Pencabutan pagar laut di perairan Tangerang, telah mencapai tahap 1 kilometer terakhir. Namun pemancangan pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer, berlanjut menjadi kasus pidana. Bareskrim Mabes Polri menemukan seperangkat alat pemalsu dokumen di kantor desa Kohod. Nelayan bisa bernafas lega, ekosistem pantai kembali bisa menjadi nafkah sehari-hari. Bahkan nelayan seluruh pantai utara Jawa juga lega, karena yakin, area laut tetap dijaga negara.
Area pesisir nyaris menjadi perburuan calo tanah, dengan cara reklamasi. Niscaya melibatkan perusahaan besar, yang disokong aparat desa yang tergiur penghasilan (haram) sangat besar. Ironis, karena sesungguhnya wilayah laut memiliki “penjaga” yang sangat banyak. Menurut Wakil Menkopolkam, terdapat 13 lembaga “penjaga” perairan Indonesia. Antara lain, yang utama, terdapat Badan Keamanan Laut (Bakamla), TNI Angkatan Laut, serta Polairud (Polisi Air dan Udara, dibawahkan Polri).
Selain itu masih terdapat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yang memiliki Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP). Ditjen PSDKP pula yang melakukan penyegelan pagar. Namun diakui Wamenpolkam, keseluruhan Lembaga memiliki kelemahan dalam hal berkoordinasi. Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPR, Wamenkopolkam menyatakan, setiap lembaga negara yang dimaksud tersebut mengedepankan ego sektoral.
Pasukan Marinir Wilayah Barat (Pasmar I), telah menyelesaikan pencabutan pagar laut. Sudah bersih, dari area Barat Tangerang di kecamatan Kronjo, hingga di area Timur di kecamatan Tanjung Pasir. Seluruhnya tuntas dalam 22 hari. Riuh pembongkaran pagar laut di perairan Tangerang, bagai perang menghadapi musuh. Sampai menggunakan alutsista (alat utama sistem pertahanan) TNI-AL, meluncurkan dua unit kendaraan tempur amfibi LVT-7 dan kapal patroli cepat.
Pembongkaran sampai habis pagar laut, akan diikuti penyidikan terhadap perizinan yang diduga menyimpang. Aparat Penegak Hukum APH) juga diperintahkan menyidik “jual-beli” sertifikat kavling laut. Secara khusus Presiden Prabowo Subianto, memerintahkan Panglima TNI, dan Kapolri, untuk menindak tegas Perusahaan yang melanggar peraturan pertanahan. Perintah yang sama juga diberikan kepada BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan), dan Jaksa Agung. Sembari di-ikuti pesan khusus “tidak ada perlakuan khusus.”
Mabes Polri telah menindaklanjuti laporan dugaan korupsi, dari berbagai kelompok masyarakat. Termasuk dari Ormas Keagamaan, dan masyarakat anti korupsi (MAKI). Direktorat Pidana Umum Mabes Polri telah menetapkan Kepala Desa Kohod (bersama beberapa orang), Tangerang, sebagai tersangka. Masyarakat akan “mengawal” ketat proses hukum pagar laut. Terutama memburu aktor intelektual. Tak peduli dilakukan oleh oknum Perwira Tinggi atau pimpinan partai politik.
Prabowo menegaskan, tidak segan mencabut izin perusahaan yang mengambil alih (menyerobot) lahan negara. Pembongkaran pagar laut, menjadi pembicaraan (dan perintah presiden) dalam Sidang Kabinet Paripurna di istana negara. Diikuti seluruh Kabinet dan pimpinan tinggi Lembaga Negara. Pemasangan pagar laut (dan sertifikasi area perairan laut), nyata-nyata pelanggaran secara sistemik.
Menteri Agraria mengungkap terdapat 263 bidang, atasnama beberapa Perusahaan (sebanyak 254 bidang) dan per-orangan (9 bidang). Penerbitan sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan), dan SHM, dipastikan melanggar aturan. UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, telah mengatur status sertifikat HGB pada pasal 35. Dinyatakan, bahwa Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah. Terdapat frasa di “atas tanah.” Bukan di atas air laut!
Sesungguhnya, kehadiran investor untuk membangun kawasan pesisir, bisa menempuh cara elegan (legal) berdasar UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
——— 000 ———