Surabaya, Bhirawa.
PT Fireworks Indonesia telah menggelar edisi ke-7 SUGAREX Indonesia 2025, pameran industri gula terbesar dan termapan di kawasan ini. Dengan tema “Membangun Masa Depan Manis Indonesia melalui Inovasi, Teknologi, dan Keberlanjutan di Industri Gula”.
.
Berlangsung pada 12-13 November 2025 di Dyandra Convention Centre (DCC) Surabaya, acara tahun ini akan mempertemukan lebih dari 80 peserta pameran dari Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Jerman, India, Korea, Cina, dan sekitarnya serta menampilkan inovasi mutakhir untuk rantai nilai industri gula secara global.
“Melalui SUGAREX Indonesia 2025, kami bertujuan untuk memperkuat kemitraan dan menyoroti gelombang teknologi berikutnya khususnya solusi AI dan Industri 5.0 yang akan membantu industri gula Jawa Timur mencapai efisiensi yang lebih besar, memperluas kapasitas produksi, dan mengadopsi praktik berkelanjutan untuk tetap kompetitif secara global,” terang Group CEO Fireworks Trade Media, Kenny Yong, Rabu (12/11).
Kenny menambahkan pameran ini berfungsi sebagai platform yang dinamis bagi penyedia teknologi, pemilik perkebunan gula, penyulingan, dan pemangku kepentingan industri untuk berjejaring, bertukar wawasan, dan mengeksplorasi peluang bisnis baru. Bahkan pameran ini juga dihadiri sekitar 3.000 pelaku bisnis dan pengambil keputusan dari berbagai wilayah Asia, terutama Jawa Timur.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, Adik Dwi Putranto menegaskan Kadin Jatim berkomitmen mendorong transformasi digital dan adopsi teknologi Industri 5.0 di sektor pergulaan nasional. Langkah ini diyakini menjadi kunci dalam mewujudkan industri gula yang modern, efisien, dan berkelanjutan, sejalan dengan peran strategis Jawa Timur sebagai penghasil gula terbesar di Indonesia.
?Adik menjelaskan, momentum SUGAREX menjadi ruang strategis bagi pelaku industri untuk beradaptasi dengan era baru digitalisasi. “Industri gula harus segera bertransformasi. Pemanfaatan teknologi digital dan penerapan prinsip Industri 5.0 bukan lagi pilihan, tapi keharusan jika ingin bertahan dan berkembang,” jelasnya.
Sebagai provinsi penghasil gula kristal putih terbesar, Jawa Timur menyumbang sekitar 50 persen dari total produksi nasional. Data terbaru menunjukkan bahwa pada 2024 luas lahan tebu di provinsi ini mencapai 229.869 hektar, menghasilkan sekitar 1,22 juta ton gula dengan rendemen 7,47 %.
Angka tersebut berkontribusi signifikan terhadap produksi gula nasional yang diperkirakan mencapai 2,6 juta ton pada 2024/2025. Dengan kontribusi sebesar itu, kata Adik, transformasi digital di sektor pergulaan Jawa Timur otomatis akan berdampak langsung pada ketahanan pangan nasional. “Kalau Jatim mampu mempercepat modernisasi pabrik dan mengintegrasikan teknologi cerdas, maka separuh tantangan produksi gula nasional sudah bisa kita jawab dari sini,” ujarnya.
Menurut Adik, industri gula tengah menghadapi tantangan besar. Mulai dari rendahnya produktivitas lahan, usia pabrik yang sudah tua, hingga rantai pasok yang belum efisien. Tak hanya itu, perubahan iklim dan tuntutan keberlanjutan juga semakin menekan sektor ini untuk berinovasi. Namun, di tengah tantangan tersebut, peluang terbuka luas dengan hadirnya teknologi digital, kecerdasan buatan (AI), dan sistem otomasi cerdas yang mampu meningkatkan efisiensi produksi.
Kadin Jatim memandang, penerapan Industri 5.0, yang mengedepankan kolaborasi antara manusia dan mesin, akan membawa sektor pergulaan menuju efisiensi tinggi sekaligus keberlanjutan. Teknologi seperti sensor tanah, traktor otomatis, pemantauan produksi berbasis Internet of Things (IoT), hingga digitalisasi rantai pasok akan mempercepat proses modernisasi dari hulu hingga hilir.
Dukungan riset pun mengalir dari kalangan akademisi dan lembaga penelitian. Kepala Divisi Bisnis Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI), Risvan Kuswurjanto, menegaskan bahwa riset merupakan dasar dari seluruh inovasi industri.
“Kami mendukung penuh transformasi ini karena teknologi baru, seperti traktor otomatis dan sistem produksi pabrik berbasis efisiensi berasal dari riset mendalam. Kami juga terus mengembangkan varietas benih tebu unggul serta riset produk hilir seperti minuman dari tebu,” paparnya.
Dan Kadin Jatim menilai, kolaborasi antara dunia usaha, riset, dan pemerintah menjadi prasyarat utama keberhasilan digitalisasi industri gula. Organisasi ini juga mendorong adanya pelatihan bagi petani tebu untuk memahami penerapan teknologi baru serta membuka akses kemitraan dengan penyedia solusi digital dari dalam dan luar negeri.
Kadin Jatim menegaskan bahwa transformasi digital di sektor pergulaan tidak hanya berdampak pada efisiensi ekonomi, tetapi juga pada ketahanan pangan nasional. Dengan digitalisasi, produksi bisa dipantau secara real-time, distribusi lebih cepat, dan potensi kehilangan hasil panen bisa ditekan. “Ini bukan sekadar soal mesin dan data, tetapi soal menjaga keseimbangan antara teknologi, manusia, dan keberlanjutan lingkungan,” tegas Adik.
Untuk itu, Kadin Jatim mengajak seluruh peserta, investor, dan pelaku industri untuk menjadikan SUGAREX Indonesia 2025 sebagai tonggak kebangkitan industri gula nasional yang cerdas dan berdaya saing global. “Jawa Timur terbuka luas untuk investasi dan kemitraan strategis di sektor pergulaan dan turunannya. Kami siap menjadi pusat inovasi gula Indonesia yang modern, inklusif, dan berkelanjutan,” pungkasnya.[riq.ca]


