Tampak suasana Rapat Dengar Pendapat antara Managemen dan SPSI PT. Pakerin dan Dinas Tenaga kerja serta Pengawas ketenagakerjaan
Kabupaten Mojokerto, Bhirawa.
Dampak ekonomi global yang tak menentu akibat perang dagang antara Amerika dan Tiongkok, membuat banyak perusahaan yang bahan baku ataupun hasil produksinya untuk ekpor mengalami keguncangan.
Salah satunya PT. Pakerin yang berada di Desa Bangun Kecamatan Pungging Kabupaten Mojokerto ini, sejak pertengahan bulan Desember lalu mengalami kesulitan produksi dan kemunduran pemasaran. Akibatnya bakal merumahkan sekitar 1500 karyawannya dan hanya menyisahkan sekitar 370 karyawan yang tetap dipekerjakan.
Karuan saja terjadi gejolak yang sangat serius diantara karyawan dan Managemen pabrik. Apalagi mereka yang dirumahkan hanya diberikan bayaran 10 persen saja dari gajih bulanan.
Situasi ini mendorong Serikat Pekerja mengadukan nasib mereka dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IV DPRD Kabupaten Mojokerto, rabu 23 lalu.
Saat itu Komisi IV DPRD Kabupaten Mojokerto yang dipimpin Sang Ketuanya M. Agus Fauzan usai menghadirkan dan mendengarkan penjelasan dari PT. Pakerin juga dari Ketua SPSI PT. Pakerin berjanji akan mencarikan jalan tengah terbaik dan terus mengawal dari kesepakatan yang ditelorkan hari ini. Kata M. Agus Fauzan.
Atas janji Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Mojokerto ini, segenap karyawan sedikit terobati dan siap menunggu ada tambahan nilai persen bagi jika terpaksa dirumahkan, misalnya dari 10 persen dari gajih bulanan naik menjadi 75 persen atau kurang sedikit akan terima.
Sebagaimana dikatakan salah seorang karyawan berinisial J.A kepada bhirawa senin 19/5/25
JA mengaku senang dengan ikut sertanya DPRD Kabupaten Mojokerto khususnya Komisi IV yang mengawal terealisasinya tambahan nilai persen ini, agar kami bisa memenuhi kebutuhan hidup bersama keluarga. Jelas JA.
Adapun yang dihadirkan pada acara rapat dengar pendapat manajemen PT Pakerin, Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Mojokerto, serta pengawas ketenagakerjaan guna membahas kebijakan yang dianggap merugikan pekerja.
Juga Ketua PUK SP KEP SPSI PT Pakerin, Heru Nugroho, yang menyampaikan bahwa kebijakan perusahaan untuk memberikan hanya 10 persen upah selama periode Mei hingga Desember akan sangat menyulitkan kehidupan para buruh. Ia meminta agar kebijakan ini dikaji ulang dan menawarkan opsi pemberian upah minimal 75 persen jika dirumahkan.
“Kalau operasional belum bisa kembali normal, setidaknya pekerja tetap mendapat hak yang layak. Upah 10 persen sangat tidak mencukupi,” ujarnya.
Sejak pertengahan Desember 2024, PT Pakerin menghentikan produksi akibat terganggunya pasokan batu bara. Dari sekitar 1.840 pekerja, hanya 370 orang yang direncanakan tetap bekerja di masa penyesuaian ini.
Heru juga mengungkapkan bahwa pada 27 Maret 2025 lalu, pihaknya terpaksa menandatangani perjanjian bersama karena keterbatasan waktu menjelang Lebaran. Jika tidak ditandatangani, upah bulan Maret dan THR dikhawatirkan tidak dibayarkan.
“Waktu itu kondisinya terdesak. Tapi sekarang kami tegaskan menolak jika sistem 10 persen benar-benar diterapkan,” tambahnya.
Sementara itu, CFO PT Pakerin, Suryomurti, menjelaskan bahwa perusahaan tengah menghadapi tekanan berat dari sisi produksi dan keuangan akibat fluktuasi harga dan biaya operasional yang membengkak. Ia menegaskan bahwa perusahaan akan membuka ruang dialog bipartit untuk mencari titik temu yang terbaik.
“Kami terbuka untuk terus berdiskusi dengan serikat pekerja, demi mencari solusi legal dan komersial yang saling menguntungkan,” ucapnya.
Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Mojokerto, M Agus Fauzan, menyatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti hasil pertemuan ini dan siap mengawal perjuangan para buruh.
“Kami berkomitmen mengawal proses ini agar hak pekerja tetap terpenuhi dan tidak ada yang dirugikan,” tegasnya.(min.hel).