Kajati Jatim, Mia Amiati bersama para Asisten dalam paparan kinerja pada peringatan HBA Ke-64, Senin (22/7). foto: abednego/Bhirawa.
Peringatan Hari Bhakti Adhyaksa Ke-64
Kejati Jatim, Bhirawa.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim menggelar upacara peringatan Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) ke-64, Senin (22/7). Bertempat di lapangan Kejati Jatim, HBA tahun 2024 digelar sederhana dan dilanjutkan dengan paparan hasil kinerja oleh Kepala Kejati (Kajati) Jatim, Mia Amiati beserta para Asisten jajaran Kejati Jatim.
Dalam paparannya, Mia menjelaskan, hingga Juli 2024 bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jatim melakukan penyelidikan terhadap 5 perkara dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor). Kemudian melakukan penyidikan terhadap 7 perkara dugaan tipikor.
“Penyidikan kasus dugaan korupsi PT INKA ini memang menarik. Angkanya cukup besar dan prosesnya luar biasa. Penyidik menemukan ada dugaan aliran dana, tetapi proyeknya tidak ada. Karena berhadapan dengan negara lain,” jelas Kajati Mia dalam paparannya.
Untuk dugaan kerugian dari kasus ini, Mia mengaku, Kejati Jatim masih koordinasi dengan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) terkait dugaan kerugian negara dari kasus ini. Kejati Jatim, lanjut Mia, memiliki 6 orang auditor dari bidang pengawasan yang bersertifikasi.
Ditambahkannya, perhitungan kerugiannya bisa menggunakan 6 auditor dari internal Kejaksaan. Bahkan itu sah dalam hukum acara dan tetap dilaksanakan. Tapi Mia tetap mengutamakan hasil perhitungan dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) maupun BPKP.
Terkait pihak yang bertanggungjawab dalam kasus ini, Mia menegaskan, penyidik masih berupaya keras dalam mengumpulkan alat bukti. Sehingga nantinya dapat ditemukan siapa pihak yang bertanggungjawab atas kasus dugaan korupsi ini.
“Dalam tindak pidana korupsi tentu tidak hanya satu orang saja, pasti ada lebih dari satu orang. Bisa segera diupayakan prosesnya,” tegasnya.
Sementara itu, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Saiful Bahri Siregar menambahkan, pihaknya masih meminta banyuan BPKP untuk melakukan audit. Dari rangkaian proses penyidikan, dijumpai ada beberapa uang yang keluar dan tidak ada peruntukkannya sekitar Rp28 miliar. Namun pihaknya masih menunggu BPKP, apakah temuan itu bisa dikatakan sebagai kerugian negara.
Disinggung terkait penetapan tersangka kasus ini, Saiful menegaskan, penyidik masih melengkapi alat bukti. Pada Senin (15/7) dan Selasa (16/7) penyidik melakukan penggeledahan di kantor PT INKA yang berada di Jl Yos Sudarso, Madiun. Yaknu mencari alat bukti dokumen atau elektronik. Ada sekitar 400 dokumen, saat ini masih dipelajari terkait pidananya.
“Kami akan melakukan penyidikan selama dua minggu ini. Dan berupaya melengkapi alat-alat bukti. Kalau sudah ada penetapan tersangkanya, kami akan undang rekan-rekan media,” pungkasnya.
Seperti diketahui, kasus ini bermula dari rencana PT INKA dan afiliasinya di awal tahun 2020 untuk mengerjakan proyek Engineering Procurement and Construction (EPC) transportasi dan prasarana kereta api di Republik Demokratik Kongo (DRC). Fasilitasinya dilakukan oleh sebuah perusahaan asing.
Perusahaan asing tersebut kemudian menyampaikan kebutuhan pengerjaan proyek lain sebagai sarana pendukung, yaitu penyediaan energi listrik di Kinshasa, DRC. PT INKA Multi Solusi (PT IMST), bagian afiliasi PT INKA, bersama dengan TSG Utama, diduga memiliki kaitan dengan perusahaan fasilitator, membentuk perusahaan patungan di Singapura bernama JV TSG Infrastructure. Tujuannya untuk mengerjakan penyediaan energi listrik.
PT INKA kemudian memberikan sejumlah dana talangan kepada JV TSG Infrastructure tanpa jaminan. Hingga saat ini, penyidik Kejaksaan telah memeriksa 18 orang saksi, termasuk dari pihak INKA dan afiliasinya, TSG Infrastructure, dan pihak terkait lainnya.
Dugaan perbuatan melawan hukum dalam pemberian dana talangan tersebut merugikan keuangan negara. BPKP Perwakilan Jawa Timur masih melakukan proses penghitungan kerugian negara.(bed.hel).