30.4 C
Sidoarjo
Wednesday, July 16, 2025
spot_img

Melawan Melalui Teks

Judul Buku : Siapa Yang Melawan Dari Dapur
Penulis : Dhianita Kusuma Pertiwi
Tahun : Mei 2025
Penerbit : Footnote Press
Halaman : 112 Halaman
ISBN : 978-6238-871865
Peresensi : Arif Yudistira
Tuan Rumah Pondok Filsafat Solo, Pegiat Sarekat Taman Pustaka Muhammadiyah

Saya tertarik membaca buku ini dari judul bukunya yang cukup impresif, “Siapa Yang Melawan Dari Dapur”. Kata ‘siapa’ di sini sudah cukup mengajak kita berdialog, mempertanyakan. Selanjutnya kita bisa menilik kata “melawan” dan kata “dapur”. Melawan apa?mengapa dari dapur?

Pikiran saya langsung menuju pada buku yang pernah diterbitkan Marjin Kiri dengan judul “Siapa yang memasak makan malam Adam Smith?” (2020) karya Katrine Marçal. Setelah membaca buku karya Dhianita Kusuma Pertiwi ini baru saya menemukan jawaban dari pikiran-pikiran saya tentang buku ini.

Merengkuh Teks
Cara Dhianita Kusuma Pertiwi memperlakukan buku terbilang unik. Bagaimana keunikan itu bisa dilihat dari ia membuka bukunya dengan kisah pribadi atau pengalamannya pribadi tentang tato. Kegemarannya tentang tato ini dikisahkannya di pembuka buku ini. Ia bahkan pergi ke Inggris, London. Ia sampai ke Inggris menato quote dari penulis favoritnya Virginia Woolf.

Pengalaman membaca buku adalah pengalaman yang tidak selalu mudah. Kita diajak untuk bertarung di dalam alam pikiran kita dengan ide, gagasan, cerita dan juga segala yang dikisahkan seorang penulis melalui tulisan-tulisannya.

Berita Terkait :  Bencana di Mata Penyair

Dalam pengalaman membaca itulah, kita tidak hanya berhadapan dengan teks, melainkan sesuatu yang ada di luar teks (konteks). Membaca buku bukan hanya dimaknai sebagai upaya kita menaklukkan terhadap apa yang sudah kita baca, tetapi lebih dari itu.

Dalam pengalaman kita memahami teks, memperlakukan teks , kita dihadapkan pada bagaimana membuat buku menjadi sesuatu yang ‘hidup’. Bagi saya, ini tidak selalu mudah sepanjang pengalaman saya menjadi ‘pembaca’ buku.

Melalui ulasan buku itulah, sejatinya kita bakal tahu, bagaimana seseorang memperlakukan teks, memperlakukan buku. Jika kita hanya memperlakukan buku sebagai sebuah teks yang selesai begitu saja, kita bakal menyimak ulasan yang lenyap begitu saja. Tetapi bila kita memperlakukan buku (teks) sebagai sosok yang mengajak kita dialog, mengajak kita mempertanyakan, bahkan melawan sesuatu yang salah, maka teks atau buku yang kita baca bakal menemukan sesuatu yang selalu aktual dalam hidup kita.

Siapa Yang Melawan Dari Dapur (2025) adalah sebuah cara merengkuh teks. Teks-teks yang ditulis, diulas, dan ditulis dalam buku ini adalah kerja merekam, mengabadikan, dan menyuarakan sekaligus suara dan karya penulis perempuan.

Itulah mengapa buku ini diberi subjudul ‘Catatan-Catatan Pembacaan atas Karya Penulis Perempuan’. Mari menyimak cara Dhianita membuka ulasannya dengan menautkan antara peristiwa dirinya menato tubuhnya dengan buku yang ia ulas. “aku teringat sejumlah penulis perempuan lain yang karya-karyanya memikat perhatianku. Nama pertama yang terlintas dalam kepalaku adalah Soe Tjen Marching, penulis asal Surabaya yang pertama kali kukenal kira kira pada 2016 sebagai aktivis isu pelanggaran HAM massal di Indonesia pada 1965-66” (h.4).

Berita Terkait :  Sengketa Tanah dan Metafora Tetumbuhan sebagai Penggerak Cerita

Melawan
Membaca Siapa Yang Melawan Dari Dapur (2025) kita diajak untuk menelisik, menyusuri dan menemukan makna “melawan”. Itulah yang dilihat Dhianita saat menyaksikan pertunjukan Suara-Suara Gelap Dari Dapur (2019). Pertunjukan itu menurut Dhianita telah berhasil menggugat konstruksi tentang dapur yang lumrah dinarasikan melalui media massa atau arus utama yang digerakkan oleh sistem ekonomi kapitalistik dan sistem sosial patriarki (h.43).

Sebagai kumpulan ulasan buku karya perempuan Indonesia, buku ini memang tidak mengkhususkan pada karya sastra, tetapi juga dari buku kumpulan esai atau pertunjukan. Seperti buku Tiny Moons: A Year of Eating in Shanghai (2020) yang ditulis Nina Mingya Powles, buku yang bercerita tentang kisah unik makanan.

Pembaca bisa menilik dari kalimat-kalimat Dhianita sebagai seorang penulis perempuan maupun pengulas karya perempuan yang menyuarakan lewat Siapa Yang Melawan Dari Dapur. Kita bisa menemukan narasi kritis atas pembacaan Dhianita atas buku-buku yang ia baca, teliti dan amati terkhusus tentang narasi Orde baru maupun komunisme. “Di Indonesia misalnya, memoir tentang kehidupan di penjara Orde Baru selama upaya pemberantasan komunisme masih didominasi oleh suara atau pengalaman laki-laki.” (h.64). Kita tahu, Dhianita selain giat sebagai penerjemah, ia juga menulis Buku Harian Keluarga Kiri (2016), Mengenal Orde Baru (2021) maupun Yang Terlupakan dan Dilupakan (2021).

Kekuatan catatan pembacaan buku yang dihimpun dalam buku Siapa Yang Melawan Dari Dapur (2025) terletak pada cara penulis merangkai cerita antara pengalaman membaca buku, dengan pengalaman penulis. Dhianita berhasil menghimpun ulasan pertunjukan, ulasan novel, maupun buku puisi dari para penulis perempuan menjadi satu kesatuan cerita yang saling memiliki benang merah satu sama lain. Mereka semua adalah para penulis perempuan yang melawan, bersuara dan menyatakan eksistensi mereka melalui tulisan.

Berita Terkait :  Kearifan Lokal sebagai Basis Pendidikan Karakter

Ulasan-ulasan dalam buku ini, membuka perspektif baru bagaimana kerja memperlakukan buku. Buku menjadi menyatu dalam olah tubuh, pikir dan juga cara kita melawan melalui teks.

————– *** —————

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru