Surabaya, Bhirawa
Rencana pemerintah memasukkan materi coding dan Artificial Intelligence (AI) kedalam mata pelajaran (mapel) pilihan mulai jenjang TK hingga sekolah menengah mendapat dukungan penuh dari akademisi. Kebijakan ini rencananya akan mulai diterapkan pada tahun ajaran 2025/2026, guna membekali siswa dengan keterampilan digital yang relevan di era teknologi dan mendapat dukungan penuh dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi).
Diungkapkan Ketua Program Studi Artificial Intelligence (AI) Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Dimas Aditya Putra Wardhana, S.ST., M.Tr.T., pengenalan konsep dasar AI sejak dini sangat penting di tengah perkembangan teknologi pesat. Selain membangun keterampilan teknis, pembelajaran coding dan AI juga melatih pola pikir logis, kreativitas, dan kemampuan pemecahan masalah.
“Mengenalkan AI tidak hanya melatih pola pikir komputasional dan analitis, tetapi juga mendorong kreativitas anak dalam menyelesaikan masalah secara sistematis, serta berpikir “out of the box”. Pemahaman AI akan menumbuhkan rasa ingin tahu dan inovasi, mendorong munculnya generasi unggul yang siap bersaing di dunia global dan menghadapi era Revolusi Industri 4.0 (atau bahkan 5.0),” jelasnya, Rabu (12/2).
Meski kebijakan Mendikdasmen ini dinilai langkah yang tepat, namun implementasinya harus dilakukan secara bertahap dan terstruktur. Menurut Dimas ada beberapa tantangan yang perlu diatasi sebelum penerapan AI dan Coding menjadi mapel pilihan.
Seperti, ketersediaan tenaga pengajar. Sebab, tidak semua guru memiliki latar belakang teknologi, sehingga pelatihan intensif dan pendampingan jangka panjang sangat penting. Guru-guru, kata dia, perlu dibekali keterampilan dasar coding serta pemahaman AI agar dapat mengajarkannya secara efektif.
“Kurikulum AI untuk anak SD dan SMP harus disusun dengan pendekatan yang tepat agar konsep-konsep AI yang tergolong kompleks dapat dipahami dengan cara yang sederhana dan menyenangkan. Materi pembelajaran harus relevan dengan usia dan tingkat perkembangan siswa,” jabar Dimas.
Selain SDM, pemerintah juga harus mempertimbangkan infrastruktur pendukung. Karena, tidak semua sekolah memiliki akses internet yang memadai atau perangkat yang mencukupi. Tantangan seperti ketersediaan komputer, tablet, jaringan internet, serta biaya operasional dan pemeliharaan perlu mendapat perhatian serius, terutama untuk sekolah di daerah terpencil.
Selain siswa, menurutnua orang tua juga perlu memiliki pemahaman literasi digital yang baik. Tanpa pemahaman mendasar tentang keamanan digital dan etika dalam menggunakan teknologi, pembelajaran AI bisa kurang berdampak positif.
Faktor lainnya yang harus dipertimbangkan adalah peran universitas dalam mendukung implementasi AI di sekolah. Sebagai institusi pendidikan tinggi, universitas memiliki peran strategis dalam mendukung implementasi AI di sekolah. Peran tersebut meliputi menyediakan SDM yang unggul dengan lulusan yang menguasai AI dan bisa menjadi pionir di bidangnya, termasuk menjadi pengajar, peneliti, maupun praktisi, menghasilkan riset-riset AI yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, industri, dan pemerintah.
“Di samping itu juga menjalin kerja sama dengan sekolah-sekolah dan dinas pendidikan untuk program pelatihan guru, pembuatan modul atau materi ajar, dan pendampingan dalam proses pembelajaran AI di sekolah, serta bekerja sama dengan pemerintah dan industri untuk mengembangkan kurikulum yang up-to-date dan selaras dengan perkembangan teknologi global,” terangnya.
Akademisi Untag Surabaya ini juga menilai, dengan adanya kebijakan baru ini, menandakan kesiapan dan kesadaran pemerintah akan pentingnya teknologi. Mengingat, di tingkat Perguruan tinggi, pengembangan dibidang AI dan Coding semakin dikembangkan melalui program studi teknologi seperti Artificial Intelligence dan Data Science.
Akan tetapi, di tingkat sekolah dasar dan menengah, tantangan seperti kualitas guru, keseragaman kurikulum, dan pemerataan sarana pendukung masih perlu diatasi. Kesenjangan digital antara perkotaan dan pedesaan juga menjadi kendala utama. Kerja sama antara pemerintah, perguruan tinggi, dan industri sangat diperlukan untuk menciptakan ekosistem yang kondusif.
“Kebijakan ini diharapkan menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih inovatif dan adaptif, membekali generasi muda dengan keterampilan coding dan AI untuk bersaing di tingkat global. Sinergi antara pemerintah, pendidikan, industri, dan masyarakat dalam membangun infrastruktur digital yang merata bukan hanya slogan, melainkan benar-benar mengangkat kualitas pendidikan dan mendorong kemajuan ekonomi dan sosial secara menyeluruh,” pungkas Dimas. [ina.wwn]