28 C
Sidoarjo
Wednesday, November 27, 2024
spot_img

Tantangan Sektor Pertanian Lima Tahun Mendatang

Antara Impian dan Realitas

Oleh :
M Chairul Arifin
Purnabakti. Kementerian Pertanian

Lima tahun mendatang selama pemerintahan Prabowo – Gibran (2024-2029) telah dicanangkan Asta Cita yang antara lain , keinginan untuk berswasembada pangan . Publik selalu menyatakan bahwa swasembada itu adalah swasembada pangan beras yang pernah kita lalui dan rasakan ditahun 1983 waktu Presiden Soeharto mendapat mendali emas dari FAO (from the rice importer, to be self suffiency )dan berikutnya tahun 2022 mendapat penghargaan dari IRRI, Pusat Penelitian Padi International di Manila Philipina , Selepas tahun tahun itu kita tidak perna berswasembada lagi baik beras maupun sembilan komodoiti penting pertanian karena Indonesia selalu mengimpor komoditi tersebut. Padahal menurut ketentuan FAO apabila produksi dalam negeri suatu komoditi tIdak mampu memenuhi 10 persen dari kebutuhan konsumsi domestik belum swasembada.selama ini kita belum memenuhi tahapan swaembada. Beras iya tetapi komoditi yang lain tidak pernah. Artinya kita selalu impor atau kita belum swasembada dengan berbagai alasan. . Kkeinginan pemerintahan Prabawo Gibran unrtuk berswasembada pangan merupakan impian setelah melihat realitas ketersediaan pangan, tehnologi, sumber daya manusia dan permodalan. Upaya Swasembada . Langkah untuk swasembada pangan merupakan langkah yang baik dan tidak bisa dipaksakan pada tahun akhir pemerintahan Prabowo – Gibran yang pertama (2024-2029. Banyak variabel penting yang menentukan bisa tidaknya suatu negara untuk berswasembada pangan. Penting dimaksudkan dalam pengertiam swasembada pangan adalah kemampuan suatu negara untuk dapat mencukupi kebutuhan pangan penduduknya entah melalui impor atau cara lain . Negara negara Singapura , Jepang, Korea dan China misalnya Singapura dapat mempertahankan swasembada pangannya dengan berbagai cara. Singapore misalnya dengan cara food grabbing artinya menanam/beternak komoditi penting di negara lain (yang berdekatan untuk menjamin ketahanan pangannya dan Singapore ketahanan pangannya nomer wahid di dunia.) Dia sewa atau beli lahan untuk komoditi tertentu sehingga terjaminlah komoditi tersebut kendatipun negara kota itu tidak perlu cawe cawe panen dan kegiatan post harvest yang lain. Tinggal terima bersih saja. Itu yang terjadi waktu dia mau impor daging babi yang jumlahnya cukup besar bagi makanan penduduknya . Kepulauan Batam menjadi pilihan investasi. Tetapi di Indonesia situasi berbeda. Limpahan sumber daya alam berupa lahan dan tanaman serta beberapa sumber daya lainnya termasuk tenaga yang melimpah mengalami tatakelola tidak seperti negara lainnya Menuanya tenaga kerja. Masalah ketenaga kerjaan pertanian yang semakin menua ( Aging Population ) , ahli konversi lahan pertanian , degradasi , dan fragmentasi lahan menyebabkan sektor pertanian di Indonesia mengalami tantangan yang luar biasa . Ketenaga kerjaan pertanian yaitu tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian yang berumur diatas 50 tahun , pendidikan rendah hanya lulusan SD dan SMP menyebabkan mandegnya berbagai inovasi pembangunan pertanian . Tidak ada yang bisa diharapkan dari tenaga kerja yang menua dan kurang berpendidikan, Inovasi mandeg total diilapangan . Ada yang bertani hanya bekerja sesuai apa adanya secara turun temurun, tidak ada lompatan tehnologi. Menurut BPS tenaga kerja pertanian yang jumlahnya 36,37 persen bahkan menjadi terbesar di Indonesia karena menjadi 26,37 persen dari seluruh tenaga kerja.. Tingkat pendidikannya kita sudah sama sama tahu paling tinggi jebolan SMP (kalaupun lulus) . Jumlah tenaga kerja yang besar ini tidak menjamin tercapainya swasembada pangan. Konversi dan alih fungsi lahan Demikian juga terjadinya konversi ahli fungsi lahan pertaniaan ke non pertanian yang menurut para ahli berkisar 80 000,hektar sampai 150.000 hektar per tahun. Akibatnya berkurang luas baku sawah . Selama lima tahun terakhir pengurangan luas wilayah baku lahan sawah dari 7,7 juta hektar menjadi 7,1 juta hektar. Artinya selama lima tahun terjadi pengurangan lahan sawah 600 ribu lebih hektar berubah fungsi menjadi lahan non pertanian. Patut disadari karena pertumbuhan penduduk maka kebutuhan lahan untuk infrastruktur, jalan tol, bandara, pelabuhan dan pemukiman , serta berbagai industri lebih menjadi kebutuhan hidup warga . Masalah lain yang menjadi penghambat terjadinya swasembada pangan yang nantinya dikordinir oleh Meko Pangan adalah terjadinya degradasi lahan. Degradasi lahan adalah rusaknya produktifitas lahan akibat ulah manusia misalnya pemakaian pupuk an organik pada lahan yang masih massif terjadi. Menurut para ahli 70 persen lahan pertanian yang ada khususnya di pulau Jawa sudah mengalami sakit akibat pemakaian pupuk an organik, dan becana alam seperti banjir dan longsor. Melihat nasibnya lahan sakit ini maka upaya karbornisasi atau upaya pemulihan kembali wajib dilaksanakan dengan cara pemakaian pupuk berimbang antara an organik dan organik sehingga lahan produktifitasnya menjadi pulih. Ketahanan pangan, swasembada pangan dapat lebih terjamin tanpa sepenuhnya bergantung pada pupuk anorganik, Fragmentasi Masalah lainnya yang mengganggu swasembada pangan adalah fragmentasi lahan. Fragmentasi lahan terjadi karena adanya hak waris pada banyak keluarga tani di pedesaan . Lahan yang sudah sempit menjadi sempit lagi yang adakalanya di alih fungsikan oleh pewarisnya untuk kepentingan hidupnya. Data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang memang terjadi adanya fragmentasi lahan khususnya di desa desa pertanian di Indonesia . Upaya untuk alih fungsi baik untuk alih fungsi lahan, degarasi dan fragmentasi adalah dengan mengeluarkan regulasi perlindungan lahan untuk usaha pertanian abadi dipertahankan oleh pemerintah. Konversi lahan terjadi rata rata 150 ribu hektar setiap tahun tetapi pencetakan sawah baru rata rata 60.000 hektar per tahun yang akibatnya dapat dibayangkan mengancam ketahanan pangan. . Tetapi upaya ini belum optimal. Maka masalah swasembada pangan tidak saja menghadapi masalah produksi dan konsumsi saja tetapi juga oleh berbagai variabel lain yang tersembunyi yang terus terjadi setiap saat di masyarakat. Antara realit,as dan impian yaitu antara keinginan berswasembada pangan pada tahun tahun tertentu realitasnya akan tidak pernah tercapai kecuali berbagai permasalahan makro pembangunan pertanian terselesaikan lebih lanjut . Memang butuh waktu untuk yang akan dihadapi dalam menuju swasembada pangan .

Berita Terkait :  Optimalisasi Kompetensi Aparatur Pemerintah Desa

Semoga Menteri Pertanian dibawah koordinasi,Menko Pangan dapat menyelesaikan PR besar ini dengan tuntas.

————- *** —————-

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img