Surabaya, Bhirawa
Pengawasan dan pengendalian terhadap peredaran minuman beralkohol (mihol) getol dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Salah satunya pengawasan telah dilakukan pada salah satu toko di kawasan Sidotopo Wetan. Toko tersebut sebelumnya ramai diperbincangkan di media sosial karena menjual mihol.
Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Perdagangan (Dinkopdag) bersama Satpol PP Kota Surabaya pun bergerak cepat melakukan pengecekan toko tersebut pada Rabu (9/4/2025). Dari hasil pengecekan, toko ini telah memenuhi Perizinan Berusaha Berbasis Risiko serta mengantongi Surat Keterangan Sub Distributor Minuman Beralkohol (SKMB Sub Distributor) yang diterbitkan oleh Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM.
Terkait fenomena ini, Sosiolog dan Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya (UINSA), Andri Arianto menilai bahwa kota-kota besar dan kosmopolit di Indonesia seperti Jakarta, Denpasar, Medan atau Surabaya, minuman beralkohol mudah dapat diperoleh.
“Hal ini dikarenakan pemerintah Indonesia memberikan perlindungan hukum terhadap distribusi minuman beralkohol dengan beberapa kualifikasi khusus golongan,” ujar Andri Arianto, Jumat (11/4/2025).
Selain itu, Andri menilai bahwa perlindungan hukum terhadap distribusi mihol merupakan bentuk kehati-hatian pemerintah dalam mempertimbangkan hak bagi warga masyarakat non-islam dan orang dewasa yang setuju untuk mengonsumsi mihol. “Termasuk pula memperkirakan kemungkinan efek larangan alkohol terhadap industri pariwisata dan perekonomian Indonesia,” katanya.
Namun demikian, Andri menegaskan bahwa legalitas tidak berarti peredaran mihol bisa berlangsung tanpa batas. Ia menyoroti dampak sosial dan kesehatan yang kerap ditimbulkan akibat konsumsi mihol. Salah satunya kasus kematian dan kecelakaan lalu lintas karena pengaruh alkohol.
“Upaya Pemkot Surabaya serius dalam membatasi peredaran minuman beralkohol tanpa izin layak diapresiasi dan perlu didukung sepenuhnya oleh warga Kota Surabaya. Minuman beralkohol meski legal tapi perlu pengawasan ketat,” jelas dia.
Menurutnya, pengawasan harus difokuskan pada tiga hal utama. Pertama, perlindungan terhadap anak-anak dan remaja dari paparan mihol. Kedua, mencegah potensi peningkatan kriminalitas seperti kekerasan dalam rumah tangga, tawuran dan kejahatan jalanan. Dan ketiga, menekan peredaran mihol ilegal yang kandungannya tidak jelas dan berbahaya bagi kesehatan.
“Jadi meski legal, minuman beralkohol tetap bukan barang yang bisa beredar bebas tanpa kontrol. Regulasi Perda (Peraturan Daerah) tetap bertindak tegas dari pemerintah kota dengan aparatur penegakannya,” tegas dia.
Andri juga menyoroti pentingnya pelibatan masyarakat dalam proses pengawasan. Ia menyebut bahwa peran warga sangat strategis untuk mendukung aparat pemerintah. Terutama dalam menyampaikan informasi mengenai potensi pelanggaran di lingkungan mereka.
“Meski Pemkot Surabaya dengan aparaturnya sudah memiliki regulasi, tapi tidak memungkinkan bisa selalu hadir di seluruh sudut kota. Di sinilah peran warga kota membangun informasi atas peredaran minuman beralkohol,” jelas dia.
Di samping itu, Andri menekankan pentingnya pengawasan terhadap kepatuhan pengusaha agar tidak menjual mihol berizin legal pada anak di bawah umur dan berada di zona yang diizinkan.
“Kerjasama ini memperkuat rasa memiliki terhadap ketertiban umum, sehingga masyarakat tidak hanya menjadi objek aturan, tapi juga sebagai subjek pengawasan,” tuturnya.
Meski demikian, Andri menegaskan bahwa kerja sama ini juga butuh keberlanjutan dan edukatif. Menurut dia, masyarakat juga perlu tahu mana yang termasuk pelanggaran dan bagaimana cara melaporkannya. “Jadi, selain pengawasan, penting juga ada sosialisasi dari Pemkot Surabaya,” tandasnya. [dre]