Proses pembelajaran (sekolah) pada bulan Ramadhan, telah dirancang bersama tiga Kementerian. Prinsipnya, tetap belajar saat bulan puasa Ramadhan. Terutama aktif selama pertengahan bulan Ramadhan. Serta libur pada awal dan akhir bulan, sembari mempersiapkan mudik lebaran 1446 Hijriyah. Sekolah umum (di luar pesantren) dianggap masih memerlukan penguatan spiritual saat Ramadhan, di lingkungan sekolah. Sedangkan siswa di lingkungan pesantren, boleh menempuh pembelajaran di rumah, dengan penungasan dari sekolah.
Bulan puasa Ramadhan, identik dengan badan lemas saat siang hari, karena menjalankan ibadah puasa. Ke-lemas-an tubuh menyebabkan beberapa kegiatan mengalami ke-surut-an, termasuk berpikir dalam rangka pembelajaran di sekolah. Khususnya anak-anak dan remaja, selain badan lemas, juga terasa mengantuk. Sehingga banyak pengamat pendidikan, mengusulkan libur sekolah pada bulan Ramadhan.
Sedangkan kalangan dewasa tetap melaksanakan tugas dan pekerjaan rutin, terutama memenuhi nafkah. Bahkan pada zaman Kanjeng Nabi SAW, pernah terpaksa berperang mempertahankan diri pada bulan Ramadhan. Bahkan terjadi pada dua perang yang paling fenomenal. Yakni, perang Badar, terjadi pada 17 Ramadhan. Pasukan muslim hanya sebanyak 313 orang, sedang pihak musuh sebanyak 1.300 orang. Tetapi Perang Badar, secara gemilang dimenangkan pasukan muslim yang sedang berpuasa.
Kemenangan dalam perang Badar, di-dokumentasikan dalam AlQuran surah al-Anfal ayat ke-9. Begitu pula perang Fathu Makkah (Penaklukan Kota Makkah), terjadi pada tanggal 20-21 Ramadhan. Menjadi catatan khusus, karena umat Islam yang sedang berperang di-boleh-kan berbuka. Tujuannya, agar badan lebih kuat menghadapi serbuan musuh. Tetapi puasa yang ditinggalkan saat perang, wajib digantikan pada hari setelah Ramadhan, dan di luar suasana perang.
Banyak kitab-kitab hadits, yang mem-populer-kan saat perang pada Ramadhan. Terutama tanggal bilangan ganjil (17, 19, 21 Ramadhan). Konon lailatul qadr, yang lebih baik dibanding seribu bulan, berada pada hari bilangan ganjil. Terutama pada sepertiga terakhir bulan Ramadhan. Spirit sahabat Nami Muhammad SAW meningkat pada sepertiga akhir Ramadhan, dengan mengenang suasana perang besar. Tiada lagi suasana perang, spirit Ramadhan menjadi semangat beribadah, menguatkan ke-saleh-an sosial.
Maka libur (sekolah) dalam puasa Ramadhan, juga mempertimbangkan suasana zaman awal dakwah agama. Pembelajaran pada saat puasa Ramadhan, disiapkan di rumah selama sepekan pertama. Lalu masuk sekolah pada pekan kedua hingga pekan ketiga Ramadhan. Dengan jadwal (lama) sekolah sedikit lebih singkat. Pembelajaran di sekolah saat Ramadhan, tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Kementerian. Ditandatangani Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri.
Melaksanakan ibadah puasa Ramadhan, terbukti berhasil menjaga hubungan sosial lebih baik. Namun sebagian juga masih terbawa kebiasaan politik ghibah. Menyebabkan sebagian umat Islam, tidak berhasil “menjaga puasa” dengan perilaku yang mengiringi kewajiban agama. Masih terdapat muslim yang suka memfitnah, dan menggunjing. Bahkan pada pergaulan media sosial (medsos) sangat banyak posting (dan share) ujaran kebencian.
Seolah lupa sedang berpuasa. Bahkan banyak tokoh muslim harus berhadapan dengan proses penegakan hukum. Mempertanggungjawabkan pernyataan di depan publik, maupun posting di medsos. Juga tindakan kriminal murni, berbuat menuruti hawa nafsu rendahan. Sebagian muslim menjadi tersangka, berkait Tipikor (tindak pidana korupsi). Ada pula remaja yang tawuran saat sahur, menyebabkan kegaduhan sosial.
Secara umum, suasana Ramadhan, sangat menyenangkan. Hampir seluruh tempat ibadah (masjid, dan mushala) menyediakan ta’jil (makanan sederhana awal buka puasa). Bahkan di jalan protokol sering dibagikan bingkisan buka puasa. Tiada yang kelaparan pada saat buka puasa.
——— 000 ———


