Tawur bersenjata masih sering terjadi. Tetapi bukan melawan musuh penjahat. Melainkan bentrok antara TNI dengan Polisi, karena “dendam tak beralasan.” Bahkan sejak zaman orde-baru, ketika TNI dan Polri sama-sama “satu atap” dibawahkan oleh Panglima TNI. Tetapi akar masalahnya bukan dari perbedaan tingkat kesejahteraan. Juga bukan karena kewenangan tupoksi sebagai pengemban unsur keamanan dan ketertiban. Realitanya, bentrok disebabkan tidak adanya relaksasi bersama (TNI – Polri) melepas beban tugas fisik.
Keduanya memiliki “medan” masing-masing sesuai amanat UUD pasal 30 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4). Tetapi masih sering terjadi ke-salah paham-an berujung bentrok fisik, adu tembakan antara oknum TNI dengan Polri. Biasanya sama-sama berusia (di bawah 30 tahun), mudah tersulut emosi. Namun bentrok dua aparat bersenjata, niscaya sangat meresahkan rakyat. Lebih lagi, bentrok berlanjut dengan “perang” yang sangat membahayakan.
Oknum TNI-Polri nakal, selalu membuat malu, mencoreng citra personel aparat bersenjata. Pada jajaran korps Bhayangkara, tak kalah miris, melakukan “penyimpangan bertumpuk-tumpuk.” Seperti di lakukan seorang perwira menengah (berpangkat AKBP) menjabat Kapolres pula. Tetapi terbukti melakukan perbuatan seks menyimpang, dengan gadis di bawah umur! Sekaligus mengkonsumsi narkoba. Lebih miris lagi, videonya bocor (terungkap) pertama kali di Australia.
Kepolisian Australia melaporkan kepada pemerintah RI melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Berlanjut pelaporan ke Polri, dan Dinas PPPA kabupaten Ngada. Kapolres Ngada, sudah dipecat dengan tidak hormat (PTDH). Serta masih harus menghadapi pengadilan dalam banyak kasus. Akan keluar masuk penjara dalam jangka waktu yang sangat lama.
Suara kegaduhan “perang” menimbulkan kekhawatiran masyarakat, yang sekaligus berinisiatif menjadi penengah. Namun jiwa bisa terancam setiap saat. Seperti terjadi di Way Kanan, Lampung, terdengar tembakan yang diberondongkan dari senjata api rakitan. Tiga personel polisi gugur, pada saat meng-gerebek arena judi sabung ayam di kampung Karang Manik, kecamatan Negara Batin, Way Kanan. Arena judi sabung ayam, dimiliki personel TNI.
Penggerebekan arena judi dipimpin Kapolsek Negara Batin, AKP (anumerta) Lusiyanto, dengan 17 anggota. Tidak terima digerebek tanpa koordinasi, langsung mengadakan perlawanan dengan menembaki polisi. Tiga personel terkena tembakan persis di area kepala (wajah). Yakni, Kapolsek Iptu Lusiyanto, Bripka Petrus Apriyanto, dan Bripda Ghalib Surya Ganta, meninggal dunia di lokasi. Ketiganya dinyatakan sebagai “anumerta,” memperoleh kenaikan pangkat satu tingkat.
Ulah oknum TNI nakal juga terjadi di Aceh Utara. Prajurit TNI-AL diduga telah menembak mati seorang pedagang mobil, dengan motif menguasai mobil korban. Sales mobil, sebenarnya seorang relawan perawat di Puskesmas Baban Buloh, yang nyambi kerja. Didatangi pelaku untuk melihat mobil yang dijual. Berlanjut permintaan test drive oleh pelaku. Setelah satu jam, masyarakat sekitar mendengar suara letusan senjata api. Sales mobil juga tidak pulang. Selang empat hari, jasad korban ditemukan di pinggir jalan kawasan gunung Salak, Aceh Utara.
Selain kasus pidana, masih ditemukan personel TNI (dan Polisi) menyalahgunakan seragam gagahnya untuk men-zalimi rakyat. Masih ada anggota masyarakat ditangkap, dibawa ke markas. Ironisnya, kenakalan oknum TNI yang terjadi saat ini, bersamaan dengan pembahasan revisi UU TNI. Banyak kritisi, termasuk personel TNI yang bekerja pada institusi sipil. Serta pola pembinaan mental prajurit. Juga kesejahteraan yang masih “diutang” oleh negara.
Masih dibutuhkan pula relaksasi bersama anggota TNI dan Polri, terutama latihan spiritual quotient (SQ), karena selama ini anggota TNI dan Polri seakan terbelenggu kedinasan pure militeristik.
——— 000 ———