Nganjuk, Bhirawa.
Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025 mendapat sorotan dari Pujiono, dari Direktur Edu Politik, beliau menilai kebijakan efisiensi anggaran masih belum menyentuh banyak sektor lain yang juga berpotensi pemborosan, seperti pengadaan mobil dinas, hibah kepada instansi vertikal, renovasi rumah dinas pejabat, dan belanja makan-minum.
“Kami melihat banyak belanja Pemda Kabupaten Nganjuk yang selama ini hanya dinikmati birokrasi. Dengan adanya efisiensi ini, terbukti anggaran yang selama ini disebut terbatas sebenarnya bisa disisir bila ada kemauan,” ujar Pujiono Senin, (03/02/2025).
Dalam keputusan Menteri Keuangan No. S-37/MK.02/2025, efisiensi belanja difokuskan pada 16 pos anggaran, termasuk pengurangan belanja alat tulis kantor (90 persen), kegiatan seremonial (56,9 persen), perjalanan dinas (53,9 persen), dan berbagai pos lainnya.
“efisiensi ini belum cukup karena masih banyak belanja yang terkesan boros, seperti pengadaan mobil dinas dengan sistem sewa, yang kerap kali tidak diperlukan karena posisi Kepala Dinas yang masih kosong.
Tercatat ada delapan (8) Organisasi Pemerintah Daerah yang jabatan Kepala Dinas yang kosong seperti Dinas Pertanian, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas BKSDM, Asisten Umum, Dinas Kominfo, BPBD, Dinas Permukiman.
Sehingga mobil yang di sewa tidak terpakai, cuma terpakir harusnya dengan sistem sewa kendaraan Kepala Dinas sebesar hampir lima milyar rupiah harusnya bisa dikurangi sambil menunggu kepastian Kepala Dinas definitif,” ungkap Pujiono.
“Kemudian dengan kemampuan fiskal yang tinggi Pemkab Nganjuk juga terkenal dengan pemberian hibah kepada instansi/lembaga vertikal, tercatat lima milyar untuk pembangunan gedung SPKT, Rp1,2 miliar untuk pembangunan wisma Kartini, hibah untuk partai politik sebesar Rp17.000,- per suara serta renovasi rumah dinas pejabat yang dilakukan berkala tanpa urgensi jelas, serta belanja makan-minum yang membebani anggaran tanpa manfaat nyata bagi masyarakat luas,” tukasnya.
Menurut Ir. Soekonyono, MT, mantan Staff Ahli Ekonomi dan Pembangunan Nganjuk momen efisiensi ini seharusnya juga bisa di jadikan sebagai review terhadap kebijakan anggaran yang tidak pro rakyat, seperti Keputusan Bupati Nganjuk No. 1 88 / 2 / K/ 41, L .AB / 2023 tentang Penetapan Besaran Tunjangan Perumahan Pimpinan Dan Aanggota DPRD DAN Tunjangan Ttransportasi DPRD Kabupaten Nganjuk Tahun Anggaran 2023, yang menetapkan besaran Tunjangan Perumahan Ketua DPRD sebesar Rp26.911.000,-, Wakil Ketua DPRD sebesar Rp18.910.000,- dan anggota DPRD sebesar Rp12.758.000,-dan tunjangan transportasi masing masing Rp10.000.000,- setiap bulannya,” terang Soekonyono.
“Bagaimana Bupati Marhaen dulu bisa mengeluarkan Keputusan Bupati? Harusnya tetap mengacu pada Peraturan Bupati (Perbub) No. 28 tahun 2017, Petunjuk pelaksanaan peraturan daerah (Perda) No. 4 Tahun 2017, Tentang hak Keuangan dan administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah. Sehingga tidak bisa seenaknya saja di rubah melalui Surat Keputusan Bupati, harusnya juga melalui Peraturan Bupati,” tambahnya.
“Memang setidaknya dari kebijakan efisiensi APBD berdasarkan Instruksi Presiden ini, kita dapat mengevaluasi pentingnya peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), karena selama ini yang menjadi perhatian dalam pembahasan RKPD hingga APBD terlalu fokus pada belanja. Sedangkan untuk urusan pendapatan daerah diserahkan ke Badan Pendapatan Daerah,” ujar Slamet Basuki, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
“Mungkin momentum efisiensi ini dapat di pakai oleh semua pemangku kepentingan mulai dari desa, kelurahan, kecamatan, OPD dan legeslatif untuk bekerjasama secara inovatif dan kolaboratif untuk meningkatkan pendapatan daerah selain melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pajak serta retribusi,” pungkasnya.
Adanya suatu hambatan mungkin juga bisa menjadi sebuah tantangan bagi Kepala Daerah yang terpilih nantinya untuk berinovasi dan berekreasi, tidak hanya menghabiskan dana APBD dan APBN untuk proyek fisik semata. [dro.dre]