Pemerintah sedang nekat menggenjot operasi pasar (OP) khusus beras, tanpa libur walau hari Minggu. Karena harga beras terus naik meliar. Seluruh toko lapak beras akan di-gerujug beras besar-besaran. Mulai pengecer di pasar rakyat, Koperasi Desa Merah-Putih, toko binaan Pemda, jejaring rumah pangan kita (RPK), sampai retail modern. Menjadi tantangan pemerintah. Karena stok beras melimpah, tetapi harga makin naik. Pemerintah harus membuktikan, sekaligus menepis spekulasi kegagalan janji swasembada beras.
Berdasar data panel harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga beras premium di Zona I (pulau Jawa) rata-rata mencapai Rp 15.400 per-kilogram. Sedangkan harga beras medium Rp 13.500 per-kg. Pada Zona II, dan zona III, harga beras semakin tinggi. Semua masih berada di atas harga eceran tertinggi (HET). Kecuali beras medium di Zona I sudah mulai normal sesuai HET (Harga eceran Tertinggi). Penurunan harga beras medium diduga karena operasi pasar murah.
Maka operasi pasar Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) akan semakin digelontor beras medium. Bulog sebagai leading sector distribusi beras, masih perlu memaksimalkan volume penyaluran harian. Saat ini masih fluktuatif, pada kisaran 6.000 hingga 7.000 ribu ton per-hari. Sedangkan hari Sabtu-Minggu, dan hari libur, hanya sekitar dua ribu ton. Seharusnya, pada hari libur kinerja SPHP digenjot.
Bapanas (dan Bulog) harus menjawab tantangan spekulasi, yang membuat kekhawatiran. Berdasar “penjelasan” AI (Artificial Intelligence), hasil panen pada tahun 2025 sebanyak 43,34 juta ton gabah kering giling (GKG). AI juga memprediksi derajat sosoh (rendemen) panen sebesar 63,69%. Sehingga diperoleh beras sebanyak 27,58 juta ton. Padahal kebutuhan konsumsi beras nasional tahun 2025, diperkirakan sebanyak 31 juta ton. Artinya, diperkirakan defisit 3,5 juta ton. Angka (defisit) ini hampir rutin sejak tahun 2022.
Sampai pekan ketiga September 2025 penyaluran beras SPHP mencapai 392.295 ton. Setara dengan 26,15% dari target sebesar 1,5 juta ton hingga akhir tahun. Rerata volume penyaluran mencapai 5.800 ton beras per-hari. Tetapi masih perlu digenjot dua kali lipat, menjadi hampir 11 ribu ton beras per-hari. Walau tidak mudah. Disebabkan hari kerja pemerintahan (dan BUMN) hanya lima hari. Sehingga penggelontoran SPHP harus memberi porsi lebuh besar kepada kalangan swasta.
Padahal berdasar data Bulog, sebenarnya terdapat mitra penyalur sebanyak lebih dari 31 ribu unit pos penyaluran. Biasanya langsung berhubungan dengan kosumen rumah tangga. Tetapi serapannya tidak besar, hanya bisa menjual beras sebanyak 184 kg beras per-hari per-unit. Maka sasaran SPHP akan meng-utama-kan toko pengecer di pasar rakyat, toko binaan Pemda, jejaring rumah pangan kita (RPK), dan retail modern. Serta kemungkinan melibatkan Koperasi Merah Putih.
Pemerintah memikul kewajiban stabilitas pangan, tercantum dalam UU 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Pada pasal 13, dinyatakan, “Pemerintah berkewajiban mengelola stabilitas pasokan dan harga Pangan Pokok, mengelola cadangan Pangan Pokok Pemerintah, dan distribusi Pangan Pokok untuk mewujudkan kecukupan Pangan Pokok yang aman dan bergizi bagi masyarakat.”
Pemerintah juga memiliki mandatory UU Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan. Pada pasal 25 ayat (1), menyatakan, “Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengendalikan ketersediaan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jumlah yang memadai, mutu yang baik, dan harga yang terjangkau.” Nyata-nyata terdapat frasa kata “harga yang terjangkau.”
Kenaikan karena faktor “alamiah” biasa dimaklumi. Tetapi kenaikan yang disebabkan spekulasi, wajib segera dicegah.
——— 000 ———


