31 C
Sidoarjo
Monday, May 12, 2025
spot_img

Babak Baru “Relasi” Taiwan-China

Oleh :
M. Syaprin Zahidi
Dosen Pada Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang dan Visiting Scholar di National Dong Hwa University, Taiwan

Tensi hubungan Taiwan-China di awal tahun 2025 ini bisa dikatakan berada pada titik yang cukup rentan, hal ini dipertegas dengan aktivitas dari Presiden Lai Ching-te yang mengadakan pertemuan keamanan nasional tingkat tinggi pada 13 Maret 2025. Dalam pertemuan tersebut Presiden Lai menjabarkan 17 strategi Taiwan dalam menghadapi 5 ancaman China terhadap Taiwan yang terdiri dari: Ancaman terhadap kedaulatan Taiwan, Ancaman melalui aktivitas spionase di dalam institusi militer Taiwan, Upaya pengaburan “identitas nasional Taiwan”, Ancaman melalui aktivitas “Cross strait exchanges” yang berupaya mempromosikan penyatuan Taiwan sebagai wilayah China dan progam pembangunan bersama yang menargetkan para pebisnis Taiwan dan anak-anak muda Taiwan agar berpihak ke China.

Bisa dikatakan bahwa saat ini China dalam pandangan penulis mulai terlihat sangat “agresif” dan melakukan banyak aktivitas yang bisa dikatakan bertentangan dengan resolusi 2758 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang jelas-jelas hanya menerangkan bahwa People’s Republic of China (PRC) sebagai perwakilan resmi China di PBB dan resolusi tersebut tidak menyatakan Taiwan sebagai bagian dari China.

Penting kemudian sebenarnya bagi masyarakat internasional untuk kemudian menunjukkan solidaritas bagi Taiwan karena faktanya jika dilihat dari aspek manapun Taiwan walaupun selalu dalam kondisi ‘siaga” dalam menghadapi beragam ancaman dari China terlihat selalu mengupayakan dialog dan melandaskan aktivitasnya pada konteks hukum internasional yang legal.

Berita Terkait :  Hari ini Rapat Paripurna Usulan Penetapan Pimpinan DPRD Surabaya Definitif

Hal tersebut terbukti sebenarnya ketika Taiwan dalam relasinya dengan China tidak pernah melakukan tindakan “provokatif”. Satu saja yang diminta oleh Taiwan yaitu agar China juga bisa melihat Taiwan sebagai negara yang berdaulat namun selalu ditolak oleh China dengan alasan sejarah dan beragam alasan lainnya.

Masuk akal sebenarnya jika melihat aktivitas Taiwan selama ini yang tidak “bergeming” walaupun terus menerus mendapatkan ancaman dari China karena hal yang paling ditakutkan jika pada akhirnya Taiwan menjadi bagian dari China adalah kondisi ketidakstabilan dalam negeri sebagaimana yang terjadi di Hongkong.

Diakui atau tidak Hongkong menjadi tidak stabil baik secara politik, ekonomi, sosial maupun hukum setelah diambil alih oleh China. Dalam konteks politik misalnya masyarakat hongkong mulai kehilangan hak untuk menyuarakan pendapatnya setelah Pemerintah China mengesahkan Undang-Undang keamanan nasional pada bulan Juni 2020 lalu yang oleh Pemerintah China dikatakan sebagai upaya untuk mencegah tindakan separatisme dan kolusi dengan pihak asing yang dapat menggangu stabilitas dalam negeri. Namun justru dengan adanya undang-undang ini maka dengan sangat mudah pemerintah China akan mengadili orang-orang yang bersuara mengkritik pemerintah China atau partai komunis China dan para pengkritik tersebut pada akhirnya akan berakhir di balik sel tahanan.

Menurut penulis ini memang sudah menjadi “tabiat” dari pemerintah China tentu kita tidak lupa sejarah dan tragedi Tiananmen di China pada 1989 yang secara jelas menunjukkan sikap anti pemerintah China terhadap kritik yang akhirnya memakan banyak korban Jiwa dari masyarakat sipil dan Pelajar di China waktu itu yang menuntut reformasi China ke arah yang lebih demokratis.

Berita Terkait :  Tingkatkan Usaha Budidaya Perikanan, Bakorwil Bojonegoro Gelar Rakor

Hal inilah menurut penulis yang menjadi dasar Taiwan hingga saat ini tetap bertahan dari segala macam upaya China untuk menyatukan Taiwan ke dalam wilayahnya. Taiwan yang saat ini menjadi salah satu negara demokratis tentu akan “menderita” jika pada akhirnya tunduk pada kemauan China tersebut.

Taiwan di bawah pemerintahan Presiden Lai Ching-Te tentu juga menyadari betapa semakin agresifnya China saat ini sehingga konsolidasi internal Taiwan dalam bentuk mengingatkan masyarakatnya agar tidak “terlena” oleh bujuk rayu China melalui berbagai macam cara merupakan suatu hal yang wajar. Satu statement penting dari Presiden Lai Ching-Te menjadi relevan dalam menghadapi ancama China yaitu: “The only way we can safeguard freedom and prevail against authoritarian aggression is through solidarity”. Solidaritas inilah yang menjadi kunci penting Taiwan untuk kemudian menghadapi China dan membuka mata dunia tentang aktivitas illegal China.***

———– *** ————–

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru