32.6 C
Sidoarjo
Monday, October 7, 2024
spot_img

Guru yang Baik

Oleh :
Mulyanto
Guru SD Muhammadiyah 4 Surabaya

Meminjam ungkapan Guru Besar Unesa Prof. Dr. Wahono Widodo, M.Si., guru yang baik (good teacher) memiliki enam aspek kompetensi. Pertama, kompetensi komunikasi. Berkomunikasi guru yang baik ini dalam konteks pembelajaran dengan siswa juga dengan orang tua siswa. Komuniasi bukan harus ngomong banyak atau banyak omong. Komunikasi yang dimaksud adalah nyambung, utamanya guru menjadi pendengar di mana siswa bisa berbicara dan guru menjadi pendengar yang baik.

Kedua, guru dalam pembelajaran harus berpusat pada siswa. Jadi siswalah yang aktif melakukan sesuatu, mengamati, membaca, menulis, atau memecahkan masalah. Dalam hal ini yang diharapkan adalah guru benar-benar memproduksi kesabaran yang banyak. Karena terkadang ekspektasi guru lebih sementara siswa tidak sampai atau sebaliknya.

Ketiga, guru harus membangkitkan minat belajar siswa. Memelihara rasa ingin tahu siswa ini tidak sulit. Triknya adalah guru selalu berfikir cara agar siswa itu mempelajari apa yang diberi guru.

Bahwa yang dipelajari bukanlah suatu beban tapi apa yang dipelajari adalah kebutuhan untuk memenuhi keinginantahuan siswa. Contoh, kalau kaki-kaki meja di kelas panjangnya tidak sama kira-kira apa yang terjadi? Kalau perut kita tidak diisi makanan selama tiga hari, kira-kira apa yang terjadi? Kenapa banjir? Kenapa ini itu, dan pertanyaan pembangkit minat lainnya.

Keempat, guru berupaya menghadirkan pembelajaran mengasyikkan bagi siswa. Pembelajaran memang tak bisa dilepaskan dari peran guru. Guru yang baik harus menyayikan pembelajaran yang asyik untuk siswa. Tak cukup guru hanya berceramah menyampaikan materi, harus juga dengan cara lain yang luar biasa. Bukan biasa saja. Setiap hari guru perlu memberi kejutan kecil dalam pembelajaran, misalnya metode mengajar asyi, dan juga sesekali diselingi hadiah-hadiah kecil bagi siswa yang cepat mengerjakan latihan atau tugas, dan sebagainya.

Berita Terkait :  Stop Kekerasan Anak di Ruang Digital

Kelima, guru mampu menghargai kondisi heterogenitas siswa di dalam kelas. Guru harus jadi duta menghargai siswa agar siswa juga meneladani guru dalam hal menghormati dan menghagai perbedaan. Dan, keenam, guru sebisa mungkin tidak membeda-bedakan siswa dari berbagai sudut pandang kompetensi, tidak memberi label si pintar si kurang, dan lainnya, juga tidak memberi label bakat minat siswa secara terbuka. Biarlah khasanah kompetensi dan minat bakat siswa ini menjadi catatan privasi guru yang tak bocor ke mana-mana.

Secara spesifik Prof. Wahono menyaranakan guru yang baik dalam manajemen kelas harus mempersiapkan pembelajaran dengan baik. Guru memotivasi siswa, menyediakan lingkungan belajar aman, nyaman, menantang, membangkitkan kepercayaan diri siswa, selalu kreatif dan imajinatif, membangun disiplin positif bagi siswa.

Pria kelahiran Kerto Sawoo, Ponorogo itu juga menekankan amanah Kurikulum Merdeka (Kumer) adalah urusan guru dan siswa harus benar-benar diperhatikan. Yakni perbanyak asesmen formatif untuk memberikan umpan balik dari siswa. Contoh paling sederhana asesmen formatif adalah budaya pulang duluan di jam pulang, jika siswa bisa menjawab pertanyaan guru terlebih dahulu. Itu bagian dari fokus pembelajaran berpusat ke siswa. Kalau siswa banyak tahu itu artinya siswa banyak menyerap ilmu yang diajarkan oleh guru.

Beda lagi dengan asesmen sumatif yang akan masuk rapor siswa, itu urusan guru dengan orang tua siswa. Kalau guru memberi nilai bagus bukan karena murni kemampuan siswa itu artinya untuk menyenangkan hati orang tua. Karenanya penting guru memberi banyak formatif kepada siswa, karena dari sana guru tahu kalau siswanya banyak tahu.

Berita Terkait :  Pajak dan Politik Anggaran Bidang Kesehatan

Dengan demikian bila guru benar-benar berupaya untuk berusaha terus belajar tiada henti guna berusaha menjadi guru yang baik, maka siswa akan merasakan efek baiknya. Yakni siswa akan mencapai apa yang disebut kecakapan Abad 21. Yakni siswa dapat kritis dalam berfikir, berjiwa kreatif, bermental kolaborasi, dan memiliki modal komunikasi yang mumpuni.

Ada teknik sederhana tetapi manjur boleh diterapkan oleh guru yang baik. Prof. Wahono memberi saran, guru sesekali diam saja saat siswa gaduh. Karena diam kadang efektif. Guru masuk kelas perlu untuk diam sebentar memberi senyum kepada siswa biarkan siswa ramai beberapa menit nanti mereka akan mereda, jadi guru kadang perlu diam, bukan malah KCC atau kakean cincong. Setelah itu mulailah belajar.

Dalam memberi intruksi, guru harus menggunakan kalimat sederhana yang jelas. Contoh, silahkan duduk, diam, buka bukunya, absen satu sampai lima maju ke depan, mulut ditutup dulu, dan sebagainya. Hindari intruksi sambil meninggikan suara apalagi marah-marah. Tak zaman!

Guru sangat perlu move around and pay attention dalam pembelajaran, maknanya guru mau berpindah-pindah tempat dan memperhatikan siswa satu per satu. Jadi guru selama mengajar tidak duduk manis saja di singgasananya. Tapi guru perlu berjalan, memantau siswanya, mengoreksi, mengelus kepala siswanya, memotivasi, dan hal lain yang berguna bagi siswa.

Selain itu, guru harus percaya diri di depan kelas. Guru adalah komandan dalam batalyon pasukan kecilnya di kelas. Maka pasukan harus aman nyaman senang di tangan guru. Penting lagi adalah guru wajib menghafal nama siswa-siswinya. Panggil namanya setelah kata Nak, itu adalah penghargaan sangat tinggi bagi siswa.

Pembelajaran Bermakna dan Pengalaman Sukses
Pembejalaran bermakan sangat dibutuhkan siswa daripada siswa mendapatkan materi miskin arti. Guru harus mengkonstruk pembelajaran bermakna yang kontekstual, nyata dan relevan, dan utamanya pembelajarna itu sangat berarti bagi siswa.

Berita Terkait :  Meneladani Nabi Muhammad SAW

Pembelajaran bermakna ini harus masuk akal, berpusat pada siswa karena siswa sendiri yang mencari sumber pengetahuannya, dan guru mengupayakan memberikan banyak referensi kepada siswa. Siswa harus berperan besar dalam pembelajaran.

Sederhananya, kata Najib Sulhan, dalam Kurikulum Merdeka itu guru harus mampu mengidentifikasi kompetensi-minat-bakat siswa, kalau sudah ketemu, maka berilah “panggung” yang banyak untuk siswa. Itulah kurmer.

Selain pembelajaran bermakna, guru dan orang tua perlu mendesain pembeljaran di mana siswa perlu sering-sering merasakan pengalaman sukses dalam hidupnya. Edy Susanto mengistilahkan, pengalaman sukses itu adalah tiket menuju siswa sukses sebenarnya. Misalnya siswa banyak latihan atau berproses untuk mengikuti olimpiade, untuk mentas, untuk manggung, naik mimbar, masuk arena, untuk ini dan itu yang semuanya melalui proses yang panjang. Itulah pengalaman sukses.

Misalnya siswa untuk mentas menampilkan pidato, untuk bernyanyi, dll. siswa harus banyak berlatih dahulu agar tidak gugup atau blank saat mulut mendekati mic. Juga siswa perlu banyak latihan-latihan soal bila hendak mengikuti olimpiade. Maka saat hari-H tampil, itulah puncak pengalaman sukses mereka.

Sederhananya pengalaman sukses adalah modal besar bagi seorang anak untuk merasakan sukses betulan di masa depan. Mereka perlu diberikan banyak “terbentur” sebelum akhirnya mereka “terbentuk” melalui tempaan, ujian, jatuh bangun, pengalaman tak enak, dan air mata. Repot, tidak nyaman, persaingan, sulit, dan lainnya itu harus dilewati demi sebuah ending manis yakni sukses sesungguhnya. Semoga bermanfaat.

———– *** ————

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img