Usia Dibawah 7 Tahun Bisa Ikut SPMB SD
Surabaya, Bhirawa
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) telah mengeluarkan regulasi baru dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025. Dari beberapa regulasi itu, kebijakan SPMB di jenjang SD menjadi sorotan.
Sebab, jika sebelumnya penerimaan murid baru minimal 7 tahun untuk jenjang SD, tahun ini anak dengan usia kurang dari tujuh tahun dimungkinkan mendaftar ke jenjang pendidikan sekolah dasar dengan sejumlah syarat. Salah satunya memiliki kecerdasan atau bakat istimewa dan kesiapan psikis.
Menurut pakar Psikologi Pendidikan Universitas 17 Agustus 1945 Dr Isrida Yul Arifiana, S.Psi., M.Psi., Psikolog menilai kebijakan tersebut harus mempertimbangkan beberapa hal yang mendasar.
Menurut Isrida, pemerintah harus melihat kematangan anak, usia dibawah 7 tahun misalnya usia 5 tahun 6 bulan memang terlihat masih muda. Namun, selain mengacu pada patokan usia, pemerintah harusnya melihat aspek atau komponen yang lain. Misalnya perkembangan motorik anak, perkembangan kognitif atau pemahaman konsep dasar, perkembangan emosi dan perkembangan sosial.
“Jadi menurut saya , jika ada regulasi untuk usia dibawah 7 tahun, maka harus ditambahkan bukti pendukung (rekomendasi psikolog) yang menyatakan bahwa usia dibawah 7 tahun tersebut, misal yang 6 tahun kurang sudah siap atau matang secara psikologis untuk menempuh jenjang pendidikan sekolah dasar,” jelasnya, dikonfirmasi Bhirawa Rabu (5/3).
Sebab lanjut dia, seyogyanya dasar penetapan kesiapan anak masuk sekolah, bukan hanya dari usia. Akan tetapi melihat komponen lain. Selama ini, yg menjadi dasar usia 6-7 tahun, karena usia tersebut dinilai atau dikatakan “siap”. Mengingat tren saat ini bisa saja anak-anak usia yang lebih muda punya kapasitas intelektual yang luar biasa. Meski begitu harus juga dilihat dr aspek sosial dan emosi
“Maturity itu dasarnya bukan hanya sekedar bisa calistung, dalam konsep kami school maturity dasarnya dari komponen perkembangan (motorik, kognitif, sosial, emosi), komunikasi, motivasi dan lain-lain. Sepanjang dalam proses seleksi penerimaan dilengkapi bukti pendukung atau rekomendasi dari psikolog. Dan bisa ditambah dengan proses asesmen pendukung di sekolah,” jabar dia.
Dosen Psikologi Untag Surabaya ini juga menambahkan kebijakan yang dicetuskan pemerintah ini bisa saja untuk mengakomodir “anak anak yang punya kecerdasan luar biasa” atau potensinya sudah melebihi usianya.
Karena itu, jenjang sekolah dasar sudah seharusnya mempertimbangkan asesmen lain dalam penerimaan. Seperti asesmen perkembangan kognitif. Dalam hal ini guru dapat menyusun soal atau instrumen yang mengungkap kemampuan murid dalam membedakan bentuk, warna dan sebagainya.
Selanjutnya perkembangan motorik. Misalnya dengan melompat, berjalan di atas titian (motorik kasar) dan motorik halus misalnya dengan aktivitas sederhana menggunakan media pensil atau crayon.
Terakhir wawancara dengan calon murid untuk mengungkap kemampuan anak dalam memahami instruksi sederhana. “Tambahan lainnya misalnya wawancara dengan orangtua untuk mengungkap kemandirian dan relasi sosial anak. Kalau di SD negeri kita bisa buat instrumen perkembangan dan kuisioner,” pungkasnya.
Sementara itu, berdasarkan rilis Kemendikdasmen di Jakarta, regulasi baru SPMB untuk jenjang SD ini mensyaratkan beberapa poin yang harus diperhatikan orangtua.
Direktur Jenderal PAUD Dikdasmen Kemendikdasmen Gogot Suharwono menjelaskan kebijakan SPMB pada dasarnya memprioritaskan calon murid berusia tujuh tahun ke atas dalam penerimaan murid baru untuk jenjang pendidikan kelas satu sekolah dasar.
Ketentuan usia paling rendah untuk dapat mendaftar SPMB pada jenjang pendidikan kelas satu sekolah dasar ialah berusia 6 tahun pada tanggal 1 Juli tahun berjalan. Namun demikian, lanjutnya, ketentuan usia paling rendah enam tahun dapat dikecualikan menjadi paling rendah lima tahun enam bulan pada tanggal 1 Juli tahun berjalan bagi calon murid yang memiliki kecerdasan dan atau bakat istimewa dan kesiapan psikis.
Gogot menambahkan pemenuhan syarat kecerdasan dan bakat istimewa serta kesiapan psikis ini ditunjukkan melalui rekomendasi tertulis dari psikolog profesional. Jika rekomendasi psikolog profesional tidak tersedia, ia menyebutkan rekomendasi tertulis juga dapat dilakukan oleh Dewan Guru pada satuan pendidikan yang bersangkutan.
Tak hanya itu, ia pun menegaskan SPMB pada jenjang pendidikan kelas satu sekolah dasar juga tidak mensyaratkan calon murid baru untuk mengikuti tes kemampuan membaca, menulis, berhitung dan atau bentuk tes lain.
“Ini yang paling terakhir saya ingin menegaskan, bahwa calon murid kelas 1 SD tidak disarankan untuk mengikuti tes kemampuan membaca. Menulis, berhitung, atau bentuk tes lain. Tidak boleh ada lagi, tidak boleh ada,” katanya menegaskan. [ina.wwn]