28 C
Sidoarjo
Friday, December 5, 2025
spot_img

Pancasila (tetap) Final

Terasa semakin banyak pejabat berperilaku menyimpangi Pancasila. Selain korupsi (pada kalangan pejabat menengah), pejabat tinggi masih suka bohong. Terutama berkait penyebutan per-angka-an prestasi kerja. Sekadar memuaskan Presiden. Termasuk hasil panen raya, dinyatakan surplus. Padahal masih jauh dari kecukupan konsumsi. Masih banyak sila-sila dalam Pancasila, diterabas. Terutama sila kedua (Kemanusiaan, hukum,) sila keempat (demokrasi), dan kelima (keadilan Sosial).

Bahkan korupsi (dan gratifikasi) pada kalangan aparat penegak hukum (APH), sangat men-cengang-kan. Padahal bidan Hukum merupakan tonggak kehidupan sosial, sebagai penjamin keadilan sosial. Kepercayaan Masyarakat kepada sistem peradilan sudah runtuh. Ternyata tidak sulit membongkar sindikat suap hakim. Cukup satu pintu, melalui nama mantan pejabat MA, Zarof Ricar. Mantan Pranata dan Tatalaksana Perkara Pidana MA, ini diduga telah menerima suap sampai senilai Rp 915 milyar, plus 51 kilogram emas.

Maka wajar, tuntutan terhadap perilaku pejabat negara wajib “bernuansa” Pancasila, semakin menguat. Pada saat yang sama, tipologi bangsa Pancasila (Indonesia) menarik perhatian sedunia. Bahkan sering dijadikan “obyek penelitian” filosofi dasar negara oleh komunitas dunia. Terutama semangat kerukunan dalam pluralisme. Juga pengaruh adat tradisi, bahasa, warna kulit, dan ragam agama. Pada aspek Persatuan Nasional, Pancasila makin kokoh sebagai perekat bangsa yang plural.

Walau Islam tercatat sangat mayoritas (87,5%) namun terasa memberi perlindungan dan persaudaraan hangat. Termasuk fatwa terbaru MUI, “tidak perlu mencampur-adukkan salam (doa) dari agama-agama. Sejak proklamasi kemerdekaan RI (17 Agustus 1945), semakin banyak akulturasi budaya yang bisa diterima. Misalnya, budaya mudik Lebaran yang terasa dilaksanakan di seluruh Indonesia. Begitu pula perayaan Tahun Baru (pergantian tahun masehi) juga terlaksana tanpa sekat ke-suku-an, dan ke-agama-an.

Berita Terkait :  Akibat Efesiensi Anggaran, DPUBM Kabupaten Malang Tunda Perbaikan Jembatan

Begiotu pula perayaan hari raya Imlek, yang diakui sebagai hari libur nasional. Pertunjukan seni budaya Barongsai, yang dahulu di-tabu-kan, kini bisa diterima diseluruh Indonesia. Filosofi dasar ideologi negara, Pancasila, wajib menjadi timbangan seluruh kebijakan pasca pandemi. Terutama program fasilitasi pemulihan ekonomi, harus ditakar dengan sila ke-2 (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab). Juga disesuaikan dengan sila ke-5 (Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia).

Seluruh kebijakan pemerintah wajib dijamin tidak menimbulkan kegaduhan sosial, yang bisa menyimpangi sila ke-3 (Persatuan Indonesia). Pancasila telah terbukti baik sebagai jaminan pemersatu bangsa Indonesia. Walau sekelumit minoritas (radikal kiri dan kanan) sering menghujat. Ingin menggantikan Pancasila dengan ideologi lain. Pada tahun 1984, Pancasila memperoleh sokongan kuat dari forum muktamar NU (Nahdlatul Ulama) ke-27 di Situbondo, Jawa Timur. Pancasila sebagai dasar negara dinyatakan “sudah final.”

Artinya, Pancasila sudah diterima oleh kalangan muslim, dan tidak terjadi perdebatan. Kebersatuan nasional, menjadi “harga mati.” Telah menjadi kebutuhan bersama. Sekaligus di-kampanye-kan secara sukarela oleh kelompok masyarakat. Misalnya, masjid Suronatan Ponorogo mengumandangkan shalawat ajaran moderasi agama. Disusul dengan lagu, setiap usai shalat subuh. Rasa kebangsaan diharapkan muncul kesadaran pluralisme.

Kemerdekaan Indonesia dan Pancasila telah menjadi tak terpisahkan dengan kemerdekaan Indonesia. Pancasila bukan “pakta” baru untuk melengkapi kemerdekaan RI. Melainkan digali dari budaya sehari-hari bangsa Indonesia. Seluruh sila dalam Pancasila mencerminkan perilaku sehari-hari setiap bangsa Indonesia. Hari perumusan Pancasila (1 Juni) sebagai filosofi dasar negara, telah “final” sejak tahun 1945. Sehingga Pancasila di-cantum-kan pada alenia ke-4 muqadimah UUD (Undang-Undang Dasar) 1945.

Berita Terkait :  Polisi Waspadai Semua Tahapan Pelaksanaan Pilkada Tulungagung 2024

Setiap penerbitan undang-undang (UU) juga selalu dimulai dengan kalimat, “Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa.” Tak lain, mencerminkan sila pertama, Pancasila. Walau sering dilanggar.

——— 000 ———

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru