Dialektika demokrasi “Bersatu Siapkan Langkah Antisipasi Potensi Bencana Alam” di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Kamis (27/11/2025).
Jakarta, Bhirawa.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, mendesak Presiden Prabowo Subianto menetapkan status tanggap bencana menyusul cuaca ekstrem dan banjir besar yang melanda Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan Aceh dalam beberapa hari terakhir. Langkah cepat pemerintah sangat dibutuhkan karena situasi di lapangan telah menyentuh level darurat dan mengancam keselamatan warga.
Hinca mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk kembali rajin menanam pohon dan selamatkan hutan sebagai upaya menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Tidak saja di Sumatra, tapi di seluruh Indonesia. “Jangan sembarangan menebang pohon sebagai sumber kehidupan sekaligus menjaga kelestarian hutan dan lingkungan agar terhindar dari.berbagai bencana.”
Demikian Hinca dalam dialektika demokrasi “Bersatu Siapkan Langkah Antisipasi Potensi Bencana Alam” kerjasama KWP dan Pemberitaan Parlemen bersama Direktur Dukungan Sumber Daya Darurat (Dir Sumda BNPB) Agus Riyanto, dan Kasubbid Meteorologi Publik BMKG Agie Wandala di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Kamis (27/11/2025).
Menurut Hinca, fenomena cuaca ekstrem yang memicu hujan hingga 150 milimeter per hari dan angin kencang berkecepatan lebih dari 56 km/jam itu ātidak biasa dan belum pernah terjadi sebelumnyaā. āSudah banyak video yang kita lihat di media sosial, semua menyayat hati. Air deras membawa pohon, jembatan putus, kota gelap karena listrik padam. Bencana ini tidak ada yang tahu dan tidak bisa ditunda,ā ungkap Hinca.
Selama tiga hari terakhir lanjut Hinca, pihaknya berkomunikasi dengan keluarga, komunitas, dan relawan di berbagai daerah, termasuk Toba Raya, Tapanuli Tengah, Sibolga, hingga Medan, dan rumah-rumah sudah terendam hingga dinatas lutut termasuk.rumah mertuanya, sehingga harus diungsikan.
āBiasanya alur sungai menuju Belawan tidak pernah seperti ini. Siang ini ibu mertua saya harus diungsikan karena air masuk ke rumah. Medan gelap karena hujan ekstrem dan listrik padam,ā ujarnya.
Katena itu ia minta pemerintah pusat segera mengambil langkah cepat. āSaya kira presiden harus segera menetapkan status tanggap bencana. Ini urusan kemanusiaan. Negara harus hadir penuh, baik makanan, air, bantuan medis, maupun penyelamatan warga yang masih terancam,ā tambahnya.
Selain itu, Hinca meminta BMKG tidak lengah dan terus memperbarui informasi untuk daerah-daerah lain yang berpotensi terdampak, termasuk Riau yang berbatasan langsung dengan wilayah bencana. Juga media, ia berharap peran pemberitaan dapat mempercepat penyaluran informasi dan bantuan ke masyarakat.
āMedia adalah tempat masyarakat mencari informasi cepat. Tolong bantu kita, sesuai talenta dan kemampuan masing-masing, untuk menyelamatkan warga negara kita di manapun mereka sedang menghadapi bencana,ā pungkasnya.
Hujan Ekstrem
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan bahwa ancaman cuaca ekstrem di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Riau masih tinggi meskipun Siklon Tropis Anyar, yang tumbuh di Selat Malaka,.telah dinyatakan melemah pada Rabu (26/11/2025) pukul 07.00 WIB. Forecaster BMKG Agie Wandala Putra menegaskan bahwa kondisi siaga bencana hidrometeorologi tetap perlu diberlakukan mengingat hujan ekstrem dan angin kencang masih berpotensi terjadi dalam 24 hingga 72 jam ke depan.
Agie menekankan bahwa siklon yang awalnya dikenal sebagai bibit siklon tropis 95B itu merupakan fenomena langka karena tumbuh sangat dekat dengan wilayah Indonesia. āBiasanya badai tropis tidak terbentuk sedekat ini dengan Indonesia. Ini menjadi bukti bahwa perubahan iklim dan pemanasan global memberikan dampak nyata,ā ujarnya.
BMKG mencatat siklon telah melewati fase badai tropis, namun sirkulasinya masih aktif dan terus bergerak ke arah timur. Kecepatan angin masih mencapai 56 km/jam, cukup memicu pembentukan awan hujan intens di wilayah barat Indonesia. Dalam 24 jam ke depan, hujan lebat hingga ekstrem diperkirakan masih mendominasi Aceh, Sumatera Utara, dan Riau. Kondisi tanah yang sudah jenuh meningkatkan risiko banjir bandang, longsor, dan gangguan serius terhadap aktivitas penyelamatan di lapangan.
Ia menjelaskan Indonesia tengah memasuki fase hujan di atas normal akibat penguatan angin barat dan interaksi sistem monsun dengan gelombang tropis. Bahkan saat ini terdapat dua sistem badai yang dekat dengan Indonesia: satu di Laut Cina Selatan dan satu di sekitar Sumatera.
Sejarah mencatat fenomena serupa pernah terjadi, termasuk Tropical Cyclone Vamei (2001) dan Siklon Seroja (2021) yang melanda Nusa Tenggara Timur. Karena itu, Agie menilai penting bagi masyarakat untuk memiliki memori bencana yang lebih kuat agar respons cepat dapat dilakukan.
Agus Riyanto menegaskan kalau BNPB saat ini sedang.menangani penanggulangan bencana sejak terjadinya longsor di Cilacap, dan Banjarnegara Jawa Tengah, erupsi Gunung Semeru Lumajang.Jawa Timur dan sekarang sedang di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh. “Kita bersama-sama memprioritaskan keselamatan dan kesehatan warga terdampak, dan menangani korban dengan melibatkan berbagai tokoh dan elemen masyarakat setempat,” ungkapnya. (ira.hel).


