31 C
Sidoarjo
Thursday, April 24, 2025
spot_img

Tetap Fitri di Masa Efisiensi

Oleh :
Mukhlis Mustofa
Dosen FKIP Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Slamet Riyadi Surakarta

Euphoria ibadah Puasa Ramadhan diakhiri Idhul Fitri seakan menjadi menu wajib di negeri ini tanpa ada gangguan sekecil apapun. Harus ada dan diada-adakan mengakar kuat pada mainstream mayoritas umat islam didalamnya. Terlepas makna hakikat puasa, tanpa disadari sudah menyandera warga negeri ini dalam belenggu kapitalisme semu. Masa efisiensi yang melanda negeri inipun dimenjelang Lebaran dipersepsikan sedemikian rupa. Tanpa mempedulikan kondisi darurat belanja sudah menjadi Syahwat tak terlewatkan. Publik terkesan amnesia bahwa ini masa pendemi dimana segara rupa harus dimodifikiasi Manakala puasa diakhiri lebaran pihak berlomba-lomba tampil sempurna dengan mengkonsumsi barang serba berbeda dengan hari biasa serba wah dan sekaligus diupayakan serba menyenangkan.

Mudah ditebak pemenuhan kebutuhan tersebut menggerakkan alam bawah sadar individu didalamnya seakan-akan penghambaan pada elemen irasionalitas diri bersangkutan adalah segala-galanya. Gayung pun bersambut pihak penguasa modal melihat ini adalah ceruk pasar menggiurkan sehingga segala daya upaya dilakukan agar rupiah demi rupiah secepatnya terkumpul padanya. Fenomena ini teramat irasional untuk diikuti bagimana tidak hakikat bulan puasa dimana manusia diharapkan menahan nafsui duniawiah namun dihiasi aksi borong komoditas.

Kondisi ini diperparah dengan minimnya pencerdasan ummat berkaitan aksi serba konsumtif oleh sebagian besar pihak yang mengaku tim pencerah ummat. Pola kajian teramat tidak berdaya menghadapi tingkah polah ummat semakin menggila di bulan ramadahan. Kedangkalan pola berpikir dengan mengedepankan sisi hedonisme manusia menjadi penyakit akut sehingga beragam slogan untuk kebersahajaan hidup tidak membekas.

Berita Terkait :  BPHTB Dihapus, Pemkab Tulungagung Berpotensi Kehilangan PAD Sampai 15 Persen

Fenomea ini kian memprihatinkan mengingat umat dipaksa tunduk pada hukum pasar dan tidak merasa didzalimi. Beragam keluhan berupa meroketnya harga barang tinggal keluhan semata sementara sang pengambil kebijakan sibuk berkata-kata efisiensi tanpa tindakan nyata. Carut marut pelaksaaan setiap hajatan akbar tahunan ini memunculkan sebuah pertanyaan besar bagaimanakan selayaknya kita memposisikan puasa dalam nalar berfikir memadai?. Pertanyaan ini mutlak ditemukan mengingat rentetan permasalahan senantiasa muncul dan pengedepanan mentalitas sabar ini lebih mengemuka dalam menyikapinya.

Konsumerisme tanpa arah
Mekanisme pola konsumsi publik menjelang idhul fitri memunculkan dinamika sosial serba dipaksakan. Minim perencanaan, membabi buta berbelanja dan minim fungsi kontrol menjadi pola khas sepanjang masa. Pola ini semakin meneguhkan kesan negeri sebatas sebagai bangsa pencitraan menisbikan realitas kekinian. Kisah baju koko dan hijab menjadi fenomena unik, manakala bulan ramadhan dan puasa komoditas tersebut ramai dipergunakan seakan menunjukkan sedemikian takwanya pribadi bersangkutan namun manakala ramadhan dan puasaberlalu diatas berlalu pula sambil menunggu tahun berikutnya dengan model berbeda. Kisah koko dan hijab diatas menisbikan esensi agama dalam kehidupan sehari – hari, agama hanya muncul dua bulan diatas sementara bulan lainnya bebas berbuat.

Secara pedagogik hal tersebut menunjukkan kegagalan pembelajaran seiring menguatnya pencitraan diri dibandingkan kenyataan. Adagium yang berkembang pun menjadi lelucon serba konyol berbohonglah, korupsilah, manipulasilah sepanjang hal tersebut dilaksanakan diluar bulan ramadhan namun dibulan ramadhan berhentilah. Fenomena tersebut menular pada mekanisme ibadah ummat, sudah menjadi rahasia umum siklus keramaian masjid hanya terhenti pada masa awal ramadhan sementara pada akhir ramadhan jama’ah sudah berpindah di berbagai pusat perbelanjaan.

Berita Terkait :  Tingkatkan Skill dan Kompetensi, Lulusan S1 Mendominasi PBK

Pengembangan pola pikir konsumerisme tanpa arah ini berpengaruh pada mentalitas masyarakat seba permisif dan menurunkan nalar edukatifnya. Hakikat pembelajaran yang selayaknya dapat diaplikasikan dan membekas sepanjang hayat manusia tidak akan pernah terwujud manakala mentalitas ini masih tumbuh subur. Kritik kurang membuminya pendidikan dalam perkembangan masyarakat negeri ini terlihat dengan pola konsumsi selama puasa hingga idul fitri itu sendiri.

Manakala menjelang pelaksanaan akhir puasa hampir seluruh elemen berkeinginan menyelenggarakan puasa ini sebaik mungkin namun tanpa pelaksanaan jelas lebih sekedar basa-basi semata. Peningkatan konsumsi semasa puasa mengacaukuan perspektif perekonomian yang dibangun untuk kesejahteraan sehingga memerlukan reposisi perayaan lebaran. Menjalankan puasa secara rasional dan mengesampingkan emosional adalah sebuh keniscayaan ditengah pergeseran makna hari penuh berkah. Merealisasikan puasa berprespektif berbeda dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa aspek diantaranya

Lebaran cerdas tak perlu banyak menguras merupakan esensi pokok agar perayaan puasa ramadhan ini berlangsung elegan. Pemahaman konvensional untuk mengukur kemampuan dengan mengalokasikan kebutuhan secukupnya menjadi sebuah langkah konkrit untuk menghindari penyesalan tak berkesudahan berujung kemubadziran. Tanpa disadari pembelian pakaian dengan simbol tertentu justru tidak linier dengan perkembangan keimanan seseorang dan hanya menyisakan asesorisme semata.

Agenda perubahan berkelanjutan layak dikedepankan menyikapi keberadaan puasa saat ini, puasa tidak berarti menukar nalar positif demi pemenuhan hasrat sesaat dan meminggirkan nalar ilmiah. Keberadaan idhul fitri sebagai muara puasa sebagai momentum pribadi baru seutuhnya patut direfleksikan lebih sekedar kemenangan pribadi semata namun dibalik itu haruslah diposisikan sebagai ikhtiar cerdas kelahiran pribadi baru lebih berkualitas menghadapi beragam kenyataan. Kontrol sosial tak ayal layak menjadi bahan kajian di pasca puasa agar ibadah yang dilakasanakan memberikan dampak vertical maupun horizontal.

Berita Terkait :  Tutup Tahun 2024, Grab Salurkan 1 Juta Dolar untuk Lebih Dari 33.000 Pelaku Sektor Transportasi dan Pelaku UMKM

Selamat berlebaran Dengan Penuh Kecerdasan ,

————- *** —————

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru