Sidoarjo, Bhirawa.
Pemkab Sidoarjo menargetkan pada tahun 2028 nanti, kasus TBC sudah akan bisa tereliminasi dari wilayah Kabupaten Sidoarjo. Saat ini per Oktober 2024, ada sebanyak 4.871 orang di Sidoarjo yang ditemukan sebagai penderita TBC. Sekitar 92% atau 4.502 orang itu sudah berhasil diobati .
Plt Kadinkes Kabupaten Sidoarjo, dr Lakhsmie Herawati Yuwantina MKes, mengatakan Kabupaten Sidoarjo akan bisa disebut sudah tereminasi TBC , pertama, apabila nanti penemuan kasus sudah mencapai 100% dari target, kedua, pengobatan sudah bisa mencapai 90% dan ketiga, TPT sudah lebih dari 80%.
“Kita akan bergerak terus. Dengan slogan ” mlayu banter, TBC Ngejer” ,” kata dr Laksmi, disela-sela kegiatan Rakor tim percepatan penanggulangan TBC di Kabupaten Sidoarjo, Selasa (29/10) kemarin, di ruang delta graha Setda Sidoarjo.
dr Laksmi mengatakan untuk eliminasi TBC di Kabupaten Sidoarjo, pihaknya pada tahun 2025 mendatang akan mendapat support anggaran sebesar Rp5.4 miliar. Semua OPD yang terlibat dalam program ini punya SK Tim percepatan penanggulangan TBC. Dari 318 desa, ada 70 desa sudah memasukkan kegiatan untuk program eliminasi kasus TBC tersebut.
Untuk program eliminasi TBC di Sidoarjo, lanjut dr Laksmi, pihaknya juga mendapat support dari lembaga luar negeri, seperti dari USAID TB.
Kepala Bidang Pencegahan Penyakit Dinkes Kabupaten Sidoarjo, dr Hinu Tri Sulistijorini Ririn MMRS, menanbahkan Dinas Kesehatan Sidoarjo saat ini juga sudah mempunyai 8 alat pendeteksi virus TBC atau TCM. Sebanyak 2 alat berada di RSUD Notopuro Sidoarjo dan 6 alat lainnya berada di Puskesmas Krian, Taman, Sukodono, Porong, Sedati, dan Krembung.
Kepala Bappeda Kabupaten Sidoarjo, Dr Heri Soesanto, mengatakan untuk program eliminasi TBC pada tahun 2030 mendatang, yang dicanangkan Nasional, maka di Sidoarjo harus ada rencana aksi dari Tim percepatan penanggulangan TBC mulai dari sekarang.
Misalnya dari Dinkes, Bappeda, Dinsos, Disnaker, Dinas PU, Satpol PP, Dishub dan Polisi serta lainnya. Dari Disnaker misalnya, turun ke perusahaan mensosialisasikan kasus TBC kepada lingkungan tenaga kerja. DInas PMD, mensosialisasikan kepada kader di desa. Satpol PP dan Dishub, perlu melakukan screening kepada orang yang masuk ke Sidoarjo. “Siapa tahu mereka ada yang menderita TBC di tempat asalnya. Juga menscreening pengemis dan pengamen, sebab mereka setiap hari ada di jalanan,” kata Heri.
Dari data WHO, Indonesia terbanyak ke-2 setelah India, warga yang ditemukan menderita kasus TBC. Sedangkan di Indonesia, Provinsi Jawa Timur tertinggi ke-2. Bappeda Sidoarjo, menurut Heri, telah mengalokasikan anggaran daerah untuk pembelian alat pendeteksi virus TBC ini. Dimaksudkan supaya bisa dipakai mendeteksi tempat -tempat yang berpotensi banyak virus TBC.
Kasus TBC, lanjut Heri, merupakan penyakit dengan kematian nomor 2 terbesar di dunia. Kasus TBC, juga banyak menyerang pada usia-usia produktip. “TBC itu bisa diobati dan disembuhkan, tetap semangat,” kata Heri, yang sempat menjadi narasumber dalam kegiatan yang dihadiri oleh unit kerja di Sidoarjo yang lintas sektoral tersebut.[kus.ca]