Hendra bersama support system yaitu rekan-rekan agen usai pertemuan bersama.
(FOTO: Dokumentasi Pribadi Narasumber)
Penulis: Ivana Clairine Sistiawan
Mahasiswa Fikom Universitas Ciputra Surabaya.
Pepatah mengatakan sedia payung sebelum hujan, begitu pula makna yang tepat perihal memilih asuransi sebagai jaminan untuk proteksi diri, tetapi sayangnya masih banyak orang yang salah kaprah terhadap pandangan kepada asuransi itu sendiri. “Stigma yang paling sering saya dengar katanya pihak asuransi itu pembohong, ada yang bilang juga perusahaan bodong” ucap Hendra (35) seorang agen asuransi swasta yang telah menggeluti perannya ini sejak tahun 2015.
Ia menyadari bahwa terdapat banyak mispersepsi yang terjadi selama ini terhadap kegunaan asuransi, dan disinilah tanggung jawab dari agen untuk dapat mengedukasi dengan lebih tepat.
Dalam kehidupan, terjadinya hal tidak diinginkan seperti kehilangan, terkena sakit penyakit, atau musibah lainnya mungkin dapat dialami oleh siapapun dan kapanpun. Selain itu kejadian tidak terduga dapat meninggalkan dampak berkelanjutan kepada pihak lainnya, termasuk ketidaksiapan untuk melanjutkan kehidupan.
“Asuransi itu bukan investasi atau tabungan, tapi ini adalah jaminan proteksi dari resiko buruk yang dapat terjadi. Katakanlah ada kejadian seorang ayah meninggal dunia, adanya asuransi setidaknya menjamin keberlangsungan dan masa depan dari keluarga yang ditinggalkan,” jelasnya.
Meskipun asuransi terlihat memiliki manfaat yang begitu baik tetapi nyatanya dilansir dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di tahun 2023 hanya 2,75 persen masyarakat Indonesia yang mengakses asuransi atau setara dengan 7,5 juta dari sekitar 275 juta jiwa.
Terdapat berbagai faktor penyebab rendahnya minat untuk memilih asuransi seperti tidak memiliki alokasi dana, tidak mengerti benefit yang didapatkan, hingga kurangnya kepercayaan terhadap citra perusahaan asuransi.
“Stigma asuransi belum terlalu bagus ya di Indonesia, beda sama luar negeri. Orang awam tahunya asuransi pembohong, sudah investasi 10 tahun terus katanya uangnya hilang padahal merasa ga pernah klaim apa-apa, akhirnya masuklah ke berita di luaran sana orang merasa ditipu dengan asuransi, dan bikin citra asuransi jelek di mata orang,” paparnya
Menurutnya, keresahan terhadap perspektif masyarakat pada asuransi yang keliru selama ini. Padahal pandangan tersebut disebabkan oleh karena minimnya pemahaman terhadap produk asuransi itu sendiri, ia percaya bahwa asuransi adalah produk yang bernilai dan bermanfaat.
Walaupun sempat mendengar stigma yang tidak sesuai dimana asuransi acapkali dipandang sebelah mata, ia tetap teguh untuk mengambil keputusan berpindah profesi dalam perusahaan bidang jasa ini.
Prosesnya tentu tidak mudah, ada penyesuaian yang terjadi dari pekerja kantoran dan kemudian harus banyak menghabiskan waktu untuk terjun langsung ke lapangan dan membangun koneksi-koneksi baru. Berawal dari 2 tahun memulai karir sebagai agen paruh waktu sebelum menjadikan ini sebagai pekerjaan utama, ia banyak menghabiskan waktu hingga hari ini untuk terus belajar. Pengembangan diri dilakukan untuk mengasah kemampuan serta wawasan terutama dalam bidang public speaking dan kemampuan berkomunikasi antarpribadi untuk bisa menjalin relasi yang baik dengan orang lain yang merupakan calon klien atau yang biasa disebut juga sebagai nasabah.
Ia menambahkan, asuransi adalah bentuk business to people marketing, yang menekankan nilai personalisasi dengan pendekatan kepada klien untuk memastikan mereka mendapatkan kepuasan dalam pelayanan dan sesuai dengan kebutuhan. Peran komunikasi menjadi begitu penting baik dari perkenalan, penawaran, hingga memastikan relasi tetap terjalin baik sebagai bentuk tanggung jawab dari seorang agen kepada kliennya. Komunikasi berlangsung mulai dari membuka percakapan, lalu memulai perkenalan kepada calon-calon klien baik melalui pertemuan langsung atau menghubungi dengan telepon dan media komunikasi lainnya.
Sejak awal Hendra selalu berprinsip untuk selalu jujur dan transparan sebagai bagian dari etika komunikasi yang ia lakukan kepada orang-orang yang dihubungi, dengan jelas ia menyampaikan tujuannya menawarkan jaminan proteksi, kemudian membuat janji temu untuk bisa menjelaskan lebih jauh.
“Dari awal aku info bahwa aku mau menawarkan produk yang bagus untuk perkembangan finansial nih,” ucapnya.
Dalam pertemuan langsung biasanya ia melontarkan pertanyaan seputar pekerjaan, kondisi kesehatan, kebutuhan saat ini, kondisi keluarga, dan keresahan lainnya yang mungkin bisa dibantu dengan adanya asuransi. Sepanjang pembicaraan, ia juga memastikan semua masih dalam batasan yang wajar baik dalam lontaran pertanyaan yang ia ajukan ataupun topik yang dibangun.
Semua yang telah disampaikan ia akan simpan dengan baik sebagaimana nilai etika yang seharusnya diterapkan.
Bagi Hendra, terdapat tiga kriteria dari calon klien yang akan ditawarkan produk proteksi yaitu sedang dalam kondisi sehat jasmani, cukup mumpuni secara finansial, dan jujur sejak awal dalam komunikasi dengan agen.
Pertama, perihal kondisi kesehatan menjadi hal yang wajib dipastikan karena ini termasuk syarat utama sebelum membeli asuransi, supaya di lain waktu tidak akan timbul kendala klaim yang gagal karena ternyata sudah punya riwayat penyakit sebelumnya.
Kedua, berkaitan dengan kondisi keuangan, agen perlu mengkonfirmasi apakah benar ada alokasi dana yang cukup untuk membayar premi di setiap periodenya.
“Kalau cuma sebulan dua bulan bayar setelah itu tidak bayar lagi sampai dia harus tidak makan kasihan juga, asuransi itu memang perlu sebagai fondasi, tapi kembali lagi dapur juga harus ngepul,” jelasnya.
Seorang agen asuransi perlu memiliki rasa empati terhadap kondisi dari calon kliennya, tidak melulu soal memaksakan kepentingan pribadi dalam mengejar pendapatan dalam artian tidak asal memaksakan penawaran kepada orang lain. Ketiga, calon klien adalah orang yang dapat pula dipercaya integritasnya, karena pernah ditemui ada oknum-oknum klien yang ternyata berpura-pura sakit, dan mengambil kesempatan untuk mencairkan dana sebanyak-banyaknya hingga merugikan pihak perusahaan. Untuk menghindari kejadian-kejadian tersebut, agen asuransi harus bijak dan cermat dalam memfilter calon kliennya.
Setelah mengetahui kebutuhan dari calon klien, Hendra biasanya menyiapkan bentukbentuk penawaran yang sesuai. Karena setiap orang tentu memiliki kebutuhannya masingmasing, bentuk penawarannya menjadi beragam tidak dapat disamakan antara satu dengan orang lainnya. Beberapa jenis asuransi yang dapat dipilih seperti asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi pendidikan, asuransi kendaraan, hingga asuransi hari tua. Hendra mengatakan bahwa sekitar 90 persen orang Indonesia yang membeli asuransi tidak paham deskripsi produknya. Mereka hanya tahu besaran premi dalam arti jumlah pembayaran yang telah disepakati yang harus dibayar dan kemudian sisanya bersandar penuh atau percaya saja dengan agen asuransinya. Dapat dipahami bahwa komunikasi menjadi aspek utama untuk menghindari adanya miskomunikasi di waktu mendatang dan memastikan klien dapat benefit dengan maksimal.
Dalam menyampaikan penawaran produk, ia tidak hanya berfokus kepada menjanjikan benefit-benefit yang menguntungkan, tetapi ia selalu membiasakan untuk menyampaikan detail produk secara jujur baik dari kelebihan dan kekurangan. “Insurance itu kan orang beli ke kita karena trust-nya jadi kita harus apa adanya, ngobrol bahwa produknya seperti ini bagusnya ini kurangnya ini,” jelas Hendra memaparkan prinsipnya untuk selalu menjaga kepercayaan yang diberikan oleh calon kliennya.
Sekali pertemuan tidak selalu ditutup dengan persetujuan, terkadang mereka butuh waktu untuk memahami dan merundingkan terlebih dahulu, dan juga ada kemungkinan penolakan karena berbagai faktor. Agen perlu memiliki kesiapan untuk merespon penolakan dengan benar. Jika ada ketidaksesuaian perihal besaran premi, biasanya akan dilakukan penyesuaian atau negosiasi untuk mencari titik temu dari keberatan yang dirasa. Tetapi bila pada kala itu belum terjadi kesepakatan yang biasa dalam asuransi disebut closing atau dealing, ia tetap akan mengkomunikasikan dengan baik. Harapannya jalinan relasi tetap terjaga dan barangkali ada kesempatan di lain waktu, karena mungkin saja kala itu bukanlah waktu yang tepat.
Di sisi lain, ketika terjadi closing dengan klien, peran agen bukan selesai sampai di titik itu saja melainkan proses setelahnya pun menjadi tanggung jawab. “Kalau memang satu kota, kebanyakan pasti aku datang ke rumah sakit untuk bantu klien saat proses masuk proses keluar,” paparnya. Komunikasi dengan klien intens pula dijaga, dengan menanyakan kabar melalui sosial media, mengapresiasi setiap pencapaian, dan juga berkunjung atau bertamu. Semua ia lakukan sebagai upaya tanggung jawab yang tulus dari hati untuk orang-orang yang telah memberikan kepercayaan kepadanya. Bahkan sempat ada momen dimana ia sampai menjadi “tempat curhat” dari para klien yang sebenarnya menunjukkan bagaimana kepercayaan klien telah terbangun begitu kuat.
Hendra mengatakan bahwa ada tiga level prospek klien dalam bidang kerjanya ini yaitu pertama, orang yang dekat yang digambarkan dengan adanya nomor kontak di handphone maupun terkoneksi via sosial media dan cukup sering berinteraksi. Kedua adalah referensi dari orang yang ada di level pertama, dimana ada sisi kedekatan dan kepercayaan yang telah terbangun kurang lebih 20-30%. Pada level ketiga adalah orang-orang baru yang tidak kenal sebelumnya, datang dengan sistem door-to-door yang jelas belum memiliki nilai kepercayaan kepada produk dan agen itu sendiri. Bertemu dengan beragam karakter orang dengan latar belakang yang berbeda-beda, membuatnya terus belajar untuk bisa melakukan pendekatan dengan berbagai metode komunikasi hingga dapat menunjukkan kredibilitas diri dan perusahaan di mata calon nasabahnya.
Melalui perjalanan yang panjang mengemban profesi ini, baginya ada beberapa hal yang disimpulkan sebagai bentuk persiapan untuk menjadi seorang agen asuransi. Pengetahuan terhadap produk (product knowledge) menjadi aset utama. Sayang sekali jika bertemu dengan calon klien berujung tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan seakan minim kesiapan sehingga menimbulkan keraguan. Selain itu wajib memiliki mental yang kuat karena menurutnya asuransi adalah bisnis penolakan, sekali ditolak bukan berarti menyerah dan berhenti berkomunikasi. Kemudian, perihal beretika terutama dalam memegang nilai kejujuran, dalam kamusnya kebutuhan nasabah lebih tinggi dibandingkan keuntungan pribadi.

PEDULI: Hendra (kanan) mengunjungi klien yang sedang dalam masa pemulihan di rumah sakit.
(FOTO: Dokumentasi Pribadi Narasumber)
Menjalani karir sebagai agen asuransi ada beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi seperti terlampir pula pada peraturan OJK No.69/POJK.05/2016, antara lain memiliki sertifikat keagenan, terdaftar di OJK, serta memenuhi kode etik yang ditetapkan oleh perusahaan. Lebih lengkapnya OJK telah membuat surat edaran untuk mengatur lebih lanjut mengenai saluran pemasaran produk asuransi. Diantaranya terdapat dua aturan yang selalu dipegang oleh Hendra adalah tidak melakukan twisting yaitu tindakan membujuk klien yang telah terikat pada asuransi tertentu untuk mengganti dengan polis yang baru dan tidak berpijak pada banyak lisensi perusahaan, ia fokus kepada satu instansi yang dipegangnya saat ini.
Selama berkarier kurang lebih sembilan tahun, tentu tidak selalu mulus prosesnya. “Pas presentasi pernah juga disiram sama air sama orang yang anti asuransi, dia menganggap asuransi itu riba,” ceritanya perihal salah satu pengalaman kurang menyenangkan yang pernah dihadapi. Meskipun begitu, ia tetap bersikap baik dan menghargai cara pandang orang tersebut. Adakalanya momen-momen berat dialami, mencari hal-hal positif selalu dipilihnya sebagai solusi. Berkumpul dengan para mentor atau rekan seperjuangan yang sudah berhasil memenuhi target dapat memotivasi kembali dirinya. Kepada mereka, ia biasanya meminta saran dan masukan untuk bisa memperbaiki kinerja.
Pikiran yang positif juga menjadi salah satu upaya untuk kembali menetralkan perasaan dan menata semangat untuk melanjutkan perjalanan. Tidak melulu soal pengalaman yang menyedihkan, ia juga merasakan banyak momen menyenangkan seperti ketika momen closing yang menandakan satu langkah kemajuan untuk bisa membantu orang terhindar dari namanya kendala finansial di masa mendatang.
Melewati banyak suka dan duka, hingga hari ini Hendra masih tetap mencintai profesi yang digelutinya. Bukan sekadar soal keuntungan yang didapat demi memenuhi kebutuhan hidup, profesi ini membawanya dapat menemukan rasa kebahagiaan yang tak terhingga ketika dapat menolong dengan memberikan nilai tambah atau value kepada orang lain melalui keputusan menata rencana finansial. Kegigihannya perlahan membuahkan hasil, saat ini ia dipercaya untuk menjabat sebagai leader dan memiliki tanggung jawab baru untuk memimpin timnya untuk bisa belajar dan berdampak bersama. Pekerjaan ini mengantarkannya dapat bertemu banyak orang dan disitulah ia merasa bahwa hidupnya dipakai untuk menjadi pembawa berkat dengan memberikan nilai manfaat kepada sesamanya.
Editor : Helmy Supriyatno.