28 C
Sidoarjo
Thursday, September 19, 2024
spot_img

Mengendalikan Syahwat Berkuasa


Oleh :
Oman Sukmana
Guru Besar FISIP dan Ketua Prodi Doktor Sosiologi, Universitas Muhammadiyah Malang

Presiden terpilih Pilpres 2024, Prabowo Subianto, melontarkan pernyataan tentang haus kekuasaan yang bisa merugikan bangsa. Pernyataan Probowo tersebut disampaikan saat memberikan sambutan dalam acara Kongres VI Partai Amanat Nasional (PAN), Sabtu: 24 Agustus 2024 lalu. Pernyataan Prabowo tersebut dipandang mengandung substansi sindiran dan kritikan terhadap pihak tertentu yang dianggapnya sebagai haus kekuasaan, siapakah yang dimaksud? Lalu para pengamat politik pun berasumsi bahwa Prabowo sedang mengkritik dan menyindir Presiden Jokowi.

Namun, bisa juga dianalisis bahwa pernyataan Probowo sebenarnya sebagai sebuah bentuk dari self-defence mechanism (mekanisme pertahan diri). Dalam perspektif psikologi, mekanisme pertahanan diri adalah proses psikologis yang digunakan oleh seorang individu untuk melindungi dirinya dari perasaan kecemasan, stres, atau ancaman emosional. Mekanisme ini berfungsi untuk menjaga keseimbangan mental dan emosi dengan cara yang seringkali tidak disadari. Salah satu bentuk dari self-defense mechanism adalah proyeksi, yakni strategi individu untuk mengatasi perasaan atau pikiran yang tidak nyaman pada dirinya.

Proyeksi adalah sebuah upaya seseorang dalam mengalihkan perasaan atau sifat yang tidak diinginkan dalam dirinya kepada orang lain. Dengan kata lain, individu memproyeksikan kualitas atau emosi yang dia rasakan tidak dapat diterima oleh dirinya sendiri kepada orang lain. Salah satu bentuk dari proyeksi adalah kritik diri atau sindirian diri, dimana seseorang yang merasa tidak percaya diri akan mengkritik atau menyindir orang lain dengan cara yang sama, sebagai cara untuk mengalihkan perhatian dari ketidakpuasan dirinya kepada orang lain.

Berita Terkait :  Memadukan Media Konvensional dan Digital untuk Pendidikan Politik di Indonesia

Maka dalam konteks ini, pernyataan Parbowo tentang syahwat berkuasa sesungguhnya merupakan cerminan dari kegelisahan yang ada pada dirinya. Prabowo sedang berada dalam situasi kekhawatiran, kecemasan, atau kegelisahan bahwa dirinya sedang terjebak dalam situasi yang dinilai sebagai haus kekuasaan. Proyeksi muncul sebagai akibat konsep diri, yakni pemahaman dan penilaian seseorang tentang dirinya sendiri, termasuk aspek-aspek seperti kepribadian, nilai, keyakinan, dan identitas. Konsep diri merupakan hasil interaksi yang dinamis antara individu dan lingkungan sosialnya.

Menurut Aristoteles, manusia dikenal sebagai makhluk zoon politicon yakni bahwa manusia secara alami adalah makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan orang lain untuk mencapai kehidupan yang baik. Meskipun manusia memiliki kemampuan untuk berpikir rasional dan beretika, namun demikian pada diri manusia tetap melekat instink binatang (animal instinct) yang kadang mendorong perilaku merusak terhadap orang lain atau system sosialnya. Manusia memiliki instink agresif yang muncul sebagai hasil dari naluri pertahanan, persaingan, atau bahkan rasa cemburu dan ketidakpuasan.

Mengacu kepada teori Darwin tentang instink manusia yang berakar pada prinsip dasar seleksi alam, bahwa yang kuat akan bertahan hidup (survival of the Fittest). Individu dengan instink yang lebih baik dalam menghadapi tantangan lingkungan cenderung lebih berhasil dalam bertahan hidup dan akan memiliki keturunan yang kuat. Instink berkuasa pada manusia merupakan dorongan alami yang memicu individu untuk menguasai, memimpin, dan mengendalikan lingkungan sosial mereka. Instink berkuasa ini dapat dilihat dalam berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari interaksi sehari-hari hingga system dan struktur organisasi, politik, dan sebagainya. Prinsipnya manusia ingin menguasai segalanya agar bisa bertahan hidup.

Berita Terkait :  Fenomena Cuci Darah pada Anak

Jadi, manusia pada hakektanya adalah makhluk yang selalu ingin menaklukkan yang lainnya mencerminkan dorongan intrinsik untuk mendominasi dan menguasai. Dorongan ini tidak hanya terlihat dalam konteks fisik, tetapi juga dalam berbagai dimensi kehidupan manusia, baik social, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Dalam situasi dan kondisi tertentu, dorongan untuk berkuasa atau dorongan untuk memperoleh kekuasaan ini dapat memicu tindakan agresif yang merugikan orang lain. Meskipun masyarakat telah mengembangkan norma dan nilai yang menekankan kerjasama dan empati, namun naluri agresif ini tetap ada dan bisa muncul dalam berbagai bentuk, seperti konflik antarindividu atau kelompok, pemaksaan kehendak, dominasi, dan sebagainya.

Selanjutnya, instink atau dorongan untuk berkuasa ini dapat dihubungkan pula dengan kebutuhan akan status dan pengakuan seseorang atas orang atau kelompok lain. Selain itu, instink ini juga memengaruhi perilaku dan keputusan yang diambil individu, baik dalam konteks kompetisi maupun kerjasama. Memang dalam banyak kasus, instink atau dorongan berkuasa dapat mendorong terjadinya inovasi dan perubahan, namun terkadang dapat juga menimbulkan konflik dan ketidakadilan ketika ambisi pribadi mengesampingkan kepentingan bersama.

Dalam pandangan Karl Marx, di deskripsikan bahwa realitas sosial ini dipandang sebagai arena atau medan pertarungan perebutan kekuasaan. Oleh karena itu dalam banyak situasi, manusia berusaha untuk mengukuhkan posisi mereka melalui kekuasaan, status, atau pengaruh, yang sering kali terwujud dalam bentuk persaingan. Seperti yang sudah disinggung bahwa keinginan untuk menaklukkan juga memang bisa memicu inovasi, pencapaian, dan kemajuan, namun di sisi lain dapat juga menimbulkan konflik dan ketegangan antar-individu dan kelompok yang berkepanjangan dan membahayakan.
.
Mengacu kepada pandangan teori dominasi sosial, bahwa perilaku manusia senantiasa dioreintasikan untuk mengejar dominasi dan pengaruh dalam berbagai aspek kehidupan. Teori dominasi sosial adalah sebuah kerangka pemahaman yang menjelaskan bagaimana kekuasaan dan ketidaksetaraan terbentuk dan dipertahankan dalam masyarakat. Teori ini berfokus pada hubungan antara kelompok-kelompok sosial yang berbeda, mengidentifikasi bagaimana satu kelompok dapat mendominasi kelompok lain melalui berbagai mekanisme, seperti kontrol ekonomi, politik, budaya, dan sebagainya. Kekuasaan tercermin dari bagaimana kemampuan seseorang dalam mengendalikan, mengontrol, dan mendominasi orang lain atau kelompok lain.

Berita Terkait :  Manfaat Pajak untuk Pendidikan Inklusif

Syahwat berkuasa pada manusia kadang tidak terkontrol. Keinginan untuk berkuasa juga sering kali dapat menyebabkan perilaku yang merugikan, seperti penindasan, konflik, dan ketidakadilan. Ketika individu atau kelompok tidak mampu mengendalikan dorongan ini, mereka cenderung mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan bersama, yang dapat merusak hubungan sosial dan stabilitas komunitas. Oleh karena itu mengendalikan syahwat berkuasa pada manusia sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan berkeadilan. Dengan mengendalikan syahwat berkuasa, manusia dapat lebih fokus pada kolaborasi, dialog, dan pengambilan keputusan yang inklusif, mengarah pada penciptaan lingkungan yang lebih adil dan sejahtera. Selain itu, pengendalian ini juga membantu individu untuk tumbuh secara moral dan etis, memperkuat integritas dan tanggung jawab dalam kepemimpinan.…Mari Mengendalikan syahwat berkuasa demi bangsa…(*)

————– *** —————–

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img