25 C
Sidoarjo
Thursday, December 5, 2024
spot_img

Peran Guru Dalam Gurita Judi Online


Oleh :
Syaddad Ibnu Hambari
Kepala Madrasah Aliyah Al-Fatich Surabaya

Perjudian online merupakan inovasi baru para banda dalam mendongkrak maraknya aksi perjudian. Perjudian kini terasa lebih santai, asik dan dapat dilakukan secara digital serta ditunjang dengan tampilan yang menarik.

Seseorang tidak perlu pergi ke kasino atau bandar lotre untuk berjudi. Ia bisa melakukan perjudian dimanapun yang ia mau. tanpa perlu khawatir aibnya akan diketahui oleh orang lain.

Begitu senyapnya aksi perjudian ini dilakukan, sehingga terkadang, tanpa dinyana, mereka yang kita anggap agamis diam-diam turut terjerat sebagai pelaku. Karena begitu masif dan “sunyi”nya model perjudian ini, pemerintah dibuat garuk-garuk kepala untuk menghentikannya.

Pemerintah yang dirasa kerepotan memusnahkan aksi perjudian ini, dikagetkan dengan fakta bahwa situs-situs perjudian ini ternyata ‘dipelihara’ oleh oknum kementerian. Ditangkapnya 16 pegawai Komdigi dalam kasus perlindungan terhadap situs judi online adalah sebuah ironi. Aparat Negara yang semestinya menjadi garda terdepan dalam proses mewujudkan generasi yang bermoral justru menggadaikan nasib bangsa dengan pundi-pundi yang tidak seberapa. Masyarakat cukup tertampar, para orang tua yang anaknya terjerat judi online merasa miris bahwa beberapa oknum pemerintah justru menjadi pecundang dengan menjembatani tumbuhnya nilai amoral tersebut.

Data & Faktor Merebaknya Judi Online
PPATK merilis sebuah data yang memprihatinkan bahwa Indonesia, adalah negara dengan pelaku judi online terbesar di dunia. Tercatat 4.000.000 masyarakat kita kecanduan permainan ini.

Bahkan 2% dari jumlah tersebut adalah anak-anak di bawah usia 10 tahun dan 11% di antaranya adalah pelaku dalam rentang usia antara 10 tahun s.d 20 tahun. Usia tersebut adalah usia rata-rata anak yang masih sekolah dan belum bekerja. Sedangkan terkait dana yang berputar, tahun 2023 lalu tercatat akumulasi perputaran dana judi online mencapai angka 317 triliun rupiah. Nilai yang fantastis.

Berita Terkait :  Kontroversi Dokter Asing

Selain “kenakalan” komdigi dalam melakukan perlindungan terhadap situ judi online sehingga dapat diakses dengan mudah, ada banyak faktor yang membuat masyarakat terutama anak-anak kecanduan judi online diantaranya adalah kesulitan keuangan, masalah emosional dan psikologis dan juga pengaruh sosial. Masyarakat kita menjadikan judi online sebagai cara untuk memperkaya diri secara instan. Rasa malas dalam bekerja atau keengganan mencari pekerjaan membuat judi online menjadi solusi dari problem finansial mereka.

Selain itu, rasa stres dan jenuh yang seringkali menghantui menjadikan judi online sebagai solusi penatnya pikiran mereka, alih-alih mengisinya dengan ibadah. Faktor internal ini didukung dengan lingkungan yang secara masif mendukung untuk secara intens melakukan aktivitas perjudian online tersebut. Hasilnya, saat kalah, mereka semakin miskin, beban psikologi semakin menumpuk dan lingkungan semakin menjauh.

Berdasarkan data, kasus judi online ini tidak hanya melibatkan mereka yang mengalami masalah ekonomi. Mereka yang sejujurnya telah mapan dan level ekonominya baik, juga turut terjerembab dalam permasalahan judi online. Rasa penasaran atas kekalahan yang dialami adalah faktor yang memancing mereka untuk berusaha mati-matian untuk mengembalikan kerugian tersebut. Hasilnya tetap sama: kalah. Kekalahan ini tak pelak disebabkan oleh ritme permainan yang telah diatur oleh Bandar sedemikian rupa.

Ujung kisah dari para pelaku judi online yang kehilangan banyak hartanya hingga hutang sana-sini adalah menjadikan pinjol sebagai pelarian akhir. Naasnya, pinjol justru membuat hutang semakin menjalar karna bunga yang terus berkembang. Walhasil, karnea urusan semakin rumit, para pelaku judi online demi memenuhi kebutuhannya mereka melakukan aksi kriminal berupa perampokan, pembunuhan bahkan bunuh diri. Ini fakta, bukan fiktif dan terjadi pada misalnya, seorang ojol di Semarang yang bunuh diri setelah menggadaikan sertifikat rumah akibat judi online. Istrinya menajdi janda dan anaknya menjadi yatim. Judi online benar-benar melahirkan permasalahan yang kompleks.

Berita Terkait :  Peran Strategis Indonesia Wujudkan Perdamaian Semenanjung Korea

Peran Guru dalam Gurita Judi Online
Peran guru ihwal merajelalanya kasus judi online mungkin tidak sekrusial pememerintah atapun komdigi. Tapi betapapun itu permasalahan judi online adalah ‘pekerjaan rumah’ semua orang, baik dari kalangan pemerintahan sampai unsur paling bawah, diantaranya guru.

Sebab, andaikan situs itu tidak teratasi dan oknum komdigi tersebut masih berkeliaran, hal itu tidak akan membawa masalah jika masyarakat memiliki kesadaran yang penuh tentang bahaya judi baik offline atau online.

Peran guru dalam usaha bersama menghentikan maraknya kasus perjudian online dapat dilakukan dengan cara-cara berikut. Al: Yang pertama, bahwa guru tersebut harus menjaga diri dari teribat judi online itu sendiri. Jika pendidik yang secara filosofis adalah profil yang harus digugu dan ditiru justru menjadi pelaku perjudian, maka untuk melakukan peran berikutnya akan berat. Segala tindak tanduknya tidak akan membekas di hati siapapun, terlebih muridknya. Dan tentu saja wibawanya akan hancur.

Yang kedua, menanamkan nilai-nilai terkait bahaya judi online dan akibat yang akan didapatkan. Bahwa agama ketika melarang sesuatu pasti memiliki resiko dibaliknya. Serta menghadirkan cerita-cerita nestapa para pelaku judi online yang justru tidak kunjung membaik hidupnya. Pun bagaimana aktivitas perjudian tersebut telah diatur oleh Bandar pergerakannya.

Dan tentu saja Bandar enggan merugi sehingga kisah akhir pelaku judi adalah kerugian..

Berita Terkait :  Antisipasi Tren PHK Nasional

Yang ketiga, bahwa semua guru turut mengampanyekan aksi anti judi online. Agar secara mental, para murid merasa mereka sedang menghadapi segerombol manusia yang akan terus mengawasi mereka dalam pergerakan judi yang mereka lakukan. Kampanye anti judi secara masif ini juga dapat ditunjang dengan koordinasi yang baik antara guru dan orang tua. Guru benar-benar mendesak orang tua untuk tidak melindungi anaknya, tetapi menyerahkan anaknya untuk dikonseling jika telah kecanduan judi.

Yang keempat, membentuk satgas yang melibat murid-murid yang secara subjekti dianggap pantas oleh para guru. Satgas tersebut bertugas memata-matai pergerakan teman-temannya yang sedang terjerat kasus judi online yang kemudian dapay disampaikan kepada para guru agar dapat ditindak. Dengan begitu para murid akan selalu merasa terawasi akan kehadiran satgas yang selalu mengawasi mereka.

Sekali lagi peran guru mungkin tidak terlalu krusial, tapi marilah menganggap permasalahan sebagai beban bersama. Sehingga setiap komponan manusia yang sadar diri akan bahaya judi online saling memberi peringatan kepada yang lain. Dengan lingkungan yang saling peduli dan menasehati, dikuatkan dengan pemerintah yang sigak bergerak menutup akses, maka peluang judi online untuk berkurang dan bahkan hilang akan selalu ada.

————- *** ————–

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img