Situbondo, Bhirawa
Pemkab Situbondo mengklaim menemukan ratusan guru ngaji fiktif yang tersebar di 17 kecamatan. Alhasil mereka pun dicoret dari penerima insentif Rp2 juta per tahun lantaran tidak mempunyai santri dan mushalla.
Kebijakan itu menimbulkan gejolak di antara guru ngaji di Situbondo. Sebab, tidak semua guru ngaji yang dicoret tersebut fiktif.
Menyikapi kondisi itu, anggota Komisi IV DPRD Situbondo, Janur Sasra Ananda meminta Pemkab Situbondo untuk melakukan verifikasi ulang guru ngaji yang fiktif tersebut.
“Kami nanti hearing dengan Dinas Pendidikan. Kami akan minta data kurang lebih 500 orang guru ngaji yang dianggap fiktif itu. Kami akan menanyakan metode apa yang digunakan oleh tim verifikasi, sehingga mengatakan itu fiktif. Karena ternyata banyak komplain ke kami kalau mereka ini layak menerima insentif,” ujar Janur.
Lebih lanjut, legislator Demokrat itu menyatakan, persoalan yang timbul akibat pencoretan ratusan guru ngaji tersebut kini bukan lagi terkait dengan nominal insentif yang di terima. Melainkan sudah mengarah pada kekecewaan dan ketersinggungan lantaran mereka dianggap tidak punya santri.
“Setelah kami berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan, ada solusi yakni menyiapkan masa sanggah. Dalam waktu dekat, Dinas Pendidikan akan memverifikasi ulang melalui kecamatan-kecamatan. Sebab, verifikasi yang kemarin itu dilakukan pada puasa, ada saat di mana santri itu tidak ngaji karena libur puasa. Setahu saya verifikasi itu tidak sampai seminggu,” ulas Janur.
Sebelumnya, ustadzah ZM, guru ngaji di Kecamatan Panji mengaku tidak mendapat insentif dari Pemkab Situbondo. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya, ia rutin mendapat insentif Rp 2 juta per tahun.
Ustadzah ZM mengatakan, setiap hari ia mengajar baca tulis alquran dengan jumlah santri mencapai puluhan anak. Bahkan, para santri tersebut sudah diverifikasi melalu KK dan akta kelahiran.
“Santri saya ini valid dengan verifikasi KK dan akta kelahiran. Musholanya ada, makanya saya heran kenapa tahun ini tidak dapat insentif. Padahal tahun-tahun sebelumnya selalu dapat,” ujar ZM.
Lebih lanjut, Ustadzah ZM menyampaikan, mushalla yang dipakai untuk mengajar baca tulis alquran sudah mendapat pengesahan dan ijin dari Kemenag.
“Kades setempat sudah berusaha dan berupaya agar semua guru ngaji untuk mendapat insentif karena itu hak kita. Cuma nama saya yang dihapus dan akan diverifikasi lagi,” tegasnya.
Nasib yang ia alami, kata Ustadzah ZM, ternyata juga menimpa tujuh guru ngaji yang ada di Desa Tenggir, Kecamatan Panji.
“Padahal di sana ada mushalla dan santrinya juga ada. Bahkan ini sudah ada pembicaraan yang tidak enak di tengah mereka. Katanya yang tidak dapat insentif itu ada kaitannya dengan politik. Kita itu guru ngaji tidak bicara politik,” papar ZM.
Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dispendikbud) Kabupaten Situbondo, Fathor Rahman, tidak menjawab saat dihubungi melalui sambungan telepon WhatsApp. [awi.dre]