Panen raya padi sudah dimulai bersamaan menyongsong Idul Fitri 1446 Hijriyah. Namun sekaligus di-iringi perasaan was-was. Disebabkan ke-khawatiran anjloknya harga gabah, karena mutu panen tidak sesuai standar Bulog. Juga stok panen yang melimpah biasa menurunkan harga. Bisa jadi hasil panen tidak cukup menutup biaya hidup keluarga petani. Serta tidak dapat melanjutkan proses ke-pertanian-an berkelanjutan. Maka pemerintah memikul tanggunghjawab mengamankan hasil panen raya.
Panen raya 2025 bagai rapat besar ke-pertani-an dipimpin Presiden Prabowo Subianto (secara meeting zoom) bersama Forum Pimpinan Daerah 14 propinsi. Ini meng-ingatkan pada zaman presiden ke-2, pak Harto, melaksanakan temu wicara dengan petani saat panen raya. Karena kegigihan Presiden Soeharto, Indonesia bisa swasembada beras pada tahun 1986. Swasembada diperoleh melalui kerja keras program revolusi hijau, juga pembangunan irigasi pertanian. Serta benih unggul dan subsidi pupuk.
Sesuai perintah Presiden Prabowo, Bulog wajib memborong beras panen, sebanyak-banyaknya. Walau Buloga hanya diberi jatah sebesar Rp 16,6 trilyun untuk mengamankan CBP (Cadangan Beras Pemerintah). Jumlah stok yang ada ditambah target penyerapan 3 juta ton per-April 2025, maka total beras yang akan dimiliki Bulog bisa mencapai 5 juta ton. Diharapkan pada akhir tahun 2025 stok beras berada di antara 2,5 sampai 3 juta ton. Harga beras juga (diharapkan pula) akan stabil sesuai HET (Harga Eceran Tertinggi).
Tetapi panen raya masih perlu pencermatan untuk menghapus kekhawatiran petani. Selam aini petani masih menghadapi problem ke-pertani-an, pada on-farm (di ladang), dan off-farm (di pasar pangan). Problem di ladang, bisa jadi berupa padi tidak berkualitas, disebabkan kadar air yang tinggi akibat guyuran hujan dengan intensitas tinggi. Menyebabkan harga jual gabah murah. Begitu pula problem off-farm (di pasar) harga beras biasa turun (murah), karena stok melimpah. Petani merugi.
Pemerintah perlu menjaga harga gabah (dan beras) pada ke-ekonomi-an yang layak. Maka Badan Pangan Nasional, telah menetaopkan HPP (Harga Pembelian Pemerintah), berlaku sejak 15 Januari 2025. Yakni GKP (gabah kering panen) di Tingkat petani menjadi sebesar Rp 6.500,- per-kilogram, Sedangkan HPP untuk GKG (gabah kering giling) di penggilingan seharga Rp 8 ribu, serta GKG di Bulog seharga Rp 8.200,-.
Berdasar data BPS (Badan Pusat Statistik), potensi luas panen nasional (Januari hingga April 2025) seluas 4,14 juta hektar. Di-estimasi bisa menghasilkan 14 juta ton GKG. Tergolong estimasi pesimis, karena sebenarnya masih bisa digenjot sampai sekitar 23 juta ton. Jika ditambah dengan panen raya pada musim tanam padi kedua, bisa mencapai 46-an juta ton GKG. Akan menghasilkan beras sekitar 26,68 juta ton. Bukan jumlah beras yang melimpah. Karena untuk mencukupi kebutuhan nasional (sekitar 31 juta ton beras)
Sehingga masih harus menunggu panen kedua, secara parsial, pada bulan Juli, Agustus, dan Oktober. Terutama dari Jawa Timur. Maka benar Presiden memerintahkan Bulog menyerap beras hingga 2,4 juta ton (setara dengan 4 juta ton gabah). Namun juga patut diawasi segenap stake-holder ke-pertani-an. Terutama mutu rendemen gabah (dan beras), yang berujung harga panen yang akan diterima petani. Umumnya petani hanya pasrah, walau tidak puas.
Dibutuhkan campur tangan pemerintah melindungi harga ke-ekonomi-an gabah. Sekaligus perlindungan perekonomian rumah tangga. Pengendalian harga pangan menjadi mandatory undang-undang. Tercantum dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Pada pasal 13, dinyatakan, “Pemerintah berkewajiban mengelola stabilitas pasokan dan harga Pangan Pokok, ….”
——— 000 ———