Oleh :
Ani Sri Rahayu
Penulis Buku dan Konten Kreator
Pendidikan seharusnya menjadi jembatan bagi setiap individu untuk keluar dari jerat ketimpangan sosial. Namun, realitas di Indonesia menunjukkan hal sebaliknya. Pemangkasan anggaran pendidikan yang saat ini ramai disorot publik justru memperlebar kesenjangan, terutama bagi kelompok masyarakat miskin. Dengan berkurangnya alokasi dana, akses terhadap pendidikan berkualitas semakin terbatas, menciptakan lingkaran setan ketidakadilan yang sulit diputus. Jika kondisi ini terus berlanjut, bukan hanya kesenjangan ekonomi yang semakin tajam, tetapi juga mobilitas sosial yang kian terhambat, memperkuat ketidaksetaraan di dalam negeri.
Merosotnya kualitas dan akses pendidikan
Pengurangan anggaran pendidikan membawa dampak serius terhadap kualitas dan akses belajar di Indonesia. Fasilitas sekolah di daerah tertinggal semakin terbengkalai, jumlah beasiswa berkurang, dan kesenjangan antara sekolah negeri dan swasta makin lebar. Akibatnya, siswa dari keluarga kurang mampu semakin sulit mendapatkan pendidikan berkualitas, mempersempit peluang mereka untuk meraih masa depan lebih baik. Jika pemangkasan ini terus berlanjut, ketidaksetaraan dalam dunia pendidikan akan semakin mengakar, menghambat mobilitas sosial, dan memperburuk ketimpangan sosial di dalam negeri. Bahkan, salah satu dampak langsung dari pemangkasan anggaran adalah penurunan kualitas pendidikan, terutama di sekolah-sekolah negeri dan daerah terpencil.
Minimnya dana juga bisa berimbas pada keterbatasan fasilitas belajar, kurangnya tenaga pengajar berkualitas, serta sulitnya penyediaan bahan ajar yang memadai. Sekolah-sekolah di pelosok semakin tertinggal dibandingkan dengan sekolah di perkotaan yang masih memiliki akses ke sumber daya lebih baik. Akibatnya, kesenjangan pendidikan semakin melebar, membuat anak-anak dari keluarga kurang mampu semakin sulit bersaing. Selain merosotnya kualitas, akses pendidikan bagi kelompok rentan juga semakin terhambat. Pemangkasan anggaran menyebabkan berkurangnya beasiswa, meningkatnya biaya pendidikan, serta keterbatasan program bantuan bagi siswa miskin. Anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah semakin kesulitan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, mempersempit peluang mereka untuk memperbaiki taraf hidup. Jika kondisi ini terus dibiarkan, pendidikan yang seharusnya menjadi alat mobilitas sosial justru berubah menjadi faktor yang memperkuat ketimpangan.
Ketimpangan pendidikan yang semakin tajam akibat pemangkasan anggaran bukan hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada struktur sosial secara keseluruhan. Masyarakat miskin akan semakin sulit keluar dari lingkaran kemiskinan karena keterbatasan akses terhadap pendidikan berkualitas. Hal ini dapat memicu peningkatan pengangguran, menurunnya daya saing tenaga kerja, serta memperburuk kesenjangan ekonomi. Jika kebijakan ini tidak segera dievaluasi, ketidaksetaraan dalam negeri akan semakin mengakar dan berisiko menciptakan ketidakstabilan sosial di masa depan.
Dengan demikian, pemangkasan anggaran pendidikan bukan sekadar masalah keuangan, tetapi juga ancaman serius bagi kesetaraan dan pembangunan bangsa. Pemerintah perlu mempertimbangkan ulang kebijakan ini agar pendidikan tetap menjadi hak yang dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, bukan sekadar privilese bagi kelompok tertentu.
Ketimpangan pendidikan dan mobilitas sosial
Ketimpangan dalam akses dan kualitas pendidikan berkontribusi besar terhadap sulitnya mobilitas sosial dan ekonomi di Indonesia. Anak-anak dari keluarga miskin yang mengalami keterbatasan dalam pendidikan cenderung kesulitan mendapatkan pekerjaan layak, sehingga terjebak dalam siklus kemiskinan yang berulang. Di sisi lain, mereka yang mampu mengakses pendidikan berkualitas memiliki peluang lebih besar untuk meraih posisi ekonomi yang lebih baik.
Ketimpangan ini tidak hanya memperlebar kesenjangan sosial, tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan karena tidak semua individu memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan berkontribusi. Oleh sebab itu, pemerintah meski mengatasi potensi ketimpangan pendidikan dan mobilitas sosial sebagai konsekuensi dari efesiensi anggaran dengan berbagai solusi yang bisa ditawarkan.
Pertama, peningkatan anggaran dan distribusi dana pendidikan yang merata. Pemerintah perlu memastikan alokasi anggaran pendidikan yang memadai dan mendistribusikannya secara merata, terutama ke daerah tertinggal. Dana tersebut harus digunakan untuk meningkatkan fasilitas sekolah, memperbanyak beasiswa, serta mendukung pelatihan dan kesejahteraan guru.
Kedua, penguatan program beasiswa dan bantuan pendidikan. Perluasan akses beasiswa bagi siswa dari keluarga kurang mampu menjadi solusi utama untuk mengurangi ketimpangan pendidikan. Selain itu, kebijakan seperti subsidi buku, transportasi, dan makan siang gratis dapat membantu meringankan beban ekonomi keluarga miskin agar anak-anak mereka tetap bisa bersekolah.
Ketiga, peningkatan kualitas guru dan kurikulum yang adaptif. Pemerintah harus berinvestasi dalam pelatihan guru dan memperbarui kurikulum agar lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Dengan demikian, lulusan sekolah tidak hanya mendapatkan pendidikan formal, tetapi juga keterampilan yang dapat meningkatkan daya saing mereka di dunia kerja.
Keempat, kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Sektor swasta dan masyarakat dapat berperan dalam mempersempit ketimpangan pendidikan melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), penyediaan beasiswa, serta program mentoring dan pelatihan keterampilan. Kemitraan ini akan mempercepat pemerataan pendidikan dan membuka lebih banyak peluang bagi kelompok kurang mampu.
Kelima, pemanfaatan teknologi untuk pendidikan inklusif. Dalam era digital, teknologi dapat menjadi solusi efektif untuk mempersempit ketimpangan pendidikan. Pemerintah perlu memperluas akses internet dan perangkat teknologi bagi sekolah di daerah tertinggal, serta mengembangkan platform pembelajaran daring yang mudah diakses oleh semua kalangan. Dengan pemanfaatan teknologi yang maksimal, kesenjangan dalam akses pendidikan dapat dikurangi, sehingga peluang mobilitas sosial semakin terbuka bagi semua lapisan masyarakat.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan ketimpangan pendidikan dapat ditekan, sehingga mobilitas sosial meningkat dan pertumbuhan ekonomi menjadi lebih inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah juga perlu memastikan bahwa setiap kebijakan pendidikan yang diterapkan bersifat berkelanjutan dan tidak hanya menjadi solusi jangka pendek. Selain itu, evaluasi berkala terhadap efektivitas program-program pendidikan harus dilakukan agar penyesuaian kebijakan dapat segera diterapkan jika ditemukan kendala di lapangan. Dengan komitmen yang kuat dan sinergi dari berbagai pihak, pendidikan dapat benar-benar menjadi alat utama dalam menciptakan masyarakat yang lebih setara dan berkeadilan.
———— *** ————–