dijadikan tambang uang. Antara lain, kunker (antar-porpinsi), monitoring dan evaluasi (monev) mendatangi UPT Dinas. Serta masih terdapat reses, dan kunjungan Dapil. Seluruh kegiatan berkonsekuensi dengan anggaran (penerimaan uang) besar.

Seluruh “tambang” uang kalangan DPR (dan DPRD), ironisnya, berpijak pada UU Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Terutama pasal 226, yang di-breakdown dengan Peraturan Pemerintah (PP) sampai Perpres, dan Perkada (di daerah). Maka Presiden bisa menerbitkan Perppu, merevisi UU MD3. Terutama menambahkan pasal 226A.

Berita Terkait :  Antusiasme Warga Tinggi, 44 Ton Beras Ludes di Pasar Murah Polres Probolinggo

Misalnya, pasal 226A, menyatakan, “Gaji pokok dan seluruh tunjungan Pimpinan dan anggota DPR-RI sebesar-besarnya 10 kali lipat rata-rata nasional pendapatan per-kapita penduduk.” Sehingga regulasi turunan Perppu (PP, Perpres, sampai Perkada) tidak bisa melebihi angka-angka dalam Perppu. Dengan Perppu revisi UU MD3, disparitas penghasilan Wakil Rakyat bisa dipangkas sesuai kepantasan.

——– 000 ———

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru