Surabaya, Bhirawa
Pilkada Jawa Timur 2024 menghadirkan kejutan besar. Dua partai besar yakni, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang selama ini mendominasi politik di Jawa Timur, harus mengakui kekalahan dari pasangan petahana Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak.
Pasangan Khofifah-Emil yang didukung koalisi raksasa 15 partai, termasuk Gerindra, Golkar, Demokrat, dan NasDem, berhasil mempertahankan kekuasaan dengan selisih suara signifikan. Sebaliknya, PKB yang mengusung Luluk Nur Hamidah-Lukmanul Khakim, serta PDIP dengan pasangan Tri Rismaharini-Gus Hans, gagal merebut hati pemilih.
Sebagai petahana, Khofifah-Emil tampil percaya diri dengan dukungan penuh dari 15 partai politik. Popularitas mereka sebagai pemimpin Jatim yang sukses membawa stabilitas dan pertumbuhan ekonomi menjadi daya tarik utama bagi pemilih. “Dukungan partai besar dan rekam jejak yang jelas membuat Khofifah-Emil sulit ditandingi,” kata pengamat politik Surokim Abdussalam saat dikonfirmasi Bhirawa, Selasa (10/12).
Kekalahan ini menjadi tamparan keras bagi PKB dan PDIP, sebab PKB yang meraup suara terbanyak di Pemilu 2024 di Jatim dengan 4,5 juta suara, serta PDIP dengan perolehan 3,7 juta suara, gagal mengonversi kekuatan mereka di Pilkada. Bahkan, sejarah mencatat kedua partai ini belum pernah menang di Pilkada Jatim sejak 2008.
Keputusan PKB dan PDIP untuk maju sendiri-sendiri dinilai sebagai langkah yang kurang strategis. “Seharusnya mereka belajar dari pengalaman. Melawan petahana dengan maju tanpa koalisi besar sangat sulit,” ujar Surokim.
Fenomena Figur di Pilkada
Menurut Surokim, Pilkada lebih menekankan pada figur dibandingkan partai. “Masyarakat Jatim sudah cerdas membedakan pemilu legislatif dan Pilkada. Di Pilkada, kualitas figur menjadi faktor utama, sedangkan partai hanya menjadi pelengkap,” jelasnya.
Khofifah-Emil dinilai unggul sebagai figur dengan rekam jejak dan popularitas yang kuat. Sementara itu, paslon dari PKB dan PDIP belum mampu menandingi daya tarik petahana di mata pemilih.
Kekalahan ini menjadi pelajaran berharga bagi PKB dan PDIP. Jika ingin kembali bersaing di Jatim, mereka perlu menyatukan kekuatan dan menghadirkan figur yang memiliki daya tarik nasional. “Figur yang memiliki pengalaman, jaringan luas, dan visi besar adalah kunci untuk memenangkan Pilkada,” kata Surokim.
Dengan hasil ini, Pilkada Jatim 2024 kembali membuktikan bahwa peta politik lokal tidak selalu sejalan dengan hasil Pemilu legislatif. Figur dan strategi tetap menjadi penentu utama. [geh.wwn]