27 C
Sidoarjo
Wednesday, December 17, 2025
spot_img

Dapat Satu Siswa Bukan Salah Sekolah Swasta

Oleh :
Mukhlis Mustofa
Dosen PGSD FKIP Universitas Slamet Riyadi dan Konsultan Pendidikan Yayasan Pendidikan Jama’atul Ikhwan Surakarta

SD Kauman hanya medapatkan satu siswa Masa Pengenalan Lingkungan sekolah (MPLS) 2025 ini Teramat menarik menyikapi pemberitaan di Media Cetak maupun media sosial digital. SD tersebut hanyalah sebuah studi kasus “berkurangnya ” kuantitas siswa utamanya jenjang SD. Kondisi ini secara tidak langsung memposisikan senjakala. Konteks ini menjadi realitas kekinian penyikapan dunia Pendidikan. Penyusutan demi penyusutan pada sekeolah negeri semakin tajam menggelora beberapa tahun terakhir dengan beragam sebab. Salah satu sebab utama pada beberapa kasus dialamatkan dengan tumbuhnya sekolah swasta dengan segenap keberadaannya. Fenomena ini sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan toh sekolah swasta juga merupakan ikhtiar anak bangsa untuk menggantang asa peningkatan kualitas insani. Teramat naif manakala mempersepsikan headline tersebut menetapkan sekolah swasta sebagai “tersangka” utama menciutnya SD negeri. Layaknya sebuah layanan jasa, publik saat ini bergeser pilihan dalam penyediaan pendidikan dasar putra-putrinya.

Persepsi ini sekan meneguhkan bahwa publik tidak mau main-main dalam memillihkan Pendidikan dasar bagi putra-putrinya. Pilihan berbasis ideologi dianggap menjadi fundament utama demi meyelamatkan kehidupan anak-anaknya dalam menghadapi tantangan di masa mendatang dan menjawab pilihan tersebut ada di sekolah swasta yang mayortas berdasrkan ajaran agama. Ono rego Ono Rupo, diksi ini teras relevan pemberitaan diatas pilih untuk berkaitan mahalnya biaya masuk SD swasta. Idiom swasta dalam KBBI online adalah bukan milik pemerintah; partikelir. Arti kata swasta inilah yang sedemikian sensitif. Publik pada akhirnya teredukasi mereka memilih sekolah swasta dengan segala konsekuensinya dan dampaknya pun terasa dengan semakin menciutnya SD negeri seperti pemberitaan diatas.

Diskursus apakah sekolah swasta sebagai beban selayaknya perlu didiskusikan ulang mengingat pada kenyataannya berdasarkab data terakhir Jumlah Amal Usaha pendidikan di Muhammadiyah sebanyak 27.808 sementara LP Ma’arif NU menaungi total 20.136 sekolah dan juga madrasah data tersebut masih kasar belum ditambah lembaga swasta lain penyelenggara pendidikan. Secara tidak langsung besaran data kuantitatif tersebut menunjukkan pengelolaan sekolah swasta tidak sekedar penggeruk dana publik namun memiliki idealisme demi membangun negeri. Kesalahan penyikapan penyelenggaraan pendidikan oleh sekolah swasta tak pelak menempatkan idealisme penyelenggraan sekolah swasta ini belum semestinnya tersampaian proporsional. Disinilah Pihak pengambil kebijakan pendidikan dalam hal ini kementrian pendidikan dan kebudayaan sebagai instansi langsung pengelolaan sekolah swasta untuk menumbuhkan asa bagi kebermaknaan sekolah swasta bukanya memperkuat stigmasi negatif publik sekolah swasta dalam beragam reduksi.

Berita Terkait :  Pefindo Naikkan Peringkat SIG, Kondisi Keuangan Dinilai Sehat dengan Prospek Pasar yang Kuat

Keberimbangan peran inilah yang selayaknya dikedepankan bukan sekedar Layaknya petugas keamanaan dalam menginterogasi pelaku kejahatan dalam mencari segudang permasalahan pada sekolah swasta. Pelurusan makna penyelenggaraan pendidikan di sekolah swasta ini diharapkan mengurangi tudingan bahwa sekolah swasta sekedar menambah beban pendidikan berkelanjutan. Patut disadari bahwa sekolah swasta haikikatnya menanggung seluruh operasional penyelenggaraannya. Beratnya beban operasional sekolah swasta inilah yang hingga saat ini belum sepenuhnya disadari semua pihak. Berdasarkan latar operasional ini salahkah jika sekolah swasta menerapkan pembiayaan lebih dari standar pendidikan yang dianut publik selama ini?

Linierisasi peran
Teramat naif manakala memposisikan sekolah swasta dibully hanya sekedar masalah biaya yang dianggap mahal. Saya teringat perkataan seorang teman guru kolumnis Media Almarhum Rumongso manakala menanggapi rententan permasalahan di sekolah swasta “mengapa semua pihak mempertanyakan sekolah swasta, toh kami makan dari padi yang ditanam sendiri dan minum dari air sumur yang kami gali sendiri”, Pernyataan ini secara tersirat menunjukkan betapa sekolah swasta memiliki asa mengembangkan kualitas bangsa dengan metode kemandirian. Pernyataan ditambah pemberitaan diatas menyiratkan bahwa idealisme penyelenggaraan sekolah swasta tidak sekedar mencari laba namun mampu memecahkan permasalahan anak bangsa. Menampung seluruh siswa dengan segenap permasalahannya menjadikan sekolah swasta sebagai penyelamat pendidikan manakala jalan normal sedemikian terjal.

Belum sembuhnya dunia pendidikan pada pada kondisi pendemi ini namun implikasinya berpotensi menggurita nantinya. Menyikapi kondisi kekinian nampaknya terdapat perbedaan penyikapan pada dunia pendidikan manakala pendemi ini melanda. Pemenuhan Ketersediaan kesehatan, pangan, keamanan saat ini menduduki peringkat teratas penanganan pendemi ini namun kebijakan langsung di dunia pendidikan pengatasan dampak ini belum terlihat. Tarik ulur kepentingan selayaknya bagi publik tidak mengabaikan kondisi edukasi dalam mengatasi dampak pendemi ini. Secara skeptis dan sinis secara sepihak bisa saja dipersalahkan mengapa memilih sekolah swasta toh negara juga memilikinya.

Berita Terkait :  RUPST 2025 SIG Tambah Usaha Baru untuk Daya Saing dan Kinerja Jangka Panjang

Lantas bagaimana dengan penyikapan dampak pendidikan terutama sekolah swasta? Secara nyinyir segelintir pihak menyatakan usaha paling tidak terdampak selama ini sektor pendidikan. Kenyiyiran ini kian menjadi secara skeptis terutama pada sosok guru, murid libur panjang sementara gaji guru tetap terpampang. Tudingan-tudingan miringpun mengemuka, Semua orang menuduh pendidikan tidak peka, Penyelenggaraan sekolah swasta dianggap tidak berempati ditengah pendemi, bahkan dalam detik.com 13 April 2020 Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis laporan 213 aduan siswa mayoritas berisi keluhan para siswa terkait beratnya beban tugas yang harus mereka kerjakan selama belajar di rumah.

Menyibak peran pembelajaran yang tidak bisa berdiri sendiri dan terkait dengan beragam permasalahan sosial masyarakat. Kondisi ini ditarik pada platform kesejahteraan Bagaimana nasib sekolah swasta yang mengandalkan pungutan dari siswa?. Logika yang harus dipahamkan walaupun secara fisik siswa tidak berada di sekolah proses pembelajaran harus berlangsung dan tidak boleh surut. Permasalahannya proses pembelajaran tersebut membutuhkan beragam biaya untuk pemenuhan tugas pokoknya. Berdasarkan pengalaman beberapa rekan pengajar mereka justru mendapatkan tantangan berlebih dibandingkan pembelajaran tatap muka, jika pada pembelajaran tatap muka dibatasi waktu pembelajaran namun pada pembelajaran daring ini banyak pekerjaan yang dilakukan melebihi ketentuan waktu normal dan guru tidak bisa menolaknya.

Tuntutan peran edukasi ini memerlukan amunisi memadai, pada sekolah negeri pemenuhannya tidak begitu bermasalah namun kondisi ini berkebalikan pada sekolah swasta. Saya beberapa kali mencermati pengelola sekolah swasta mulai bertanya tentang keberlaanjutan edukasi dimasa pendemi ini. Persepsi ini bukanlah isapan jempol semata pada beberapa sekolah swasta ditemukan yang pemasukan SPP hanya 10 persen dari masa normal jika pemenuhan kesejahteraan guru diperoleh dari pungutan masyakakat, penyelenggaraan pendidikan swasta pun dengan kondisi ini tinggal menghitung hari.

Peradaban pendidikan
Tantangan yang muncul menyikapi kondisi ini dari pemahaman orang tua ini serba disalahartikan. Pengaruh penyelenggara pendidikan sangat terasa di sekolah swasta dan teramat tidak layak jika empati penyelenggaraan sekolah swasta ini tidak jua terlaksana. Menyikapi kondisi ini penyikapannya haruslah konstruktif dengan mempertimbangkan berbagai kondisi penunjang pendidikan di lapangan. Menyikapi kodisi sekolah swasta ini penyikapannya haruslah konstruktif dengan mempertimbangkan berbagai kondisi penunjang pendidikan di lapangan yaitu

Berita Terkait :  Lomba Dayung Tingkat Regional Kenalkan Ikon Wisata Kota Pasuruan

Tingkatkan Keberpihakan sekolah swasta, bukannya menganak emaskan satu layanan pendidikan dibandingkan layanan pendidikan lainnya namun ditengah masa pascapendemi ini sekolah swasta merupakan sekolah yang terdampak langsung dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Salah satu kebijakan lanjutan menyatakan dana BOS (Bantuan Operasional Siswa) diperbolehkan untuk pembelian kuota pendukung pembelajaran daring namung pemenuhan pensejahteraan guru belum tersentuh. Alangkah elegannya ada kebijakan berkaitan perut sang guru agar pembelajaran terus menderu. Keberpihakan berkaitan kebijakan penyelenggaran ini teramat dinantikan, hal ini bisa dilakukan dengan membuka keran kebijakan untuk kesejahteraan pendidikan

Manakala berpikir lebih ijka keberadaan sekolah swasta tidak bisa dipandang sebelah mata dalam ikhtiar mencerdaskan bangsa.Permasalahan riil mencakup seluruh usia sekolah ini justru belum sepenuhnya menggembirakan bagi penyelenggaraan sekolah swasta dimana kesan kelasdua masih mengemuka.Jika sekolah dianggap mahal bagaimana dengan budaya hedonisme yang dianggap pembenaran selama ini. Sekolah swasta merupakan peneguhan ideologi, usianya melebihi negeri termasuk pendidikan Kesetaraan peran layanan pendidikan,

Pihak Depdikbud teramat dinantikan keberimbangan peran. Inilah yang menjadi fokus mengingat selama ini Depdiknas optimalisasi pembinaan sekolah belum sepenuhnya terasa, hal ini bukan tanpa alasan sekaligus menjadi sebuah implikasi regulator sekaligus operator.Tidak pelu risau Jika sekolah negeri mulai sepi, sepinya sekolah negeri dan diikuti semaraknya publik mengakses pendidikan di sekolah swasta secara tidak langung menjadikan keberimbangan peran pendidikan Mendudukkan permasalahan pendidikan sesuai proporsi adalah keniscayaan agar tidak terjadi salah persepsi edukasi berkelanjutan. Sekolah swasta merupakan asset bangsa bagi peningkatan kualitas manusia didalamnya. Kebijakan yang bermuara pada marjinalisasi sekolah swasta sangatlah kontraproduktif bagi peningkatan kualitas pendidikan didalamnya. Peningkatan perhatian pemerintah senantiasa dinantikan dalam upaya kesetaraan pendidikan yang diidam-idamkan.

Selamat meretas generasi cerdas

———— *** —————

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru