Surabaya, Bhirawa
Matahari mulai memancarkan cahaya yang terasa menyengat kulit. Suasana pun panas sekali bak berjemur di dalam sauna. Meski begitu, para siswa – siswi SLB Khusus Bina Mandiri tetap terlihat semangat dan tidak menyerah untuk membuat pola pada batik yang dikerjakan.
Kegiatan membatik tetap berlangsung begitu meriah dan dipenuhi oleh gelak tawa siswa – siswi yang menyelingi kegiatan dengan candaan khas anak kecil.
“Jadwal kita kali ini adalah membatik, pakai metode ecoprint ya anak – anak” ujar Titin Mustika salah satu guru ekstrakurikuler didampingi guru SLB lainnya Dian Nugraheni.
Siswa – siswi SLB Khusus Bina Mandiri ini begitu menikmati proses yang ada, dibantu oleh Muhammad Umar Al Faruq selaku mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya yang sedang melaksanakan kegiatan MBKM.
Selama magang, Umar didampingi oleh dua mahasiswa Untag yang lain yakni Febriana Santikasari dan Elvira Chomdiyah dengan dosen pembimbing Fransisca Benedicta Avira CItra Paramita, S.I.Kom., M. Med.Kom.
Semua terlihat begitu antusias dalam menuangkan kreativitas mereka. Bahkan anak-anak berlomba – lomba menghias batik sampai begitu indah ketika hasilnya sudah jadi.
“Seolah – olah memanjakan mata dan tersihir memasuki dunia para peri hutan yang kaya akan tumbuhan cantik nan indah itu,” ungkap Umar Al Faruq mahasiswa Untag Surabaya yang sedang menjalani magang MBKM memberi ilustrasi.
Lebih lanjut menurut Umar, batik – batik yang dihasilkan oleh siswa – siswi SLB Khusus Bina Mandiri ini layak untuk mendapatkan sebuah apresiasi yang begitu mewah, terlepas dari kekurangan yang dimiliki.
“Mereka semua begitu semangat dan antusias terhadap kegiatan – kegiatan baru dan menyenangkan, seolah perasaan dan imajinasi mereka tertuang dalam batik tersebut,” jelas Umar Al faruq.
Menurut Umar Al faruq, mungkin saja diluar sana anak – anak kebutuhan khusus dipandang sebelah mata seolah tak diinginkan kehadirannya didunia ini, tapi mereka semua tetaplah manusia yang memiliki perasaan yang dimana mereka juga bisa merasakan sedih, senang, dan marah.
“Semoga di masa yang akan datang, semua manusia akan tetap memanusiakan manusia dan dapat memberikan perlakuan yang sama dengan segala kalangan manusia,” tambah Umar Al Faruq berharap.
Dikonfirmasi di tempat yang sama, salah satu guru SLB Khusus Bina Mandiri Titin Mustika menjelaskan menjelaskan bahwa batik merupakan warisan budaya turun temurun bagi rakyat Indonesia. Batik merupakan pakaian khas ketika sedang ada kegiatan penting seperti hajatan, pernikahan, seminar, dan masih banyak kegiatan yang menggunakan batik sebagai pakaian wajib.
Menurut Titin, motif batik itu beragam sekali di negeri kita yang beragam akan budayanya, maka tak dapat dipungkiri lagi jika batik yang tersebar di seluruh Nusantara memiliki berbagai motif dan jenisnya.
Lebih lanjur menurut Titin, Ecoprint termasuk salah satu metode yang terkenal dikarenakan banyak sekali keuntungan jika memakai teknik ini. Batik Ecoprint sendiri merupakan teknik pewarnaan alami yang memanfaatkan warna dari alam seperti dedaunan, akar tanaman, ranting pohon, hingga bunga.
Guru SLB Khusus Bina Mandiri yang lain Dian Nugraheni menambahkan, batik dengan metode ecoprint bisa dikategorikan amat ramah lingkungan karena tak meninggalkan residu yang membahayakan, justru dedaunan maupun bahan yang telah dipakai dapat dijadikan sebagai pupuk alami untuk kesuburan tanaman yang lain.
Selain itu motif yang dihasilkan begitu unik karena pola dapat dirangkai sesuai keinginan.
“Jadi ide dan konsep harus matang agar tahu gambaran motifnya nanti seperti apa. Karena ketika daun sudah ditempelkan ke kain, tak dapat dipindahkan lagi karena akan terjadi proses transfer warna dan motif di kain tersebut,” jelas Dian.
Menurutnya, konsep sangat penting dan dibutuhkan dalam hal ini. Lalu hal yang tak kalah pentingnya dalam proses Ecoprint ini adalah jenis kain yang ingin digunakan untuk pembatikan.
Kain – kain yang akan digunakan tak bisa asal sembarangan digunakan, karena di SLB Khusus Bina Mandiri diberikan contoh kain yang digunakan agar motifnya dapat keluar sempurna dan juga ada contoh yang kainnya tak dapat mentransfer warna dari daun maupun bunga.
“Jadi terlihat seolah ketumpahan tinta yang begitu banyak dan tak memanjakan mata, jadi harus membuat ulang,” tutur Dian mengakhiri perbincangan dengan Bhirawa. (why.hel).