Kawasan pantai wisata Labuhan Bajo, menjadi destinasi wisata super prioritas Indonesia. Sudah kesohor pada tingkat global. Bersama empat super prioritas yang lain, akan memulai area wisata tanpa plastik. Terutama botol air minum kemasan. Tanpa plastik diharapkan bisa meningkatkan daya saing kunjungan wisata. Indonesia menempati peringkat ke-27 dalam 50 negara tujuan wisata global. Tetapi masih nomor dua di kawasan ASEAN (di bawah Singapura).
Ke-wisata-an nasional masih harus bergelut dengan sampah plastik. Terutama yang terbuang ke laut. Konon, Indonesia terdeteksi sebagai penyumbang sampah plastik terbesar ke-2 di dunia (setelah China). Selama tahun 2024, diperkirakan sampah plastik terbuang sebanyak 7,68 juta ton (setara 12% total seluruh sampah). Sebenarnya sekitar 73% sudah bisa ditangani. Tetapi sisanya berserakan di berbagai pinggir sungai, sampai terbawa hingga muara.
Ironisnya, sebanyak 350 ribu ton, terbawa arus sampai ke laut. Kini, seluruh dunia juga sibuk mengurangi timbulan sampah plastik. Tak terasa, sampah plastik menggerogoti keuangan daerah (kabupaten dan kota), melalui Dinas Kebersihan. Bahkan sudah mulai pelaksanaan memungut retribusi kantong plastik. Namun pada kawasan destinasi wisata utama, perlu digagas peraturan khusus larangan membawa botol (dan gelas) minuman kemasan plastik.
Maka Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, mulai melarang air botol (dan gelas) kemasan plastik dibawa masuk ke fasilitas wisata. Bukan hanya dilarang di area wisata. Melainkan juga dilarang dibawa masuk hotel, restoran, kapal wisata, kantor pemerintahan hingga warung makan pinggir jalan. Pengurangan potensi sampah plastik di area wisata, sebelumnhya telah dilakukan di seantero kawasan pulau Bali. Gubernur telah menerbitkan Surat Edaran, disertai sanksi.
Indeks ke-wisata-an nasional memperoleh peningakatan indeks yang dirilis World Economic Forum (WEF). Saat ini menempati peringkat ke-22, berdasar Travel and Tourism Development Index (TTDI. Sudah melompat 10 peringkat selama 5 tahun terakhir. Antara lain karena investasi pada sektor pariwisata naik pesat. Sekaligus berujung kenaikan kunjungan wisata, oleh wisatawan domestik, dan turis mancanegara. Pada tahun 2024, jumlah kunjungan turis manca ke Indonesia mencapai 13,74 juta orang. Naik 18%, tertinggi selama lima tahun.
Begitu pula kunjugan wisatawan domestik, tercatat sebanyak 1,22 milyar perjalanan. Naik 22% dibanding tahun 2024. Terutama pada saat mudik lebaran Idul Fitri, dan libur tahun baru. Ke-wisata-an, telah menjadi ekonomi kreatif, yang cukup handal. Bahkan di berbagai daerah diterbitkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pariwisata. Midalnya, di Jawa Timur, terdapat Perda tentang Desa Wisata. Bekonsekuensi penyediaan anggaran untuk membangun fasilitas, dan wahana wisata.
Seharusnya, setiap area wisata mematuhi unsur CHSE (Cleanliness, Health, Safety, Environment Sustainability). Yakni, bersih, sehat, aman (dan nyaman), serta berwawasan konservasi lingkungan. Namun ironis, ke-wisata identik dengan penambahan sampah. Terutama plastik, yang berasal dari air minum kemasan, dan aneka bungkus makanan. Menyebabkan pemandangan, dan aroma bau yang tidak sedap.
Banyak ekses negatif ditimbulkan oleh sampah plastik, berupa pengerasan tanah, sampai banjir bandang. Niscaya mengancam keberlanjutan area wisata. Terutama wisata alam, sangat bergantung pada kebersihan lingkungan. Sampah plastik sudah mengancam dunia. Dulu, bungkus (kemasan) plastik dianggap memiliki keunggulan. Tetapi sebenarnya, untuk membuat biji plastik diperlukan proses produksi dengan bahan-bahan kimia yang sulit diurai oleh alam (tanah).
Saat ini diperkirakan terdapat 500 juta sampai 1 milyar kantong plastik,. Untuk membuatnya, diperlukan 12 juta barel minyak per-tahun, dan 14 juta pohon ditebang. Semakin menjauh dari prinsip ke-wisata-an (konservasi lingkungan).
——— 000 ———