Surabaya, Bhirawa
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto menyoroti gaya hidup mewah dan protokoler berlebihan di kalangan kepala daerah.
Dalam acara peluncuran Indikator Monitoring Center for Prevention (MCP) Tahun 2025, Rabu (5/3/2025), ia secara tegas meminta kepala daerah untuk mengurangi jumlah ajudan dan staf pendamping demi efisiensi anggaran.
“Mohon maaf, protokoler sebaiknya dikurangi, Bapak-Ibu Kepala Daerah. Jangan sampai pasukannya terlalu banyak. Ada protokol, sespri, ADC, operator, driver, co-driver, co-pilot, dan lain-lain, banyak sekali,” ujar Setyo di hadapan sejumlah kepala daerah yang hadir secara daring.
Setyo bahkan mencontohkan pengalamannya saat menghadiri retret kepala daerah di Magelang. Ia hanya pergi berdua tanpa banyak pendamping dan perjalanan tetap berjalan lancar.
“Bayangkan kalau semua orang itu mendapatkan honor perjalanan dinas. Saya kemarin ke Magelang hanya berdua aja, baik-baik saja, lancar, tidak ada masalah. Kira-kira seperti itu soal efisiensi,” tambahnya.
Pernyataan Setyo Budiyanto ini mendapat tanggapan dari pengamat politik Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam. Ia menilai bahwa efisiensi anggaran memang penting, tetapi harus tetap dalam batas kewajaran agar tidak terkesan mengada-ada.
“Ya, menurut saya, sesuai kewajaran dan kepatutan saja. Selama ini memang kesannya over sehingga jadi mengada-ada. Ini yang perlu dikoreksi,” ujar Surokim, Rabu (5/3/2025).
Menurutnya, pejabat publik harus bisa menjadi contoh keteladanan dalam menjalankan efisiensi anggaran. “Di era efisiensi, keteladanan itu kunci. Kesederhanaan adalah modal utama bagi pejabat publik,” tegasnya.
Instruksi efisiensi anggaran ini sejalan dengan kebijakan Presiden Prabowo Subianto, yang memangkas anggaran kementerian dan lembaga sebesar Rp 308 triliun. Proses penyisiran anggaran tersebut telah dibahas pemerintah dan DPR hingga final pada 14 Februari 2025.
Kebijakan ini bertujuan untuk menekan pengeluaran negara yang dinilai kurang efektif dan mengalihkan anggaran ke sektor yang lebih prioritas. Namun, sejumlah pihak mengingatkan bahwa efisiensi harus dilakukan dengan cermat agar tidak berdampak negatif pada pelayanan publik.
Baik KPK maupun pengamat sepakat bahwa efisiensi anggaran harus diimbangi dengan keteladanan. Pemangkasan anggaran perjalanan dinas dan protokoler berlebihan bukan hanya soal menghemat uang negara, tetapi juga tentang membangun kepercayaan publik.
“Saya sependapat dengan Ketua KPK, tapi efisiensi harus dilakukan dengan empati. Jangan sampai terkesan hanya sekadar simbolik, tapi harus benar-benar berdampak positif bagi masyarakat,” tutup Surokim. [geh.dre]