Oleh :
Mayyasya Tian Ramadyanti
Mahasiswa Program Studi (Prodi) Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Infrastruktur memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama di tengah tantangan keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah. Kebutuhan pembangunan infrastruktur yang terus meningkat seiring dengan berkembangnya berbagai sektor ekonomi, seperti transportasi, energi, dan telekomunikasi, akhirnya menjadi hal yang tak terhindarkan. Salah satu aspek kebutuhan infrastruktur yang paling krusial adalah sektor transportasi. Tingginya biaya logistik dapat menghambat efisiensi distribusi barang dan mobilitas masyarakat.
Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan ribuan pulau, sangat bergantung pada infrastruktur transportasi yang memadai untuk menciptakan konektivitas antar wilayah. Dengan adanya infrastruktur transportasi yang baik, seperti bandara dan pelabuhan, distribusi barang dan mobilitas orang dapat dipercepat, yang pada gilirannya akan mendukung pemerataan pembangunan ekonomi di seluruh penjuru negeri. Namun, untuk mewujudkan infrastruktur yang dibutuhkan, pemerintah sering kali menghadapi kendala terbatasnya anggaran, baik dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Dalam konteks inilah, model Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) hadir sebagai solusi yang inovatif. KPBU membuka ruang kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta dalam pembiayaan dan pengelolaan proyek-proyek infrastruktur. Melalui skema ini, sektor swasta dapat membantu menyediakan dana, teknologi, serta manajerial yang diperlukan. Sementara pemerintah tetap mengatur dan mengawasi proses pembangunan. Dengan demikian, penggunaan skema KPBU Unsolicited pada pembangunan Bandara Dhoho Kediri sungguh menjadi langkah terobosan.
Bandara ini menggunakan skema KPBU Unsolicited pertama di Indonesia, yang memungkinkan pihak swasta untuk mengajukan proposal pembangunan sebelum adanya permintaan dari pemerintah. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mengoptimalkan sumber daya dan mempercepat proses pembangunan yang sangat dibutuhkan, sekaligus memberikan peluang bagi sektor swasta untuk berperan aktif dalam pengembangan infrastruktur strategis di Indonesia.
Proyek pembangunan Bandara Dhoho Kediri menandai tonggak sejarah sebagai proyek pertama di Indonesia yang mengadopsi model Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) Unsolicited. Skema Unsolicited merujuk pada jenis proyek di mana pihak swasta, dalam hal ini Perseroan Terbatas Gudang Garam Tbk melalui anak perusahaannya, Perseroan Terbatas Surya Dhoho Investama (PT SDHI), mengajukan proposal pembangunan tanpa adanya permintaan atau inisiasi dari pemerintah. Dalam hal ini, inisiatif ini digagas oleh pihak swasta untuk membangun bandara yang kemudian disetujui oleh pemerintah. Kerja sama ini menghasilkan pendirian perusahaan yang bertugas sebagai badan usaha pelaksana (BUP) proyek.
Dalam struktur ini, Perseroan Terbatas Angkasa Pura I memiliki tanggung jawab utama dalam pengelolaan operasional bandara, sedangkan PT SDHI, sebagai pemilik aset, berperan dalam pengelolaan infrastruktur Bandara Dhoho Kediri. Proyek pembangunan Bandara Dhoho Kediri bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan publik serta mendukung kegiatan ekonomi dan sosial di wilayah Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Proses transaksi proyek ini dimulai pada September 2021, dan pada 7 September 2022, perjanjian kerjasama antara pemerintah dan badan usaha (KPBU) resmi ditandatangani. Penandatanganan perjanjian dilakukan oleh Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Nur Isnin Istiartono, dan Presiden Direktur PT Surya Dhoho Investama, Istata Taswin Siddharta, di Kantor Kementerian Perhubungan.
Acara tersebut dihadiri secara daring oleh sejumlah pejabat tinggi, termasuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, serta Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana. Setelah berhasil mencapai financial close pada 7 September 2023, Bandara Dhoho Kediri resmi memulai operasionalnya pada 29 Desember 2023
Bandara Dhoho Kediri, yang memiliki nilai investasi mencapai Rp 13 triliun, merupakan langkah penting dalam meningkatkan konektivitas di Jawa Timur bagian selatan, mendorong pertumbuhan pariwisata, serta menciptakan lapangan pekerjaan baru.
Proyek ini menggunakan model Design-Build-Finance-Operate-Maintain-Transfer (DBFOMT) model yang melibatkan badan usaha dalam merancang, membangun, serta membiayai proyek, di samping menyediakan layanan pemeliharaan dan operasi, termasuk pengelolaan aset, berdasarkan perjanjian jangka panjang yang mencakup masa konsesi tertentu, dalam hal ini selama 50 tahun dan pengembalian investasi melalui tarif pengguna (pembayaran berasal dari tarif yang dikenakan pada pengguna layanan). Direncanakan, bandara ini akan melayani penerbangan komersial serta memberikan manfaat sosial-ekonomi yang luas bagi masyarakat sekitar.
Sebagai proyek KPBU unsolicited pertama di Indonesia, Bandara Dhoho Kediri menandai kemajuan signifikan dalam pembiayaan infrastruktur dengan melibatkan sektor swasta, tanpa dana APBN maupun APBD. Dengan kapasitas penumpang yang dirancang untuk menampung hingga 1,5 juta orang per tahun pada tahap pertama, dan diperkirakan mampu melayani hingga 10 juta penumpang per tahun pada tahap puncaknya, bandara ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian lokal dan mempercepat pembangunan infrastruktur transportasi di Indonesia.
Bandara Dhoho Kediri dirancang dengan spesifikasi canggih untuk mendukung penerbangan komersial dan meningkatkan konektivitas di kawasan Jawa Timur. Landasan pacu (runway) bandara ini memiliki panjang 3.300 meter yang menduduki peringkat kelima se-Indonesia dan memiliki lebar 45 meter, memungkinkan bandara untuk menampung pesawat berbadan besar seperti Boeing 777.
Selain itu, fasilitas bandara ini mencakup apron komersial dengan ukuran 548 x 141 meter dan apron VIP seluas 221 x 97 meter. Bandara ini juga dilengkapi dengan empat taxiway serta area parkir yang sangat luas, mencapai 37.108 meter persegi. Di sisi darat, bandara ini akan memiliki terminal penumpang seluas 18.000 meter persegi. Infrastruktur ini dirancang untuk mendukung peningkatan jumlah penumpang seiring waktu dan memperkuat potensi bandara sebagai hub transportasi utama di Jawa Timur.
Pada hari Jumat, 18 Oktober 2024, Bandara Dhoho Kediri resmi dibuka oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, bersama dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Acara peresmian ini juga disertai dengan peletakan batu pertama untuk pembangunan jalan tol yang menghubungkan bandara dengan Kota Kediri. Diharapkan, dengan tersedianya akses tol ini, kelancaran transportasi akan meningkat, sekaligus memperkuat posisi Bandara Dhoho sebagai pusat utama mobilitas udara di bagian selatan Provinsi Jawa Timur. Pembangunan Bandara Dhoho Kediri menjadi tonggak penting dalam pengembangan ekonomi dan sosial di Kabupaten Kediri dan sekitarnya.
Seiring dengan pertumbuhan sektor transportasi yang terus menunjukkan laju yang signifikan, bandara ini diharapkan mampu mempercepat konektivitas antarwilayah dan mendukung pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur, khususnya di Kediri Raya. Dengan keberadaan Bandara Dhoho, mobilitas masyarakat akan semakin mudah, mendukung perkembangan sektor pariwisata, serta membuka peluang usaha dan pekerjaan baru, baik langsung maupun tidak langsung, di berbagai sektor. Bandara ini juga diharapkan mendukung industri berbasis komoditas unggulan seperti perkebunan, peternakan, serta makanan dan minuman, yang sudah memiliki keunggulan komparatif di wilayah ini.
Pembangunan Bandara Dhoho diharapkan dapat membuka peluang kerja baru, menurunkan tingkat pengangguran, dan berkontribusi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Namun, di balik manfaat tersebut, tantangan besar terkait pembebasan lahan dan dampak sosial terhadap masyarakat terdampak tetap perlu menjadi perhatian. Upaya untuk menyerap tenaga kerja lokal dan memberikan akses pendidikan yang lebih tinggi menjadi kunci untuk memastikan manfaat yang inklusif dari proyek ini.
Sementara itu, aspek lingkungan tetap menjadi perhatian utama. Pengalihan lahan pertanian menjadi lahan untuk pembangunan bandara dan infrastruktur terkait dapat mengurangi luas lahan pertanian, yang berpotensi memengaruhi ketahanan pangan nasional. Selain itu, potensi dampak negatif berupa polusi udara dan suara juga perlu dimitigasi dengan kebijakan yang berkelanjutan, sejalan dengan upaya pemerintah dalam menurunkan emisi karbon.
Dengan dukungan pendanaan yang sepenuhnya berasal dari pihak swasta, Bandara Dhoho Kediri menggambarkan potensi pembiayaan kreatif dalam pembangunan infrastruktur tanpa bergantung pada anggaran negara. Keberhasilan proyek ini diharapkan menjadi model bagi proyek-proyek infrastruktur lainnya yang melibatkan swasta secara lebih besar, dengan pengawasan ketat untuk memastikan keberlanjutan ekonomi dan lingkungan di masa depan.
———————-*** ———————-