28 C
Sidoarjo
Wednesday, April 16, 2025
spot_img

Ekonomi Politik Perang Dagang dan Perekonomian Indonesia


Oleh :
Siti Aminah
Ketua Center for Security and Welfare Studies (CSWS) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair), Surabaya

Berawal dari perang dagang Amerika Serikat dan Tiongkok. Kini perang dagang sudah masuk dalam dinamika ekonomi global. Tak kecuali Indonesia telah memilih untuk menempuh kebijakan negosiasi daripada melayani perang dagang itu. Dalam ranah ekonomi politik internasional, perang dagang diartikan sebagai konflik antara negara-negara yang menerapkan tarif hukuman dengan tujuan untuk mempengaruhi kebijakan ekonomi negara lawan.

Ini berbeda dengan sengketa perdagangan, di mana tindakan seperti anti-dumping diambil dan penyelesaian dilakukan melalui kerangka politik multilateral. Perang dagang cenderung meningkatkan biaya impor dan mengubah neraca perdagangan antara negara-negara yang terlibat.

Ketegangan yang terus meningkat selama pemerintahan Trump berlanjut dengan hubungan yang tetap dingin antara Amerika Serikat dan Tiongkok di era Biden. Anthony Blinken, menteri luar negeri di pemerintahan Biden, menekankan pentingnya berkoordinasi dengan mitra-mitra Amerika Serikat untuk membangun aliansi melawan Tiongkok.

Slogan mengenai investasi dalam ekonomi Amerika juga mencerminkan kebijakan yang sama yang diterapkan oleh Presiden Trump. Sementara itu, Tiongkok di bawah kepemimpinan Presiden Xi sedang mengejar kebijakan luar negeri yang berfokus pada peran Tiongkok dalam pembangunan regional dan pengaruhnya yang semakin besar di tingkat internasional. Tiongkok memprediksi adanya perubahan dalam struktur global dan menerapkan kebijakan yang memberikan Tiongkok posisi kepemimpinan di arena global. Hal ini kemudian terjadi dengan terpilihnya kembali Trump sebagai Presiden AS.

Perang Dagang/Perang Tarif Impor
Untuk mengerti tujuan di balik perang dagang, kita perlu melihat sejauh mana dan tindakan yang diambil oleh pihak-pihak yang terlibat. Secara umum, perang dagang adalah langkah ekonomi yang diambil oleh negara untuk mencapai tujuan ekonomi. Namun, dalam beberapa kasus sejarah, tindakan ekonomi juga digunakan untuk mencapai tujuan politik. Misalnya, saat Prancis mengenakan tarif kepada Italia karena Italia bergabung dengan Triple Alliance bersama Jerman.

Berita Terkait :  Dorong UMKM Ciptakan Lapangan Kerja Berkualitas

Perang dagang adalah istilah yang sering kita dengar, meskipun tidak ada definisi yang jelas dan universal untuk itu. Pada abad ke-17, Inggris dan Belanda terlibat dalam persaingan sengit untuk menguasai jalur perdagangan di Eropa dan wilayah koloni mereka. Di tahun 1930-an, sebagai reaksi terhadap krisis ekonomi global, negara-negara besar dalam perdagangan berusaha melindungi industri dan lapangan kerja domestik dengan menerapkan tarif tinggi serta berbagai pembatasan terhadap barang-barang impor. Saat ini, ketika kita membahas perang dagang, kita merujuk pada penerapan tarif yang agresif dan langkah-langkah administratif lainnya yang memengaruhi perdagangan internasional.

Tarif impor, yang sering dikenal sebagai bea cukai, merupakan instrumen utama dalam kebijakan perdagangan. Tarif adalah biaya yang dikenakan pada barang-barang yang diimpor, yang dipungut oleh pemerintah dan dikelola oleh otoritas bea cukai setempat. Tujuan utama dari tarif ini adalah untuk melindungi produsen lokal dari persaingan barang impor yang lebih murah, sekaligus meningkatkan pendapatan negara dan mencegah praktik perdagangan yang tidak adil.

Dalam kerangka ketat yang ditetapkan oleh WTO (World Trade Organisation), jika industri domestik merasa dirugikan oleh persaingan tidak adil dari perusahaan asing yang menjual produk dengan harga sangat rendah atau di bawah biaya produksi (dikenal sebagai “dumping”), atau oleh subsidi ekspor yang tidak adil dari pemerintah asing, pemerintah negara pengimpor berhak untuk menyelidiki keluhan tersebut. Apabila pemerintah menemukan bukti bahwa praktik dumping dan/atau subsidi tersebut terjadi dan mengakibatkan atau mengancam kerugian bagi industri yang mengajukan keluhan, maka bea “anti-dumping” atau “imbalan” dapat dikenakan pada barang impor dengan tingkat yang cukup untuk menyeimbangkan margin dumping atau subsidi tersebut. Seringkali, ancaman penyelidikan itu sendiri sudah cukup untuk menghentikan penyalahgunaan. Sebagai alternatif, alih-alih menerapkan bea, pemerintah yang melakukan penyelidikan dapat meminta komitmen dari perusahaan pengekspor atau pemerintah untuk menaikkan harga barang yang bersangkutan.

Berita Terkait :  Dukung UMKM Bersaing dengan Barang Impor

Dilema Proteksionisme dan Perdagangan Bebas
Ide tentang perdagangan bebas pertama kali diungkapkan oleh Adam Smith dalam bukunya, The Wealth of Nations, yang diterbitkan pada tahun 1776. Smith mengkritik sistem perdagangan merkantilis yang memberlakukan tarif tinggi pada barang-barang impor, yang dianggap merugikan persaingan antara produsen lokal dan asing.

Menanggapi rencana tarif Presiden Trump terhadap barang-barang Tiongkok sebesar 32%, Kementerian Luar Negeri Tiongkok menyerukan tindakan Amerika Serikat tersebut untuk melayani tujuan unilateral dan proteksionis yang tidak sesuai dengan kepentingan Tiongkok. Ini tak lepas dari sejarah perdebatan antara proteksionisme dan kebijakan perdagangan bebas sudah ada sejak lebih dari dua ratus tahun yang lalu.

Tarif yang tinggi justru mengurangi motivasi produsen dalam negeri untuk meningkatkan kualitas dan jumlah produk mereka. Akibatnya, masyarakat lebih c memilih produk lokal karena barang-barang asing menjadi lebih mahal akibat tarif tersebut. Sebenarnya, Smith tidak setuju dengan penghapusan semua tarif karena ia khawatir hal itu akan merugikan industri dalam negeri. Menurutnya, masuknya barang asing yang lebih murah bisa mengakibatkan penurunan produksi lokal dan meningkatkan angka pengangguran.

Sistem perdagangan internasional diatur oleh WTO (Organisasi Perdagangan Dunia), yang menerapkan prinsip MFN (Negara Paling Disukai) untuk memastikan perlakuan yang adil di antara anggotanya. Sesuai dengan aturan WTO, keuntungan dari kebijakan perdagangan yang lebih menguntungkan, seperti pengurangan tarif, harus dibagikan secara merata di antara anggota lainnya, sehingga menciptakan jaringan preferensi di antara negara-negara anggota. Tingkat keterlibatan antar negara anggota bervariasi, dengan preferensi perdagangan yang diberikan baik secara bilateral maupun multilateral, yang mencerminkan kerja sama regional atau bentuk kolaborasi lainnya. Di antara negara-negara dengan ekonomi terkuat, Amerika Serikat dan Tiongkok muncul sebagai dua kekuatan besar dalam hal produk domestik bruto (PDB).

Berita Terkait :  Orientasi Maba dan Kampus Bahagia

Penutup
Dibalik kebijakan Presiden Amerika serikat Donald Trumph, yaitu memungut kebijakan import telah berdampak pada perekonomian dunia. Dunia yang semakin terhubung ini telah menciptakan ketergantungan antarnegara, sehingga mengurangi kepatuhan terhadap kekuatan yang menganut prinsip isolasi dan kemandirian. Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok sangat penting bagi para pembuat kebijakan untuk mencegah konflik ini berkembang menjadi situasi yang lebih berbahaya dan menjaga integritas kerangka kerja multilateral internasional. Tak kecuali peran organisasi internasional dalam perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok merupakan subjek lain dari analisis ini.

Organisasi internasional seperti WTO dan IMF sangat berharga dalam memfasilitasi tingkat perdagangan antarnegara melalui regulasi dan kebijakan moneter. Karena inti dari konflik perdagangan adalah sistem ekonomi kedua negara yang saling bersaing. Dalam kondisi seperti sekarang ini, perang dagang menjadi pembelajaran bagi negara-negara yang ekonominya belum maju meski sudah melakukan liberalisasi perdagangan. Kita ingat saat ketika Tiongkok meliberalisasi ekonominya dalam beberapa hal dengnan menghasilkan sektor swasta yang berkembang pesat, di situ negara itu tidak pernah sepenuhnya merangkul tangan pasar yang tak terlihat. Negara mengawasi ekonomi melalui manajemen terpusat atas perusahaan-perusahaan milik negara, kontrol atas lembaga keuangan, dan komisi perencanaan ekonomi yang kuat. [*]

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru