Oleh :
Wahyu Kuncoro
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya; Pemimpin Redaksi Harian Bhirawa
Jejak-jejak budaya dengan kandungan pesan kearifan lokal (local wisdom) telah secara sempurna terangkum menjadi nilai- nilai dasar dalam 5 sila Pancasila. Kearifan lokal adalah filsafat yang hidup di dalam hati masyarakat, berupa kebijaksanaan akan kehidupan, way of life, ritus-ritus adat, dan sejenisnya.
Kearifan lokal merupakan produk berabad-abad yang melukiskan kedalaman batin manusia dan keluasan rasionalitas dengan sesamanya serta menegaskan keluhuran rasionalitas hidupnya. Nilai-nilai kearifan yang tergali dari rahim negeri inilah yang selanjutnya menjadikan Pancasila sebagai sebuah fondasi filosofis (philosophische grondslag) yang menjadi jiwa bangsa Indonesia.
Menurut Jaques Derrida, meaning (makna) dari suatu teks itu unattainable (tak bisa dijangkau) dan unreachable ( tak bisa diraih) dan undefinable (tak bisa didefinisikan). Dalam bahasa Derrida, makna tidak bisa dibukukan, dituntaskan, dikejar hingga habis. Sebaliknya, menurutnya makna itu tercetus seperti traces (jejak jejak langkah kaki).
Secara metaforis Derrida hendak berkata suatu teks sungguh terlampau jauh untuk bisa diraih maknanya secara penuh, tetapi yang bisa diketahui adalah bahwa kebenaran-kebenartan makna itu nyata dalam perjalan manusia yang menghidup teks tersebut. Bila dikaitkan deegan teks Pancasila, maka hampir tidak mungkin membukukan suatu makna yang sudah selesai perihal teks sila-sila Pancasila.
Makna “Ketuhanan” misalnya tidak mungkin direduksi dalam suatu frase yang selesai, demikian juga dengan “Kemanusiaan”. “Persatuan”, “kerakyatan” dan “Keadilan” dalam Pancasila. Makna yang bisa kita tuliskan mengenai Pancaila – konteks kebijaksanaan lokal ialah traces, berupa pluralitas jejak-jejak perjalanan aneka narasi kehidupan, tradisi, ritual, mitos, upacara selamatan, sastra yang ada dalam masyarakat.
Demikianlah kearifan lokal – Pancasila menjadi mungkin, justru karena keluhuran nilai-nilai Pancasila ada dalam penghayatan bangsa Indonesia serta nyata dan terus menerus, (Armada Riyanto : 2015).
Perspektif ini menjadi relevan untuk menjelaskan mengapa hari ini banyak orang merasa galau dengan masa depan Pancasila. Ada kekhawatiran Pancasila hanya akan jadi cerita pengantar tidur bagi anak cucu kita kelak, kalau generasi sekarang tidak segera menemukan ‘kesaktian’ Pancasila dalam meredam dan menjawab berbagai persoalan kebangsaan yang terjadi.
Hemat penulis, apa yang menimpa Pancasila saat ini, sesungguhnya merupakan implikasi dari realitas yang secara sadar atau tidak telah terjadi secara perlahan-lahan dan terus terjadi. Apa itu?
Tidak lain adalah jejak-jejak kearifan lokal yang tersimpan –dalam tradisi hidup sehari-hari, dalam mitologi, dalam sastra yang indah, dalam bentuk ritual ritual penghormatan leluhur atau upacara ada, dalam wujud nilai-nilai simbolik bentuk rumah, dalam bahasa dan seni budaya– di negeri ini satu persatu hilang dan terus tergerus dan hilang diterkam keangkuhan modernitas dan kemajuan zaman.
Tercerabutnya nilai-nilai Pancasila di kalangan generasi muda yang terjadi hari ini sesungguhnya harus membuka mata kita akan pentingnya dihidupkan kembali nilai-nilai kearifan lokal yang ada di masyarakat.
Nilai-nilai kearifan lokal tersebut bisa dijadikan pegangan, tali pengikat, sebagai filter, di tengah ancaman kebersamaan, ancaman intoleransi, korupsi serta derasnya arus modernitas yang membawa anak muda kita ke dalam pilihan pragmatis, hedon dan profan.
Pancasila merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa untuk bangsa Indonesia yang beraneka ragam. Karena itu, Pancasila harus senantiasa dijaga, dipelihara dan diimplementasikan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Pancasila sudah final menjadi falsafah dan dasar negara Republik Indonesia. Bahwa Pancasila sudah final, tidak perlu diperdebatkan lagi untuk menjadi falsafah hidup dan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila telah terbukti menjadi wadah pemersatu bangsa Indonesia yang beraneka ragam.
Kita tidak perlu lagi mempersoalkan Pancasila karena nilai-nilai Pancasila berakar dari budaya bangsa kita sehingga terbukti Pancasila menjadi wadah pemersatu bangsa Indonesia yang beraneka ragam dan multikultutal. Yang perlu kita lakukan adalah menjiwai dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai Pancasila, seperti toleransi dan menghargai keberagaman harus mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia. Penting bagi kita bagaimana mewujudkan nilai-nilai Pancasila, seperti toleransi, menghargai keberagaman karena sejak dari awal Indonesia sudah plural.
Menyuburkan Kembali Akar Budaya
Di era modernisme dan globalisasi, berbagai ideologi masuk Indonesia dan mengancam keberadaan ideologi negara, yaitu Pancasila. Jika kita tidak kuat, maka kita akan mudah dirasuki oleh ideologi-ideologi lain, seperti liberalisme, komunisme, dan radikalisme Islam yang mengancam keutuhan dan ketahanan bangsa.
Karena itu, harapan agar merevitalisasi nilai-nilai Pancasila untuk memperkuat jati diri bangsa menjadi menemukan relevansinya. Pancasila harus menjadi pandangan hidup dan dasar negara, sehingga bangsa Indonesia tidak kehilangan roh. Kalau ideologi-ideologi lain itu dibuat manusia, tetapi Pancasila ditemukan oleh presiden pertama Bung Karno sebagai rahmat dari Tuhan. Pancasila itu bersifat batin sehingga tidak bisa dikalahkan oleh ideologi lain. Intinya, kita harus menjiwai dan mengimplementasikan Pancasila dalam sikap dan tingkah laku masyarakat Indonesia.
Indonesia adalah negara multietnis, agama, ras dan golongan. Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan kemajemukan budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Adapun Pancasila adalah ideologi yang bersumber dari kearifan lokal bangsa Indonesia yang sudah terbukti mampu menyatukan dan mendamaikan berbagai kemajemukan itu di Bumi Pertiwi. Dengan kekuatan kearifan lokal itu, Pancasila mampu menyelamatkan bangsa Indonesia dari berbagai gangguan dan ancaman perpecahan. Pancasila sebagai ideologi negara telah mengakomodasi kearifan lokal yang hidup di Nusantara seperti gotong royong, adat-istiadat, silaturahmi, dan lain-lain. Itu terdapat dalam sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
NKRI ini tetap berlangsung dan berjalan harmonis karena kekuatan dari nilai-nilai Pancasila itu. Maka pemahaman nilai Pancasila itu harus terus digalakkan, terutama kepada para generasi muda. Selain itu, pelestarian budaya, adat-istiadat dan kearifan lokal lainnya oleh berbagai pihak, pemerintah, dan masyarakat, yang didukung pula oleh ideologi negara, Pancasila dan Undang-undang 1945 sangat dibutuhkan saat ini dan pada masa yang akan datang.
Pancasila merupakan dasar dan falsafah bangsa yang sudah terbukti kesaktiannya dalam mempersatukan seluruh komponen bangsa dari Sabang sampai Merauke. Dalam perjalanan bangsa sejak kemerdekaan, Pancasila terbukti ampuh menjadi ideologi kunci dalam menjalankan roda kehidupan masyarakat Indonesia sampai saat ini. Tanpa Pancasila, bukan hal yang mustahil bangsa ini tidak bisa utuh seperti sekarang ini. Tanpa Pancasila, mungkin kita sudah tercerai-berai. Karena keragaman Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa, agama, hingga bahasa, sangat rentan pecah bila tidak ada pemersatu yang diyakini secara bersama. Belum lagi negara kita yang berbentuk kepulauan, tentu memiliki potensi yang tinggi untuk terpisah satu sama lain. Pada 1987, Pusat Survei dan Pemetaan ABRI merilis ada 17.508 pulau di Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Di sinilah pentingnya Pancasila sebagai dasar negara yang mampu menjadi perekat beragam perbedaan tersebut. Dengan Pancasila, berbagai perbedaan-perbedaan tersebut bukan lagi menjadi kelemahan. Kemajemukan bangsa ini menjadi sebuah kekayaan Indonesia yang jarang sekali dimiliki oleh negara lain. Masing-masing suku bangsa memiliki adat istiadat, bahasa hingga kesenian khusus yang menjadi identitasnya. Ada tari Pendet dari Bali yang sangat mendunia. Ada tari Saman dari Aceh yang juga sangat terkenal. Dan, itu semua menjadi kebanggaan nasional Indonesia. Semuanya masih ada dan menjadi identitas nasional karena peran Pancasila sebagai pemersatu bangsa. Artinya, Indonesia adalah Pancasila.
Kita sungguh percaya, ketika sumber-sumber kearifan lokal tersebut bisa hidup berkembang lagi, maka pohon besar Pancasila akan kembali menghijau kembali daun-daunnya. Kalaupun hari ini terlihat beberapa daunnya meranggas, mengering kemudian jatuh berguguran daun-daunnya itu karena kita telah melupakan akar budaya dari Pancasila yang mulai tercerabut dari kehiduapn kemasyarakatan kita hari ini.
———— *** —————


