Surabaya, Bhirawa
Memaknai semangat R.A Kartini tidak hanya dari pandangannya tentang emansipasi wanita. Di tengah perkembangan teknologi yang semakin pesat, Kartini modern harus mampu mengikuti tantangan perubahan zaman. Bagaimana memanfaatkan sektor digital untuk memperluas pengetahuan, gagasan, kecerdasan dan intelektualitas secara global dengan memanfaatkan media digital.
Menilik peluang Kartini modern di tengah persaingan teknologi yang berkembang pesat ini, Wakil Dekan I Fakultas Teknik Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya Supangat, Ph.D., ITIL., COBIT., CLA., CISA, menjelaskan kehadiran pemimpin perempuan bukan sekadar soal jumlah, melainkan kebutuhan strategis. Dunia membutuhkan pemimpin yang inklusif, empatik, dan berpandangan jangka panjang, yaitu karakter yang banyak ditemukan dalam gaya kepemimpinan perempuan.
“Di berbagai sektor seperti teknologi, politik, dan ekonomi, kontribusi perempuan terus tumbuh. Meski masih banyak ruang yang perlu dibuka agar mereka bisa benar-benar hadir sebagai penggerak utama perubahan,” ujarnya, Selasa (22/4).
Dalam hal tersebut, kata dia, pendidikan memegang peranan kunci. Bukan hanya sebagai sarana transfer ilmu, tetapi juga sebagai ruang untuk menumbuhkan kepercayaan diri dan keberanian perempuan dalam mengambil posisi strategis. Terutama di bidang-bidang yang selama ini dianggap maskulin, seperti STEM (sains, teknologi, rekayasa, dan matematika).
“Ketika akses pendidikan diberikan secara setara, maka peluang perempuan untuk memimpin inovasi dan mengarahkan masa depan menjadi semakin terbuka lebar,”imbuh dia.
Supangat menilai, saat ini, jalan menuju kesetaraan dalam semangat Kartini Digital terbentang luas. Salah satu tantangan terbesar ada pada literasi digital. Ketimpangan akses dan pemahaman teknologi masih menjadi persoalan, terutama di wilayah yang jauh dari pusat perkembangan digital. Koneksi internet yang terbatas dan minimnya keterampilan digital membuat banyak perempuan belum bisa sepenuhnya ikut serta. Padahal, kemampuan digital kini bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan dasar.
Untuk itu, lanjut dia, pendidikan perlu menjadi ruang yang benar-benar memberdayakan.
“Literasi digital sebaiknya diperkenalkan sejak dini, bukan hanya sebagai keterampilan teknis, tapi juga sebagai pola pikir,” tambahnya.
Dengan bekal tersebut, perempuan mampu mengakses informasi, memecahkan persoalan, dan menjadi bagian dari perubahan. Perempuan yang paham dunia digital akan lebih siap menghadapi tantangan zaman serta menjaga nilai-nilai kemanusiaan di tengah derasnya arus informasi.
Supangat menilai, melalui akses digital, perempuan dapat mengembangkan usaha, menyuarakan hak-hak dasar, serta .embangun jaringan sosial yang membantu mengatasi berbagai tantangan.
“Kita bisa melihat bagaimana banyak perempuan memanfaatkan platform digital untuk memimpin gerakan sosial, merancang aplikasi yang menjawab kebutuhan sehari-hari, atau menciptakan ruang belajar daring bagi komunitasnya,” kata dia.
Karenanya, pemberdayaan tidak cukup hanya dengan akses teknologi. Diperlukan pendekatan menyeluruh mulai dari dukungan psikologis, pelatihan keterampilan, hingga perlindungan hukum dalam ruang digital. Pendidikan yang sensitif terhadap isu gender dan perkembangan teknologi, dinilai Supangat menjadi kunci untuk membentuk masyarakat yang lebih adil, inklusif, dan setara.
Menjadi Kartini Digital di Abad 21 adalah simbol perempuan yang tidak hanya berpikir maju, tapi juga bergerak maju.
“Sebagai laki-laki yang tumbuh dalam dunia pendidikan dan teknologi, saya meyakini bahwa perjuangan menuju kesetaraan gender bukan hanya urusan perempuan. Ini adalah tanggung jawab bersama. Masa depan yang adil dan setara di era digital hanya bisa terwujud jika setiap orang, tanpa kecuali, memiliki kesempatan yang sama untuk belajar, tumbuh, dan memimpin,” urainya.
Supangat menyimpulkan bahwa saat ini peringatan Hari Kartini bukan sekadar mengenang sejarah. Namun, panggilan untuk terus bergerak ke depan. Agar setiap perempuan, di mana pun berada, punya hak dan ruang untuk menjadi penggerak inovasi, pemimpin masa depan, dan pencipta perubahan. Dunia digital tak akan benar-benar maju tanpa perempuan, mereka adalah pemimpin, pencipta, sekaligus penentu arah masa depan. [ina.gat]


