Oleh :
Nur Kamilia
Dosen Hukum STAI Nurul Huda Situbondo
Meski dunia telah memasuki fase endemi COVID-19, kenyataannya virus ini belum sepenuhnya hilang. Mutasi demi mutasi terus terjadi, dan sejumlah negara di Asia kembali melaporkan peningkatan kasus. Dalam konteks inilah, surat edaran pemerintah yang menyerukan peningkatan kewaspadaan terhadap COVID-19 dan penyakit potensial lain yang berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB), menjadi sangat relevan dan perlu didukung oleh semua pihak.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh Dinas Kesehatan, Unit Pelaksana Teknis (UPT) bidang Kekarantinaan Kesehatan, UPT Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan para pemangku kepentingan lainnya. Tujuannya jelas: memperkuat kewaspadaan terhadap penularan COVID-19, terutama dengan munculnya varian-varian baru yang kini menyebar di beberapa negara tetangga.
Memasuki minggu ke-12 tahun 2025, beberapa negara di kawasan Asia seperti Thailand, Hongkong, Malaysia, dan Singapura mengalami peningkatan kasus COVID-19. Di Thailand, varian yang dominan adalah XEC dan JN.1; di Singapura, varian yang banyak ditemukan adalah LF.7 dan NB.1.8 (turunan JN.1); di Hongkong didominasi oleh JN.1; sementara di Malaysia didominasi oleh varian XEC yang juga merupakan turunan dari JN.1. Meskipun terjadi peningkatan, tingkat penularan dan angka kematian akibat virus ini masih tergolong rendah.
Sementara itu, situasi COVID-19 di Indonesia yang kini memasuki minggu ke-20 menunjukkan tren penurunan kasus mingguan, dari 28 kasus pada minggu ke-19 menjadi hanya 3 kasus di minggu ke-20, dengan tingkat positif sebesar 0,59%. Varian yang paling banyak ditemukan saat ini adalah MB.1.1.
Menurut Prof. Tjandra Yoga Aditama, mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan pakar kesehatan masyarakat, pandemi telah memberi pelajaran bahwa meskipun kasus rendah, sistem kesehatan tetap harus waspada terhadap potensi munculnya varian baru. “Virus ini tidak akan benar-benar hilang. Yang berubah adalah karakteristik penyebarannya dan bagaimana kita menghadapinya. Surat edaran seperti ini penting untuk memastikan kesiapsiagaan tetap terjaga di seluruh lini pelayanan kesehatan,” ujarnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menegaskan bahwa walaupun status darurat kesehatan global untuk COVID-19 telah dicabut pada Mei 2023, virus SARS-CoV-2 masih dikategorikan sebagai ancaman kesehatan masyarakat yang membutuhkan perhatian berkelanjutan. Dalam laporan WHO per kuartal pertama 2025, JN.1 dan turunannya masih termasuk varian yang diawasi karena persebarannya yang cepat dan kemampuannya menghindari sebagian kekebalan yang sudah ada.
Melihat kondisi ini, mungkin ada sebagian masyarakat yang merasa situasi sudah aman dan tidak lagi membutuhkan langkah-langkah mitigasi. Padahal, justru saat kondisi tampak tenang inilah, potensi kelengahan massal bisa terjadi. Kita tidak boleh lupa bahwa lonjakan besar dalam pandemi beberapa tahun lalu juga berawal dari situasi serupa saat kasus menurun dan masyarakat merasa segalanya telah kembali normal.
Surat edaran tersebut mengingatkan kita bahwa kewaspadaan bukan berarti panik, melainkan bentuk tanggung jawab kolektif dalam menjaga ketahanan kesehatan publik. Langkah-langkah sederhana seperti tetap menerapkan etika batuk dan bersin, mencuci tangan secara rutin, menggunakan masker di tempat berisiko tinggi, serta tidak datang ke keramaian jika sedang tidak sehat, tetap perlu dibiasakan.
Di sisi lain, pemerintah daerah dan pusat juga dituntut untuk terus memperkuat sistem surveilans. Kemampuan mendeteksi dini kemunculan varian baru sangat penting agar tidak ada jeda waktu antara temuan kasus dan respons yang diberikan. Ini membutuhkan sinergi antara laboratorium kesehatan, rumah sakit, dan instansi kesehatan masyarakat agar pelaporan berjalan cepat dan akurat.
Menurut data WHO, cakupan vaksinasi dosis penguat (booster) di beberapa negara berkembang masih di bawah 40%. Ini bisa menjadi celah bagi penyebaran varian yang mampu menghindari imunitas parsial. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Kementerian Kesehatan per Mei 2025, cakupan booster kedua masih di bawah 30%, terutama pada kelompok lansia.
Bagi masyarakat umum, penting untuk memahami bahwa varian COVID-19 yang saat ini menyebar memang memiliki tingkat keparahan yang relatif lebih rendah dibandingkan varian sebelumnya seperti Delta atau Alpha. Namun, penularannya masih terjadi, dan kelompok rentan seperti lansia, orang dengan komorbid, serta anak-anak tetap bisa mengalami dampak serius. Maka, perlindungan tidak hanya dilakukan untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang-orang di sekitar kita.
Dalam konteks ini, peran tenaga kesehatan juga sangat krusial. Mereka tidak hanya menjadi garda terdepan dalam layanan medis, tetapi juga sebagai sumber informasi terpercaya di tengah maraknya misinformasi yang masih beredar. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya vaksinasi penguat, pola hidup bersih dan sehat, serta pencegahan penularan tetap harus menjadi bagian dari strategi komunikasi kesehatan.
Kita juga perlu menyadari bahwa COVID-19 bukan satu-satunya ancaman kesehatan masyarakat yang berpotensi menjadi KLB. Penyakit lain seperti demam berdarah dengue (DBD), chikungunya, hepatitis, bahkan zoonosis seperti flu burung bisa saja muncul atau meningkat kasusnya, apalagi di tengah perubahan iklim yang mempercepat perpindahan virus antarwilayah dan antarspesies. Maka, surat edaran ini juga berfungsi sebagai peringatan dini agar seluruh sistem kesehatan daerah bersiaga menghadapi kemungkinan tersebut.
Akhirnya, menjaga kewaspadaan adalah bentuk penghormatan kita terhadap perjuangan panjang menghadapi pandemi selama lebih dari tiga tahun terakhir. Kita telah kehilangan banyak hal: nyawa, waktu, kesempatan, dan stabilitas. Jangan sampai pengorbanan itu menjadi sia-sia hanya karena kita terlalu cepat melupakan.
Surat edaran itu bukan sekadar formalitas administratif. Ia adalah seruan untuk kembali memperkuat solidaritas, mengingatkan bahwa kita belum selesai dengan ancaman penyakit menular, dan mengajak semua pihak untuk tetap sigap. Karena kesehatan bukan hanya tanggung jawab tenaga medis atau pemerintah, tapi tanggung jawab bersama
————- *** —————–