32 C
Sidoarjo
Wednesday, February 5, 2025
spot_img

Ganti Rugi Dampak PMK

Pj Gubernur Jawa Timur, telah men-deklarasi status darurat bencana non-alam, berkait wabah PMK (Penyakit Mulut dan Kuku). Dirilis awal Pebruari. Walau agak terlambat, setelah PMK me-wabah lebih dari dua bulan, dengan angka jangkitan sebanyak 18.700 kasus (ekor). Namun status Ke-dadurat-an diperlukan sebagai dasar menyusun skema penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) lebih sistemik. Sekaligus sebagai perlindungan petani peternak, yang sudah mengalami trauma wabah hebat PMK tahun 2022.

Status keadaan darurat diberlakukan hingga tidak ditemukan lagi PMK di Jawa Timur, sesuai rekomendasi pejabat Otoritas Veteriner. Di seantero Jawa Timur, tercatat kasus PMK yang telah terlaporkan, sejak 1 Desember 2024 hingga 30 Januari 2025, sebanyak 18.721 kasus. Dengan rincian, ternak yang masih sakit sebanyak 10.670 ekor (57%), ternak sembuh atau mengalami recovery sebanyak 6.616 ekor (35%) dan 984 ekor ternak mati (5,1%). Namun sesungguhnya pelaporan wabah bagai “fenomena gunung es.” Banyak pula yang tidak dilaporkan, karena takut dituding penyebar wabah.

Status darurat bencana non-alam, wabah PMK, sesungguhnya telah patut di-deklarasi sejak awal tahun 2025. Karena rata-rata peningkatan kasus PMK di Jawa Timur telah mencapai 350 ekor per-hari. Padahal sebelumnya hanya 10 kasus per-hari. Secara epidemiologi peningkatan kasus telah mencapai 2 kali standar deviasi kasus selama satu tahun terakhir.

Bahkan tiga kabupaten di Jawa Timur (Tulungagung, Kediri, dan Ponorogo) telah ber-inisiatif cerdas, melakukan “lockdown” pasar hewan. Sebearnya beberapa daerah lain memiliki kasus PMK lebih banyak, tetapi tidak menutup pasar hewan. Ironis, banyak hewan ternak (terutama sapi) dibawa ke pasar hewan dengan harga sangat murah. Sekitar Rp8 juta, tetapi tidak laku. Pada saat yang sama banyak blantik menyusur kampung menawarkan pembelian sapi dengan harga sangat murah (hanya Rp 3-4 juta).

Berita Terkait :  Pahlawan Kebhinekaan

Peternak yang mengetahui hewan ternaknya. terjangkit PMK, akan berupaya dengan segala cara memberi pengobatan. Karena wabah disebabkan oleh virus, maka tiada lain cara harus dengan menjaga stamina hewan ternak. Sehingga banyak peternak memberikan menu “herbal” rempah-rempah . Ada yang ditambah madu, dan merica, serta daun-daunan (kemangi, dan nimba). Untuk mengobati luka di bagian kuku, dan mulut, digunakan soda kue, dan semprot betadine.

Pada wabah PMK pertama (April 2022) Presiden menetapkan sebagai darurat Bencana Non-alam. Walau agak terlambat, karena wabah telah meluas di seluruh Indonesia. Sesuai amanat UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pada pasal 51 ayat (1) Pemerintah kabupaten dan kota, juga memiliki kewenangan menetapkan status darurat bencana non-alam.

Maka kewaspadaan patut dilakukan, seperti trauma wabah sebelumnya. Pemerintah propinsi, serta kabupaten dan kota, sudah kelimpungan menangani wabah PMK. Karena belum ditetapkan status darurat bencana non-alam. Rata-rata pemerintah daerah menggunakan nomenklatur Belanja Tidak Terduga (BTT). Tetapi BTT sangat riskan menerabas UU Pengelolaan Keuangan Daerah.

Sesungguhnya, UU Tentang Peternakan (Nomor 41 Tahun 2014) juga mengenal status bencana. Tercantum dalam pasal 1 (Ketentuan Umum) angka ke-37a, dinyatakan, “Wabah adalah kejadian penyakit luar biasa yang dapat berupa timbulnya suatu Penyakit Hewan Menular baru di suatu wilayah atau kenaikan kasus Penyakit Hewan Menular mendadak yang dikategorikan sebagai bencana nonalam.”

Berita Terkait :  Lebih Waspada DBD

Dengan status bencana, wajib berlaku dua UU sekaligus. Yakni UU Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Serta tentang UU Penanggulangan Bencana. Peternak terdampak berhak memperoleh ganti rugi hewan ternak yang mati, serta berbagai fasilitasi lain. Termasuk bantuan modal kerja.

——— 000 ———

Berita Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img

Follow Harian Bhirawa

0FansLike
0FollowersFollow
0FollowersFollow

Berita Terbaru