28 C
Sidoarjo
Wednesday, December 4, 2024
spot_img

Bagi Hasil Pajak Kendaraan Masih Timpang, Jatim Minta Pusat Evaluasi Opsen


Pemprov, Bhirawa
Pemprov Jatim mengusulkan evaluasi kebijakan opsen (bagi hasil pajak daerah,red) yang tertuang dalam UU HKPD nomor 1 tahun 2022. Pemprov Jatim melihat masih ada ketimpangan opsen terutama pada item bagi hasil pajak kendaraan bermotor antara daerah salah satunya karena berdasarkan plat nomor.

Usulan evaluasi kebijakan opsen ini disampaikan PJ Gubernur Jawa Timur , Adhy Karyono usai penandatanganan perjanjian kerjasama sinergi pemungutan pajak daerah dan opsen pajak daerah antara Pemprov Jatim dengan Pemkab/ Pemkot se Jatim di Ballroom Hotel Bumi Surabaya, Senin (2/12).

Ditegaskan Adhy, implementasi undang- undang HKPD ini ada yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Jika pungutan itu berdasarkan KTP mungkin akan lebih tepat. Tetapi faktanya masyarakat dari Bangkalan membeli kendaraan dengan plat nomor kendaraan Surabaya maka pajaknya akan diterima Surabaya.

Oleh karena itu, bagaimana aturan itu dapat dievaluasi. Karena termasuk Kota Batu, sampai saat ini tidak ada dealer mobil. Semuanya beli di Kota Malang dan Kabupaten Malang.

“Jadi yang untung Kota dan Kabupaten Malang. Padahal orang Batu juga beli mobil. Ini tidak adil dan mohon disampaikan kepada pembuat undang-undangnya agar meneliti dan menelaah sampai di lapangan,” tegas Adhy.

Sementara itu, tingginya pembagian opsen dibandingkan disparitas pendapatan daerah masih menjadi persoalan. Adhy menyebut, dengan kebijakan ini Kota Surabaya mendapat potensi tambahan sekitar Rp 1,08 triliun dari bagi hasil pajak kendaraan.

Berita Terkait :  Peringati HSN, Pj Bupati Dorong Pesantren untuk Juga Mengawal Teknologi Positif

Sementara Kota Surabaya yang menjadi pusat kegiatan nasional hingga internasional juga memiliki pendapatan dari pajak restoran yang cukup besar.

“Kami rela saja memberikan bagi hasil lebih banyak untuk pemerintah kabupaten/ kota. Namun, terdapat disparitas PAD yang cukup tinggi antar kabupaten/ kota. Rata-rata PAD kabupaten/ kota sekitar Rp 200 – 300 miliar dengan belanja pegawai mencapai Rp 600 miliar,” tegas dia.

Adhy mengakui, meski dalam pemerintahan terdapat mekanisme saling menolong dari sisi anggaran seperti yang dilakukan Kota Batu ke Pemprov Jatim maupun ke kabupaten/kota lain.

“Sekarang Kota Surabaya akan memberi bantuan ke provinsi atau kabupaten yang masih ada tujuh masih merah. Kewajibannya lebih besar dari pendapatannya,” tegur Adhy.

Kendati cukup berat menjalankan kebijakan tersebut, Pj Gubernur Jatim Adhy Karyono memastikan komitmen Pemprov terhadap UU yang berdampak pada pengurangan Rp 4,2 triliun PAD Jatim.

“Ini kebijakan di pusat dan kita mematuhi. Bahwa kami mengakui UU nomor 1 tahun 2022 ini tujuannya baik, yakni memberikan kelebihan pajak untuk kabupaten/ kota,” ujar Adhy.

Melalui penandatangan perjanjian tersebut, Adhy berharap dukungan pemerintah kabupaten/kota untuk operasional pemungutan pajak yang nanti pendapatannya dibagi sesuai ketentuan. Hal itu juga berlaku untuk mendapatkan pajak MBLB (Mineral Bukan Logam dan Batuan) agar menghasilkan pendapatan yang terbaik.

“Intinya semua ini, kita untuk bisa belanja tidak dapat mengandalkan pusat. Maka bagaimana kita menggali sumber pendapatan yang potensinya banyak,” ujar Adhy.

Berita Terkait :  Jelang Hari Kesehatan Nasional, 50 Ribu Karyawan Industri Alkes Deklarasi Dukung Khofifah-Emil

Adhy mengakui, meski ada timbal balik berupa bagi hasil 20 persen pajak MBLB (Mineral Bukan Logam Batuan) untuk provinsi dengan target Rp 65 miliar setahun. Adhy pesimis akan mampu tercapai.

“Kami Rp50 miliar saja ngos-ngosan untuk mencari itu,” pungkasnya.

Sementara itu Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jatim Bobby Soemiarsono mengungkapkan, penandatanganan ini dalam rangka menjalankan Permendagri terkait cost sharing (Pembiayaan bersama). Biaya ini diperuntukkan bagi proses pemungutan pajak kendaraan.

“Jadi di perjanjian itu dijelaskan program apa yang akan dilaksanakan dengan provinsi dan kabupaten/ kota di wilayahnya masing-masing. Misalnya operasi bersama yang dulu hanya Pemprov saja maka nanti juga dengan pemkab/ pemkot,” jelas Bobby.

Selanjutnya, kabupaten/ kota juga dapat mengalokasikan anggaran untuk mobil layanan keliling atau peningkatan layanan Samsat.

“Nanti kita yang suport untuk softwarenya. Intinya kita berbagi tugas supaya pendapatan pajak bisa lebih optimal,” sambungnya.

Adapun cost sharing ditentukan sebesar 5 persen untuk opsen di atas Rp 1 triliun, 3 persen untuk opsen Rp 100 miliar – Rp 1 triliun, dan 1 persen untuk penerima opsen di bawah Rp 100 miliar.

“Jangan salah persepsi, cost sharing uangnya tidak di provinsi tetapi uangnya tetap di APBD kabupaten/ kota. Hanya mereka menganggarkan yang terkait dengan pemungutan pajak dan balik nama kendaraan,” jelas dia.

Dengan adanya UU HKPD dan bagi hasil opsen ini, Bobby menjelaskan pentingnya peran pemerintah kabupaten/ kota untuk mendorong wajib pajak melakukan balik nama kendaraan. Sehingga, penerimaan pajaknya akan dimaksimalkan untuk diterima kabupaten/ kota masing-masing.

Berita Terkait :  Setelah 16 Tahun, Sepak Bola Jatim Kembali Juara PON

“Memang kadang ada pertimbangan yang menganggap harga purna jualnya untuk plat L lebih tinggi. Seperti di plat B Jakarta dan plat A Banten. Orang lebih suka kendaraan plat B, mungkin lebih keren lah,” pungkas Bobby. [tam.gat]

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Berita Terbaru

spot_imgspot_imgspot_img