Oleh :
Asri Kusuma Dewanti
Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Malang
Upaya penurunan angka putus sekolah (APS) di Indonesia menjadi salah satu prioritas utama dalam meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan. Meskipun berbagai kebijakan dan program telah diluncurkan oleh pemerintah, seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Program Indonesia Pintar (PIP), tantangan dalam menekan APS tetap ada. Faktor-faktor seperti kemiskinan, akses pendidikan yang terbatas di daerah terpencil, serta masalah sosial seperti perkawinan dini dan rendahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan, masih menjadi hambatan besar. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif dari berbagai pihak untuk memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan hak pendidikan yang layak dan berkesinambungan.
Masalah anak putus sekolah
Masalah APS merupakan tantangan besar di Indonesia dan berdampak langsung pada kualitas sumber daya manusia serta perkembangan sosial-ekonomi negara. Fenomena ini terjadi ketika anak-anak tidak mampu melanjutkan pendidikan mereka di jenjang tertentu, baik itu di tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), maupun Sekolah Menengah Atas (SMA), dan berhenti sekolah sebelum menyelesaikan pendidikan formal.
Data Badan Pusat Statistik (BPS,2023) mencatat, APS di tingkat SD relatif rendah, yaitu sekitar 0,27%. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas anak Indonesia menyelesaikan pendidikan dasar mereka. Sedangkan, APS di tingkat SMP lebih tinggi dibandingkan SD, yaitu sekitar 1,09%. Di tingkat ini, sebagian siswa mulai meninggalkan bangku sekolah karena berbagai alasan, termasuk faktor ekonomi dan sosial. Dilanjut, APS di tingkat SMA/SMK dengan angka prosentase tertinggi sekitar 1,83% siswa putus sekolah. Faktor utama adalah kebutuhan untuk bekerja atau ketidakmampuan ekonomi keluarga melanjutkan pendidikan.
Itu artinya, secara keseluruhan data dari BPS tahun 2023 menunjukkan bahwa upaya untuk menekan APS di tingkat dasar cukup berhasil, namun tantangan masih ada di tingkat pendidikan menengah. Meskipun pendidikan dasar dapat dicapai oleh sebagian besar anak-anak, perhatian yang lebih besar diperlukan untuk memastikan siswa dapat melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi, yakni pada tingkat SMP, APS meningkat menjadi 1,09%. Ini menunjukkan bahwa setelah menyelesaikan pendidikan dasar, lebih banyak siswa yang mulai menghadapi tantangan yang membuat mereka berhenti sekolah.
Dilanjut, APS tertinggi terjadi pada jenjang SMA atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dengan angka 1,83%. Bisa jadi di usia ini, anak-anak sering kali memilih atau dipaksa untuk bekerja guna membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Selain itu, banyak keluarga yang merasa tidak mampu menanggung biaya pendidikan lanjutan atau merasa bahwa pendidikan formal tidak memberikan manfaat langsung bagi karier atau pekerjaan anak-anak mereka.
Berangkat dari data yang ada, semakin menyadarkan bahwa perlunya program beasiswa, dukungan ekonomi, dan peningkatan kesadaran akan pentingnya pendidikan menengah. Dan, untuk menurunkan APS lebih lanjut, diperlukan pendekatan yang lebih kuat dalam memberikan bantuan finansial, serta peningkatan akses ke pendidikan.
Solusi penurunan APS
Penurunan APS di Indonesia memerlukan langkah-langkah strategis dan terpadu untuk mengatasi berbagai faktor penyebabnya, seperti masalah ekonomi, akses pendidikan yang terbatas, serta rendahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan. Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan solusi yang melibatkan dukungan finansial, peningkatan kualitas pendidikan, serta kerjasama dari pemerintah, masyarakat, dan keluarga. Pendekatan yang komprehensif ini bertujuan untuk memastikan setiap anak Indonesia dapat terus melanjutkan pendidikannya dan meraih masa depan yang lebih baik. Detailnya, berikut inilah menurut hemat penulis beberapa solusi yang dapat diterapkan untuk mengurangi APS.
Pertama, meningkatkan bantuan finansial bagi siswa kurang mampu. Salah satunya, melalui peluasan cakupan program beasiswa. Program seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Program Indonesia Pintar (PIP) perlu diperluas cakupannya, baik dari segi jumlah penerima manfaat maupun jumlah bantuan. Pasalnya, beasiswa yang lebih memadai dapat membantu meringankan beban keluarga untuk biaya pendidikan atau melalui bantuan tunai langsung untuk biaya sekolah tambahan seperti seragam, alat tulis, transportasi, dan makan siang sehingga dengan cara ini dapat membantu anak-anak dari keluarga miskin bisa tetap bersekolah.
Kedua, peningkatan akses pendidikan di daerah terpencil. Artinya, pemerintah perlu mempercepat pembangunan sekolah di daerah terpencil dan pedesaan, serta memperbaiki akses transportasi untuk memudahkan siswa menjangkau sekolah. Bisa dengan membangun lebih banyak sekolah berasrama untuk siswa dari daerah terpencil. Sehingga, adanya asrama bisa menjadi solusi bagi mereka yang tinggal jauh dari sekolah. Dan, melalui sekolah berasrama memungkinkan siswa mendapatkan akses pendidikan tanpa harus menghadapi kendala jarak.
Ketiga, penguatan kualitas pendidikan, misalnya melalui pelatihan guru dan kurikulum yang fleksibel dan menarik. Artinya, peningkatan kompetensi dan kualitas tenaga pengajar sangat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Guru yang lebih terlatih dapat memberikan pembelajaran yang lebih menarik dan efektif sehingga siswa tidak kehilangan minat untuk belajar. Diikuti dengan mengembangkan kurikulum yang lebih fleksibel, kontekstual, dan relevan dengan kebutuhan siswa sehingga dapat meningkatkan minat mereka untuk tetap melanjutkan pendidikan.
Keempat, pencegahan perkawinan usia dini dan kesadaran pendidikan. Artinya, pemerintah meski menggalakkan edukasi dan kampanye kesadaran tentang pentingnya pendidikan, terutama di daerah-daerah pedesaan dan terpencil. Edukasi ini harus mencakup risiko perkawinan usia dini, pentingnya pendidikan bagi anak perempuan, dan manfaat jangka panjang dari melanjutkan pendidikan. Yang secara teknis pemerintah bisa
bekerja sama dengan pemimpin lokal, tokoh agama, dan organisasi masyarakat untuk mengubah persepsi masyarakat yang mungkin masih meremehkan pentingnya pendidikan.
Minimal melalui keempat solusi dalam mengurangi APS di atas, jika benar-benar diterapkan maka tidak menutup kemungkinan negeri ini mampu mengurangi APS yang terjadi.Oleh karena itu, perlu ada komitmen berkelanjutan dari semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, dan keluarga untuk terus memperbaiki dan memperluas program-program yang ada, serta menciptakan lingkungan yang mendukung bagi anak-anak agar tetap bersekolah.
———– *** ————-