Adat masyarakat Jawa (di Kebumen), serta suku Banjar, dan Dayak, telah membuktikan upaya pelestarian alam, yang gigih. Melalui budaya lisan, dan praktik ekologi tradisional, menjadikan alam sebagai tempat berpijak yang harus di-mulia-kan. Kini kawasan bentang alam karst Kebumen, disebut sebagai “The Glowing Mother Earth of Java,” (Ibu Pertiwi Pulau Jawa yang Berkilau). Begitu pula pegunungan Meratus yang disebut “Raja Lima” karena struktur pemandangan mirip “Raja Ampat” di Papua.
Kawasan bentang alam Karst, Gombong Selatan, Kebumen (Jawa Tengah), dan pegunungan Meratus (Kalimantan Selatan), ditabalkan menjadi Geopark level dunia. Telah diakui UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan di bawahkan PBB). Pada sidang UNESCO ke-221, di Paris (April 2025), memasukkan sebagai UGGs (UNESCO Global Geoparks). Keduanya menjadi “Taman Bumi Global.”
Saat ini Indonesia memiliki 12 Geopark, yang tersebar di seantero kawasan nasional, tersebar dari Kaldera Toba (di Sumatra Utara), sampai Raja Ampat, di Papua. Berdasar catatan daerah, Geopark Kebumen, memiliki berbagai legenda, berkait nama daerah. Dahulu, memiliki nama asal Panjer, sejak Agustus tahun 1629. Berarti lampu yang menerangi. Maka pantas, Geopark Kebumen dijuluki “The Glowing Mother Earth of Java,” (Ibu Pertiwi Pulau Jawa yang Berkilau). Realitanya, terdapat batuan purba yang berwarna merah (berkilau).
Berubah nama menjadi Kebumen pada tahun 1936. Kebumen, artinya ilmu ke-bumi-an. Anehnya, seolah-olah Geopark Kebumen, sudah diancang-ancang bakal masyhur. terutama karena banyak bertebaran batuan bumi purba. Sehingga geopark Kebumen merupakan perwakilan geologi pulau Jawa yang menyimpan formasi batuan tertua di pulau. Salah satu titik utamanya adalah Karangsambung. Penampakana lam yang memperlihatkan pertemuan batuan samudra dan benua dari puluhan juta tahun lalu. Menjadi laboratorium geologi alami.
Kebumen juga menyuguhkan lanskap karst yang memikat, fosil purba, serta warisan budaya yang kuat. Wahana ke-wisata-an juga mencerminkan tradisi Jawa, kerajinan lokal hingga kekayaan kuliner daerah. Sinergi antara warisan alam dan budaya inilah yang memperkaya narasi geopark, menjadikannya destinasi pendidikan dan sekaligus budaya. Geopark Kebumen, juga melibatkan masyarakat di 22 kecamatan (374 desa). Memiliki areal seluas 1.138 kilometer perbukitan, dan 22 kilometer persegi berupa lautan.
Di bentang banua Kalimantan Selatan, juga tak kalah mentereng, mencuatkan perbukitan Meratus. Membentang hingga seluas 60 kilometer persegi, merupakan hamparan ofiolit (lembaran kerak samudera) tertua di Indonesia, berusia sekitar 200 juta tahun. Sangat dikagumi kalangan geologis, karena luas arealnya, melintasi delapan kabupaten hingga ke wilayah Kalimantan Tengah dan Timur. Pegunungan Meratus memiliki puncak tertinggi di gunung Halau-Halau (1.901 mdpl).
Keunikan Meratus menjadikannya sebagai laboratorium alam yang menyimpan beragam flora-fauna endemik. Antara lain seperti anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum), anggrek sendok (Spathoglottis urea). Pada alam fauna, terdapat bekantan, dan beruang madu. Yang terbnaru, juga ditemukan dua spesies burung, yakni sikatan kadayang (Cyornis kadayangensis) dan burung kacamata meratus (Zosterops meratusensis). Burung yang indah, dalam status dilindungi.
Setiap pengakuan internasional terhadap geopark kekayaan alam Indonesia bukan hanya menjadi kabar baik. Melainkan juga tanggung jawab pelestarian. Taman-taman bumi di Indonesia yang sudah diakui sebelumnya oleh UNESCO, sebanyak 10 geopark. Dengan geopark Ijen (Jawa Timur), memperoleh nilai tertinggi (873 poin). Sekaligus sebagai biosfer yang “mendinginkan” atmosfir bumi.
Melalui taman bumi, Indonesia menunjukkan kepada dunia bahwa pelestarian lingkungan bukan sekadar regulasi (aturan hukum). Tetapi juga adat dan budaya hidup masyarakat.
——— 000 ———