30 C
Sidoarjo
Tuesday, June 17, 2025
spot_img

Matematika Bukan Sekadar Angka, Menghidupkan Kelas dengan Design Based Research

Oleh:
Zul Jalali Wal Ikram
Mahasiswa S3 Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia.

Bayangkan suasana kelas matematika yang berbeda dari biasanya. Tidak ada lagi wajah-wajah tegang saat guru menulis rumus di papan tulis. Sebaliknya, siswa tampak antusias berdiskusi, bereksperimen, bahkan saling membantu memecahkan masalah yang berkaitan langsung dengan kehidupan mereka sehari-hari. Inilah gambaran kelas matematika yang dihidupkan oleh pendekatan Design Based Research (DBR)-sebuah inovasi yang perlahan mulai mengubah wajah pendidikan matematika di Indonesia.

Mengapa Matematika Sering Menjadi Momok?
Selama bertahun-tahun, matematika identik dengan hafalan rumus dan latihan soal yang monoton. Banyak siswa merasa matematika adalah pelajaran yang sulit, kaku, dan jauh dari realitas. Tak heran, survei internasional seperti OECD PISA 2009 menempatkan Indonesia di posisi 61 dari 65 negara dalam kemampuan matematika siswa (OECD, 2010). Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan cerminan tantangan nyata yang dihadapi dunia pendidikan kita.

Di balik angka-angka itu, ada cerita tentang siswa yang kehilangan kepercayaan diri, guru yang kehabisan cara, dan orang tua yang cemas akan masa depan anak-anak mereka. Namun, di tengah tantangan tersebut, selalu ada ruang untuk harapan dan perubahan. Salah satu harapan itu kini hadir melalui pendekatan pembelajaran yang lebih inovatif dan kolaboratif: Design Based Research.

Design Based Research: Menyulap Kelas Menjadi Laboratorium Hidup
Design Based Research, atau DBR, hadir sebagai jawaban atas kebutuhan pembelajaran yang lebih kontekstual, relevan, dan bermakna. DBR bukan sekadar metode penelitian, melainkan sebuah filosofi yang menempatkan kelas sebagai laboratorium hidup. Di sini, guru, siswa, dan peneliti berkolaborasi merancang, menguji, dan memperbaiki berbagai strategi pembelajaran secara berulang-ulang (Anderson & Shattuck, 2012).

Berita Terkait :  Kodim 0831/Surabaya Timur Amankan Pengesahan Warga Baru PSHT

Proses DBR dimulai dengan identifikasi masalah nyata di kelas. Guru dan peneliti bersama-sama merancang solusi, mengimplementasikannya di kelas, lalu mengevaluasi hasilnya. Jika masih ditemukan kendala, solusi tersebut diperbaiki dan diuji kembali. Siklus ini terus berulang hingga ditemukan pendekatan yang paling efektif dan sesuai dengan kebutuhan siswa (Bakker, 2018).

Bayangkan seorang guru matematika di sebuah SMP di Yogyakarta yang ingin membuat materi aljabar lebih mudah dipahami. Bersama peneliti, ia merancang model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Setiap kelompok siswa mempelajari bagian berbeda dari materi, lalu saling mengajarkan satu sama lain. Setelah diujicobakan, guru dan peneliti mengevaluasi hasilnya, memperbaiki bagian yang kurang efektif, lalu mencoba lagi hingga menemukan formula yang paling pas. Hasilnya, siswa tak hanya lebih paham aljabar, tetapi juga lebih percaya diri dan aktif berdiskusi (Rahmawati, 2021).

Bukti Nyata di Lapangan
Keajaiban DBR bukan sekadar teori. Berbagai penelitian membuktikan efektivitasnya. Sebuah meta-sintesis dari 10 jurnal nasional dan internasional menunjukkan bahwa penerapan DBR dengan pendekatan matematika realistik mampu meningkatkan pemahaman konsep dan motivasi siswa secara signifikan (Suryadi & Suryadi, 2022). Hasil penelitian tersebut menegaskan bahwa DBR tidak hanya mengembangkan teori pembelajaran, tetapi juga memberikan solusi praktis yang efektif di kelas.

