30.3 C
Sidoarjo
Friday, July 11, 2025
spot_img

Pendidikan Dasar Gratis: Terobosan MK yang Mengguncang Status Quo?

Oleh :
Ani Sri Rahayu
Dosen Civic Hukum dan Trainer P2KK Universitas Muhammadiyah Malang

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan pemerintah menggratiskan pendidikan dasar dari SD hingga SMP, baik di sekolah negeri maupun swasta, menjadi titik balik penting dalam sejarah pendidikan Indonesia. Putusan ini bukan sekadar perintah hukum, tetapi juga sinyal kuat tentang reposisi peran negara dalam menjamin hak warga negara atas pendidikan. Di satu sisi, ia disambut sebagai langkah progresif dalam memperkuat keadilan sosial. Namun di sisi lain, putusan ini mengguncang tatanan lama yang telah berjalan puluhan tahun, terutama bagi sekolah swasta yang selama ini mengandalkan pembiayaan mandiri. Mampukah negara menunaikan mandat ini tanpa mengorbankan kualitas? Inilah pertanyaan besar yang perlu dikaji lebih dalam.

Keadilan konstitusional vs realitas anggaran
Gratis sekolah dari SD sampai SMP, termasuk di sekolah swasta, memang terdengar seperti mimpi yang jadi kenyataan. Tapi siapa yang akan membayar tagihannya? Putusan MK ini menjunjung tinggi keadilan konstitusional semua anak berhak mendapat pendidikan dasar tanpa bayar. Masalahnya, anggaran negara bukan tanpa batas. Saat idealisme bertemu kenyataan, muncul dilema besar: apakah keadilan itu bisa benar-benar diwujudkan tanpa membebani sistem?

Di atas kertas, mandat konstitusi adalah harga mati. Namun dalam praktiknya, realisasi pendidikan dasar gratis secara menyeluruh, termasuk di sekolah swasta memerlukan anggaran besar yang tidak bisa ditutup hanya dengan retorika politik. Saat ini saja, alokasi anggaran pendidikan 20% dari APBN sering kali masih menyisakan ketimpangan, terutama di daerah tertinggal dan sekolah swasta kecil yang tidak mendapatkan dukungan operasional memadai. Jika negara diwajibkan menanggung seluruh biaya pendidikan dasar disemua jenis sekolah, maka perlu dirancang skema pembiayaan baru yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Tanpa desain kebijakan yang matang, idealisme ini bisa justru melemahkan sistem pendidikan secara keseluruhan karena apa artinya gratis jika kualitasnya dikorbankan?

Berita Terkait :  PPPK Tahap Dua, Bojonegoro Sediakan 4.001 Formasi Tenaga Non ASN

Lebih jauh lagi, pemerintah juga harus mempertimbangkan bagaimana kebijakan ini akan berdampak pada alokasi anggaran sektor lain. Apakah dana untuk infrastruktur, kesehatan, atau ketahanan pangan akan dikorbankan demi menutup biaya pendidikan gratis di sekolah swasta? Atau, mungkinkah akan muncul skema pembiayaan parsial yang justru menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketimpangan baru? Tanpa peta jalan yang jelas, potensi konflik kepentingan antarlembaga tinggi baik di pusat maupun daerah. Ini bukan semata soal memberi akses pendidikan, tetapi soal menjamin keberlanjutan layanan publik tanpa menurunkan standar mutu. Untuk itu, pemerintah meski memiliki kapasitas fiskal dan komitmen kebijakan yang cukup untuk memastikan bahwa keadilan konstitusional tidak berhenti di atas kertas, melainkan hadir nyata di ruang kelas seluruh pelosok negeri?

Karena itu, putusan MK harus dibaca bukan hanya sebagai seruan moral, tetapi sebagai panggilan untuk merumuskan kebijakan yang realistis dan bertanggung jawab. Keadilan dalam pendidikan tidak cukup hanya diwujudkan lewat kata “gratis”, tetapi melalui sistem yang menjamin mutu, pemerataan, dan keberlanjutan. Tanpa itu, mimpi tentang pendidikan dasar gratis bisa berubah menjadi beban sistemik yang justru menghambat tujuan mulianya sendiri.

Dampak sistemik terhadap sekolah swasta
Putusan MK yang mewajibkan pendidikan dasar gratis, tak hanya bagi sekolah negeri tetapi juga swasta, membawa dampak sistemik yang tidak bisa dianggap remeh. Sekolah swasta selama ini beroperasi secara mandiri dengan sumber pendanaan utama dari orang tua peserta didik. Dengan kewajiban membebaskan biaya, ekosistem pendidikan swasta berada di persimpangan: apakah mereka akan kehilangan otonomi, tergerus daya saing, atau justru mendapat peluang baru melalui kemitraan dengan negara?

Berita Terkait :  Golkar Usulkan Empat Nama ke DPP untuk Kursi Ketua DPRD Kota Pasuruan

Terobosan ini memang menjanjikan pemerataan akses, tetapi sekaligus mengguncang tatanan lama yang telah mapan. Maka, penting untuk mengulas bagaimana sekolah swasta akan beradaptasi di tengah perubahan mendasar ini, apakah sebagai korban dari kebijakan yang terlalu idealis, atau sebagai mitra strategis dalam sistem pendidikan nasional yang lebih inklusif. Agar dampak sistemik terhadap sekolah swasta tidak berujung pada penurunan kualitas atau bahkan kolapsnya lembaga pendidikan non-negeri, diperlukan langkah-langkah strategis dari pemerintah.

Pertama, pemerintah dapat mengembangkan skema kemitraan berbasis subsidi terukur, di mana sekolah swasta yang memenuhi standar tertentu diberi dukungan dana operasional per siswa, mirip dengan model BOS, namun dengan mekanisme akuntabilitas dan transparansi yang diperkuat.

Kedua, perlu dibuat klasifikasi sekolah swasta berdasarkan kapasitas dan segmentasi sosialnya, agar kebijakan pembebasan biaya difokuskan pada sekolah-sekolah yang melayani masyarakat berpenghasilan rendah, bukan secara menyamaratakan.

Ketiga, penguatan regulasi dan insentif juga krusial, misalnya melalui keringanan pajak, bantuan sarana prasarana, atau pelatihan tenaga pendidik agar sekolah swasta tetap mampu menjaga mutu layanan meskipun sumber pendapatan utamanya berkurang.

keempat, melibatkan asosiasi sekolah swasta secara aktif dalam perumusan kebijakan, agar suara dan kepentingan mereka tidak diabaikan dalam proses transisi. Tanpa dukungan struktural semacam ini, kebijakan pendidikan gratis bisa kontraproduktif, menciptakan ketergantungan baru tanpa memperkuat kapasitas lembaga pendidikan itu sendiri.

Berita Terkait :  Mengenal Suparmi, Owner Sentra Kerajinan Rengginang dan Kerupuk Ikan Situbondo

Kelima, pemerintah perlu mendorong inovasi model pembelajaran dan diversifikasi sumber pendanaan bagi sekolah swasta. Misalnya, dengan memfasilitasi kemitraan dengan sektor swasta, organisasi masyarakat, atau lembaga donor yang dapat membantu pendanaan non-pemerintah, serta mengembangkan program-program pendidikan berbasis teknologi yang lebih efisien dan terjangkau. Pendekatan ini tidak hanya membantu meringankan beban biaya operasional, tapi juga mendorong adaptasi sekolah swasta terhadap tantangan zaman, sekaligus memperkuat keberlanjutan jangka panjang mereka di tengah kebijakan pendidikan gratis.

Melalui kelima strategi tersebut, maka besar kemungkinan sekolah swasta tidak hanya dapat bertahan, tetapi juga berperan aktif dalam mewujudkan pendidikan dasar yang benar-benar inklusif dan berkualitas. Terobosan MK ini memang mengguncang status quo, namun jika dijalankan dengan perencanaan matang dan dukungan menyeluruh, kebijakan ini berpotensi mengubah wajah pendidikan dasar Indonesia menjadi lebih adil dan berkelanjutan bagi seluruh anak bangsa.

———— *** ————-

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru