Surabaya, Bhirawa
Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) menambah guru besar bidang Ilmu Hukum Acara Mahkamah Konstitusi di Auditorium Ki Mohammad Saleh Lantai 5 gedung F kampus Unitomo.
Acara dipimpin rektor Unitomo Prof. Dr. Siti Marwiyah, SH, MH, dihadiri kepala L2Dikti Wilayah VII Prof. Dr. Dyah Sawitri, S.E., M.M, Mantan Menkopolhukam Prof. Dr. Mahfud MD, Pimpinan Yayasan Pendidikan Cendekia Utama (YPCU, badan hukum penyelenggara Unitomo), para dosen dan karyawan di lingkungan Unitomo, sejumlah tamu dari kalangan praktisi dan akademisi ilmu hukum. Kamis, (3/7).
Prof. Dr. M. Syahrul Borman, S.H., M.H dalam orasi ilmiahnya menjelaskan pandangannya untuk melakukan modernisasi Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, khususnya terhadap ketentuan Pasal 74 Ayat (3) UU Nomor 4 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK), yang mengatur bahwa permohonan atas perselisihan hasil pemilu Presiden harus sudah diajukan paling lama 3 X 24 jam terhitung sejak KPU mengumumkan hasll pemilu secara nasional.
“Pasal 78 juga terdapat ketentuan bahwa putusan MK mengenai permohonan atas perselisihan itu sudah harus diputus selama-lamanya 14 hari terhitung sejak permohonan tercatat dalam buku registrasi perkara di MK,” ujarnya.
Lanjut Prof. Syahrul menyampaikan saat ribuan formulir rekapitulasi dan log digital seluruh wilayah negara yang demikian luas harus diteliti dalam masa persidangan yang hanya 14 hari kerja, maka waktu akan menjadi “hakim tak terlihat” mungkin memang mampu mencapai kedilan prosedural, tetapi abai terhadap keadilan subtantif.
“Berharap kedepan DPR sebagai lembaga yang punya kewenangan untuk membuat UU, bisa segera mengambil langah untuk mengubah ketentuan, yang telah membuat MK oleh sebagian kalangan ahli hukum tata negara dijuluki telah menjadi tak ubahnya Mahkamah Kalkulator, ” tuturnya.
Prof. Syahrul menambahkan jika ada perselisihan atas hasil pemilu bisa diperpanjang waktunya dari 3 hari menjadi 2 minggu sejak ditetapkan oleh KPU agar pemohon memiliki waktu cukup untuk menyampaikan dalil-dalil berdasar data di lapangan.
“Begitu saat masa persidangan yang dibatasi selama-lamanya 14 hari harus sudah diputus, diperpanjang menjadi 6-7 bulan, tetap tidak akan mengganggu jadwal pelantikan yang sudah ditetapkan KPU,” pungkas Prof. Syahrul. [ren.kt]


