Masih terdapat “energi” kalangan artis (dan seniman lain) mempertahanakan aktifitas film Indonesia. Termasuk melalui penyelenggaraan FFI (Festival Film Indonesia). Perebutan piala “Citra” FFI (Festival Film Indonesia), berlangsung sepi, bagai tanpa pencitraan. Puncak ajang peng-anugerah-an prestasi tertinggi insan perfilman Indonesia tahun 2025, berlangsung di teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki. Dua film memperoleh penghargaan terbanyak, menjadi “energi” pengharapan pasar film Indonesia.
Film “Pengepungan di Bukit Duri” meraih hampir 2 juta penonton. Menjadi film aksi thriller paling laris sepanjang masa di Indonesia. Jumlah penonton melampaui rekor film The Raid (tahun 2012) yang sebeljumnya memegang rekor paling laris. The Raid, mengisahkan pengepungan gedung apartemen yang dijadikan markas gembong narkoba. Disutradarai oleh Gareth Evans, dan dibintangi oleh Iko Uwais. Konon ditonton oleh 1,844 juta penonton. Menjadi yang terlaris sepanjang masa.
Cukup terkenal di luar negeri (sebagai The Raid:Redemption), karena diputar pada Festival Film Internasional Toronto, sebagai film pembuka. Juga diputar di festival Dublin (Irlandia), Glasgow (Skotlandia), di AS, dan di Festival Film Busan (Korea Selatan). Tetapi The Raid, tidak memperoleh piala Citra pada FFI tahun 2012. Karena dianggap stradaranya (Gareth Evans) bukan orang Indonesia. Menjadikan perdebatan. Tetapi sekaligus menjadi benteng “ke-Indonesia-an” FFI.
Film “Pengepungan di Bukit Duri” sudah mampu mencatatkan rekor baru, film paling laris, mengalahkan film The Raid. Hanya beda sekitar 50 ribu penonton. Namun kedua film terlarius memiliki genre yang sama. Yakni thriller yang mempertontonkan pertarungan antara petugas (negara) dengan sindikat. Film “Pengepungan di Bukit Duri” bercerita tentang sekolah menengah (SMA) dengan banyak murid yang bermasalah. Suka tawuran, dan bersifat rasis, sampai menyulut rasis di Jakarta. Menjadi terkenal karena terdapat Bukit Duri, yang mirip dengan nama kampung di Jakarta Selatan.
Kerja keras seluruh pemeran “Pengepungan di Bukit Duri” membuahkan banyak nominasi (11 dari 17 nominasi). Pada ujungnya diraih 5 Piala Citra. Walau bukan pada piala bergengsi. Begitu pula cerita yang disuguhkan mirip suasana sosial di kawasan Jabodetabek. Menjadi film paling laris sepanjang masa. Terdapat pesaing keras nominasi FFI 2025, adalah film “Pangku,” yang meraih empat Piala Citra, yang lebih bergengsi. Khususnya Piala Citra untuk kategori, Film Panjang Terbaik, Penulis Naskah Asli terbaik (diterima Reza Rahardian).
Film “Pangku,” bercerita tentang kehidupan kawasan remang-remang di pantai utara Jawa. Semi-prostitusi. Berkisah tentang Sartika (diperankan Claresta Taufan) yang berusaha bertahan di tengah kerasnya nafkah kehidupan, dan urusan sosial. Di tengah upaya Sartika bertemu seorang ibu tengah baya, bu Maya (Christine Hakim), pemilik warung kopi di pinggir jalan pantura. Sartika, ditampung, dirawat, dan dbantu dalam proses persalinan.
Setalah cukup sehat usai persalinan, bu Maya membujuk Sartika untuk bekerja di warungnya, sebagai pelayan kopi pangku. Pelayanan bukan sekadar mengantar pesanan, melainkan juga menemani pelanggan duduk. Bukan sembarang duduk berdampingan, melainkan dipangku oleh peminum kopi. Film “Pangku,” memperoleh animo penonton sebanyak 510 ribu orang. Tidak banyak film Indonesia yang bisa menembus 500 ribu penonton. Selain itu, Film “Pangku,” juga menjadi wakil Indonesia dalam International Festival Film of India (IFFI) Goa ke-56.
FFI tahun 2025, menjadi penyelenggaraan ke-45 ajang kreasi dan pementasan bakat artis Indonesia. Namun tidak mudah menghasilkan film yang BEP (break even point, titik impas). Termasuk karena pembajakan film. Bahkan belum dirilis di bioskop, sudah ramai tayang di media sosial.
——— 000 ———