Contoh lain datang dari Jakarta, di mana media pembelajaran berbasis Augmented Reality (AR) dikembangkan untuk materi bangun ruang. Melalui aplikasi AR, siswa dapat melihat dan memanipulasi model 3D bangun ruang secara langsung. Konsep yang sebelumnya abstrak kini menjadi nyata di depan mata. Evaluasi menunjukkan nilai rata-rata kelas meningkat 20% setelah penggunaan media ini (Putra & Pramudiani, 2020).

Berita Terkait :  Dispendik Gresik Pastikan Kekurangan Dana BOSDA Tahun 2023 Cair Pekan Ini

Di Surabaya, DBR digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika. Siswa dilibatkan dalam merancang soal kontekstual yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, seperti menghitung kebutuhan bahan makanan untuk keluarga atau mengatur anggaran bulanan. Hasilnya, kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa meningkat pesat (Sari & Wulandari, 2021).

Selain itu, pendekatan desain didaktis yang merupakan bagian dari DBR juga terbukti efektif mengatasi kesulitan siswa dalam penalaran matematis pada materi geometri dan kesebangunan (Jurnal Didaktik Matematika, 2021). Implementasi desain ini meningkatkan kemampuan kognitif siswa secara signifikan dan mengurangi hambatan belajar.

DBR: Menyatukan Teori dan Praktik
Salah satu kekuatan utama DBR adalah kemampuannya menjembatani teori dan praktik. Guru tidak lagi menjadi pelaksana pasif, melainkan inovator yang aktif mengembangkan dan menyesuaikan strategi pembelajaran. Proses iteratif-di mana desain diuji, dievaluasi, lalu diperbaiki-membuat pembelajaran selalu relevan dengan kebutuhan siswa (Bakker, 2018).

DBR juga mendorong kolaborasi. Guru, peneliti, bahkan siswa, duduk bersama sebagai mitra sejajar. Setiap masukan dan pengalaman menjadi bahan bakar untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik. Tidak ada solusi instan, tetapi setiap langkah kecil membawa perubahan yang berarti.

Tantangan dan Peluang
Tentu, perjalanan menerapkan DBR tidak selalu mulus. Dibutuhkan waktu, komitmen, dan keterampilan kolaborasi yang tinggi. Guru harus mau belajar hal baru, peneliti harus terbuka terhadap dinamika kelas, dan sekolah perlu memberikan dukungan penuh. Namun, hasil yang diperoleh sepadan dengan usaha yang dilakukan.

Berita Terkait :  Gus Fawait Gerak Cepat Bangun "Jember Baru, Jember Maju": Fokus Aktifkan Bandara untuk Dorong Ekonomi

Pemerintah dan institusi pendidikan juga memegang peran penting. Pelatihan yang memadai, penyediaan sumber daya, serta kebijakan yang mendukung inovasi menjadi kunci suksesnya implementasi DBR di sekolah-sekolah Indonesia (Suryadi & Suryadi, 2022). Jika dukungan ini terus diperkuat, bukan tidak mungkin DBR akan menjadi budaya baru dalam pembelajaran matematika di Indonesia.

Menuju Masa Depan Pendidikan Matematika yang Lebih Hidup
Matematika seharusnya bukan sekadar kumpulan angka dan rumus, melainkan alat untuk melatih logika, kreativitas, dan kemampuan memecahkan masalah. Melalui Design Based Research, kelas matematika bisa menjadi ruang yang hidup, interaktif, dan penuh inspirasi.

Sudah saatnya kita meninggalkan paradigma lama yang menempatkan matematika sebagai pelajaran “menakutkan”. Dengan DBR, kita bisa menghadirkan pembelajaran yang lebih humanis, menyenangkan, dan bermakna. Guru menjadi fasilitator yang kreatif, siswa menjadi penjelajah pengetahuan, dan kelas menjadi laboratorium inovasi.

Jika perubahan ini bisa dilakukan secara masif dan konsisten, bukan tidak mungkin suatu saat nanti, Indonesia akan dikenal sebagai negara dengan pendidikan matematika yang inovatif dan berdaya saing tinggi di tingkat global.

Mari bersama-sama menghidupkan kelas, menginspirasi generasi, dan membuktikan bahwa matematika bukan sekadar angka-melainkan jendela menuju masa depan yang lebih cerah.

————- *** —————

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru