Surabaya, Bhirawa
Angin puting beliung beberapa hari terakhir menerjang sejumlah wilayah di Indonesia. Tak terkecuali di Surabaya dan Sidoarjo. Fenomena tersebut, menurut pakar mitigasi kebencanaan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Dr Ir Amien Widodo MSi disebabkan karena perubahan iklim global yang memicu terjadinya cuaca ekstrem. Salah satunya, angin puting beliung yang kian meningkat frekuensi, kekuatan angin, kecepatan, dan jangkauan wilayah terdampaknya
Menurut Peneliti senior dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (Puslit MKPI) ITS, Selasa (3/12), fenomena ini dikaitkan dengan keberadaan awan cumulonimbus, yang menghasilkan angin berputar dengan kecepatan tinggi kurang dari lima menit.
Akibatnya, kerusakan rumah atau pohon dikaitkan sebagai akibat dari terjangan angin puting beliung tersebut. Padahal, menurut Amien, terdapat faktor internal yang memengaruhi daya tahan struktur tersebut. Sebagai contoh, pohon yang keropos, akarnya serabut, atau sudah tua akan lebih rentan roboh.
Demikian pula, rumah dengan struktur atap yang tidak kokoh akan lebih mudah terdampak. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk memeriksa kondisi rumah, pohon, dan infrastruktur lainnya secara berkala. Sehingga lelaki kelahiran Yogyakarta itu mengimbau masyarakat untuk lebih memperhatikan infrastruktur dan vegetasi yang berpotensi membahayakan.
“Langkah paling sederhana, masyarakat dapat memastikan atap rumah terpasang dengan baik dan dalam kondisi kuat. Lingkungan sekitar juga perlu pengawasan seperti untuk kondisi pohon dan tidak memasang benda berat di area pohon,” tambah dia.
Ilmuwan Geologi ini pun menyebut, ITS juga telah mengambil langkah proaktif untuk membantu memerangi dampak dari angin puting beliung. Salah satunya melalui webinar bertajuk Antisipasi Angin Puting Beliung, Minggu (1/12) lalu. Dalam webinar yang bekerja sama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) ini menekankan agar masyarakat untuk bersiap hadapi fenomena ini. Tak hanya itu, Amien juga sempat menyisipkan praktik pada salah satu mata kuliah di Departemen Teknik Geofisika ITS untuk menganalisis kondisi pohon di taman perkotaan di Surabaya.
Amien menegaskan, pendekatan triple helix yang melibatkan pemerintah, akademisi, dan masyarakat turut mendukung keberhasilan memantau kondisi lingkungan. Masyarakat dapat segera melaporkan jika melihat adanya kondisi pohon yang tidak sehat dan kurang layak di sekitarnya. Pemerintah daerah, khususnya Dinas Lingkungan Hidup (DLH), berperan penting untuk mengeksekusi penggantian pohon yang sudah tidak sehat. ”Peran akademisi sendiri berfokus pada pemetaan risk tree assessment di beberapa lokasi,” terang Amien.
Turut mendukung inovasi teknologi dan kesadaran dalam tanggap bencana, ITS juga sedang mengembangkan alat untuk memindai kesehatan pohon. ”Ke depannya, alat untuk mendeteksi kekosongan kambium yang berpotensi membuat pohon rentan roboh tersebut akan digunakan,” terang dosen Departemen Teknik Geofisika ITS itu.
Amien mengingatkan masyarakat untuk tetap mawas diri dan lebih baik berlindung di rumah ketika kondisi hujan lebat disertai petir kilat yang menyambar. ”Sinergi kerja sama dan kesadaran kolektif seluruh pihak dapat meminimalkan dampak dari angin puting beliung dan tentunya keselamatan masyarakat bisa lebih terjamin,” tandasnya. [ina.fen]